- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Korupsi Kondensat: Telusuri Pencucian Uang, Bareskrim Blokir 26 Sertifikat Tanah
TS
cuman.numpang
Korupsi Kondensat: Telusuri Pencucian Uang, Bareskrim Blokir 26 Sertifikat Tanah
koruptor
berita lama
Quote:
Kabar24.com, JAKARTA- Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim memblokir 26 sertifikat tanah dan bangunan yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang, perkara korupsi kondensat jatah negara oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Direktur Tipidikesus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Victor Edi Simanjuntak mengatakan sebanyak 26 sertifikat tersebut diduga aset hasil pencucian uang dari penjualan kondensat jatah negara yang tersebar di wilayah Jakarta Selatan, Bogor, dan Depok. Namun, Victor masih merahasiakan identitas pemilik aset-aset tersebut.
"Yang jelas sudah memblokir 26 sertifikat tanah dan tanah bangunan (rumah). Namanya jangan lah (diungkap)," kata Victor di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (28/5/2015).
Menurut Victor aset itu berasal dari pihak SKK Migas dan PT TPPI serta kemungkinan bakal merembet ke pihak lain yang terkait kasus korupsi tersebut. Meskipun begitu pihaknya akan terus menelusuri aset-aset yang diduga pencucian uang tersebut.
"Ada nanti kebuka dari beberapa orang, yang jelas bukan dari tiga tersangka," katanya.
Victor mengatakan bisa saja aset tersebut bukan berasal dari tersangka. Menurut dia dalam pidana pencucian uang terdapat pelaku pasif yang menjadi penampung hasil pencucian uang seperti dalam bentuk aset.
"Pelaku pasif itu yang ikut menikmati, " katanya.
Dia menambahkan pelaku pasif yang ikut menikmati kemungkinan besar dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana pencucian uang.
Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang berawal ketika adanya penjualan kondensat bagian negara oleh SKK Migas kepada PT TPPI pada kurun waktu 2009 hingga 2010 dengan mekanisme penunjukan langsung.
Penunjukan tersebut ternyata menyalahi aturan keputusan BP Migas No. KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara. Kemudian, menyalahi pula Keputusan Kepala BP Migas No. KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Penunjukan langsung itu pun melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 dan atau Pasal 3 dan 6 UU No.15 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No.25/2003.
Sejauh ini, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi seperti mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Dirjen Migas Evita Legowo, dan sejumlah saksi lainnya.
Bareskrim juga sudah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna menelusuri aliran dana dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp2 triliun tersebut.
Direktur Tipidikesus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Victor Edi Simanjuntak mengatakan sebanyak 26 sertifikat tersebut diduga aset hasil pencucian uang dari penjualan kondensat jatah negara yang tersebar di wilayah Jakarta Selatan, Bogor, dan Depok. Namun, Victor masih merahasiakan identitas pemilik aset-aset tersebut.
"Yang jelas sudah memblokir 26 sertifikat tanah dan tanah bangunan (rumah). Namanya jangan lah (diungkap)," kata Victor di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (28/5/2015).
Menurut Victor aset itu berasal dari pihak SKK Migas dan PT TPPI serta kemungkinan bakal merembet ke pihak lain yang terkait kasus korupsi tersebut. Meskipun begitu pihaknya akan terus menelusuri aset-aset yang diduga pencucian uang tersebut.
"Ada nanti kebuka dari beberapa orang, yang jelas bukan dari tiga tersangka," katanya.
Victor mengatakan bisa saja aset tersebut bukan berasal dari tersangka. Menurut dia dalam pidana pencucian uang terdapat pelaku pasif yang menjadi penampung hasil pencucian uang seperti dalam bentuk aset.
"Pelaku pasif itu yang ikut menikmati, " katanya.
Dia menambahkan pelaku pasif yang ikut menikmati kemungkinan besar dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana pencucian uang.
Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang berawal ketika adanya penjualan kondensat bagian negara oleh SKK Migas kepada PT TPPI pada kurun waktu 2009 hingga 2010 dengan mekanisme penunjukan langsung.
Penunjukan tersebut ternyata menyalahi aturan keputusan BP Migas No. KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara. Kemudian, menyalahi pula Keputusan Kepala BP Migas No. KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Penunjukan langsung itu pun melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 dan atau Pasal 3 dan 6 UU No.15 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No.25/2003.
Sejauh ini, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi seperti mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Dirjen Migas Evita Legowo, dan sejumlah saksi lainnya.
Bareskrim juga sudah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna menelusuri aliran dana dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp2 triliun tersebut.
berita lama
Quote:
BP Migas Tunjuk Jual Kondensat
07 Mei 2003
TEMPO Interaktif, Jakartaalam UU Migas, BP Migas tak diijinkan bertindak sebagai penjual produk migas.
Untuk pertama kalinya, Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BPMigas) bertindak sebagai penjual kondensat. Hanya dalam waktu 3 hari masa tender, BPMigas menunjuk dua perusahaan yang berbasis di Singapura, Nevaco dan Gold Mener sebagai pemenang.
