Pak Jokowi, Mana Revolusi Mentalnya?

Rimanews - Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No.7 tahun 2015 tentang aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tidak berbanding lurus dengan kenyataan.

Contohnya, ada aparat penegak hukum yang enggan menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Dalam kasus (Kabareskrim) Budi Waseso gimana kita lihat polisi yang sekarang sedang proaktif memerintahkan utamakan pemberantasan korupsi, tapi dalam hal yang sama dia enggak mau lapor harta kekayaan," kata Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti saat diskusi "Bila Aparat Hukum Emoh Transparan, Dimana Komitmen Pemerintahan Bersih Jokowi?" di Kantor PARA Syndicate, Jalan Wijaya Timur III, No.2A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (1/06/2015).

Ray mengatakan, jangan sampai pejabat negara lainnya mencontoh perilaku Kabareskrim tersebut.

Meski tidak ada sanksi pidana, Presiden Joko Widodo harus memberikan sanksi etika atau administrasi. "Saat launching Inpres No.7 tahun 2015, Jokowi bilang kalau ada yang meloncat dari pagar penegakan hukum, gebuk saja. Nah sekarang kita minta Presiden gebuk penyelenggara negara yang tidak melapor LHKPN," tandasnya.

Sementara peneliti PARA Syndicate, Romo Benny Susetyo mengatakan Buwas melakukan perlawanan terhadap revolusi mental yang menjadi simbol Jokowi saat ini.

Untuk itu meminta agar Presiden menegur Kabareskrim. Jika dibiarkan akan menjadi budaya. "Buwas menolak laporkan harta kekayaan, secara simbolis dia melawan apa yang menjadi simbol Jokowi, transparansi. Revolusi mental, pejabat publik harus transparan. Etika itu kewajiban, perintah, Undang-Undang, enggak boleh dilawan oleh siapapun. Kalau pejabat enggak pernah ditegur, orang bertanya, pak Jokowi mana revolusi mentalnya?," ujarnya.

sumber