TEMPO.CO, Jakarta - Tangan Revika Lestari memegang dua rim kertas di ruangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kertas itu baru didatangkan oleh Badan PTSP Provinsi DKI pertengahan Maret lalu.
Selain kertas, kata Revika, selama enam bulan pihaknya juga diberikan satu botol tinta. "Itu untuk operasional kami sehari-hari," katanya, Jumat, 5 Juni 2015.
Menurut Revika, jumlah alat tulis itu tidak cukup untuk kegiatan sehari-hari. Musababnya, dalam sehari minimal ada 70 orang yang mengurus izin di kantornya. Total, kata dia, ada 140 izin.
Revika menjelaskan, karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI belum cair, dia terpaksa memakai uang pribadi untuk keperluan alat tulis kantor. "Kertas, fotokopi, map, pulpen, kami yang menyediakan," ujarnya. "Saya menalangi hampir Rp 15 juta."
Lantaran anggaran belum cair, kata dia, tiga dari enam petugas PTSP terpaksa membawa laptop sendiri untuk mengerjakan permohonan perizinan. Di kantor, ucap dia, hanya ada satu komputer.
Selain merogoh kocek sendiri untuk keperluan kantor, Revika menambahkan, pemenuhan kebutuhan seperti makan dan minum juga harus menggunakan uang pribadi. Seperti untuk membeli air minum galon. "Sehari habis dua galon, selama enam bulan habis berapa hayo?" tuturnya.
Meski serba kekurangan karena anggaran belum cair selama enam bulan, ujar dia, pegawai kantor PTSP senang menjadi bagian dari perbaikan tata kelola birokrasi di DKI Jakarta. Namun, kalau bisa, Revika meminta jumlah pegawai ditambah. "Enam pegawai itu kurang karena banyak yang ke lapangan untuk mengurus izin," ucapnya.
http://metro.tempo.co/read/news/2015...pai-rp-15-juta