Deputi Bidang Keuangan dan Ekonomi BPMigas Edi Purwanto mengatakan, kedua perusahaan itu memberikan penawaran harga dengan harga minyak mentah Indonesia (ICP) ditambah premium sebesar 10 sen dollar untuk per barel. “Jauh diatas peserta tender yang menawar di bawah harga itu,” kata Edi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (7/5).
Menurut Edi, hanya ada lima peserta dalam tender yang dibuka dari 15-17 April ini. “Belum banyak yang tahu, kalau BP Migas bertindak sebagai penjual,” katanya. Selain Nevaco dan Gold Mener, yang ikut menjadi peserta tender adalah Concord Energy, Mitsui dan Pertamina. Sayang, Edi menolak merinci tawaran harga dari kelima peserta tender ini. Hanya saja, kata Edi, kelima peserta tender ini menawarkan harga ICP ditambah premium sebesar 5-10 sen dollar untuk setiap barel.
Kondensat adalah produk sampingan dari kilang gas bumi. Kondensat yang dijual kali ini diambil dari kilang gas di Arun, Nanggroe Aceh Darussalam dan kilang Bontang di Kalimantan Timur. Produksi kondensat dari kedua kilang ini masing-masing sebesar 300 ribu barel per bulan.
Sebelumnya, Pertamina bertindak sebagai penjual kondensat. Namun, setelah keluar Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, wewenang ini beralih ke BP Migas.
Edi mengakui, jika harga yang ditawarkan oleh peserta tender kali ini tergolong murah, dibanding harga kondensat yang pernah dijual Pertamina, yang mencapai harga ICP ditambah premium sebesar 25 sen dollar per barel. Hanya saja, kata dia, harga kondensat mengikuti harga minyak dunia yang cenderung fluktuatif. “Tidak bisa seseorang mengatakan, saya bisa menjual dengan harga lebih tinggi,” kata dia.
http://tempo.co.id/hg/ekbis/2003/05/...507-28,id.html
07 Mei 2003
TEMPO Interaktif, Jakartaalam UU Migas, BP Migas tak diijinkan bertindak sebagai penjual produk migas.
Untuk pertama kalinya, Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BPMigas) bertindak sebagai penjual kondensat. Hanya dalam waktu 3 hari masa tender, BPMigas menunjuk dua perusahaan yang berbasis di Singapura, Nevaco dan Gold Mener sebagai pemenang.
Deputi Bidang Keuangan dan Ekonomi BPMigas Edi Purwanto mengatakan, kedua perusahaan itu memberikan penawaran harga dengan harga minyak mentah Indonesia (ICP) ditambah premium sebesar 10 sen dollar untuk per barel. “Jauh diatas peserta tender yang menawar di bawah harga itu,” kata Edi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (7/5).
Menurut Edi, hanya ada lima peserta dalam tender yang dibuka dari 15-17 April ini. “Belum banyak yang tahu, kalau BP Migas bertindak sebagai penjual,” katanya. Selain Nevaco dan Gold Mener, yang ikut menjadi peserta tender adalah Concord Energy, Mitsui dan Pertamina. Sayang, Edi menolak merinci tawaran harga dari kelima peserta tender ini. Hanya saja, kata Edi, kelima peserta tender ini menawarkan harga ICP ditambah premium sebesar 5-10 sen dollar untuk setiap barel.
Kondensat adalah produk sampingan dari kilang gas bumi. Kondensat yang dijual kali ini diambil dari kilang gas di Arun, Nanggroe Aceh Darussalam dan kilang Bontang di Kalimantan Timur. Produksi kondensat dari kedua kilang ini masing-masing sebesar 300 ribu barel per bulan.
Sebelumnya, Pertamina bertindak sebagai penjual kondensat. Namun, setelah keluar Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, wewenang ini beralih ke BP Migas.
Edi mengakui, jika harga yang ditawarkan oleh peserta tender kali ini tergolong murah, dibanding harga kondensat yang pernah dijual Pertamina, yang mencapai harga ICP ditambah premium sebesar 25 sen dollar per barel. Hanya saja, kata dia, harga kondensat mengikuti harga minyak dunia yang cenderung fluktuatif. “Tidak bisa seseorang mengatakan, saya bisa menjual dengan harga lebih tinggi,” kata dia.
http://tempo.co.id/hg/ekbis/2003/05/...507-28,id.html
Quote:
Tender kondensat yang dilakukan Badan Pelaksana (BP) Migas dinilai dapat merugikan negara jutaan dolar AS. Pasalnya, harga yang diputuskan dalam tender tersebut jauh di bawah harga pasar.
Dalam jurnal RIM Crude Intelegent disebutkan harga kondensat yang berlaku untuk 6 Mei 2003 berkisar Indonesian Crude Price (ICP) ditambah premium antara 35-40 sen dolar AS per barel. Dengan demikian, harga kondensat yang diputuskan dalam tender BP Migas sebesar ICP + 10 sen dolar per barel sangat amat jauh dari harga pasar.
Menurut sumber detikcom, Kamis (8/5), kecenderungan harga minyak mentah yang saat ini menurun menyebabkan premium menjadi lebih tinggi. Hal tersebut merupakan kompensasi atas rendahnya harga minyak. Bila sebaliknya harga minyak tinggi, maka secara otomatis premiumnya akan lebih kecil. "Biar harga jual kondensatnya tidak terlalu tinggi," kata sumber itu.
Sesuai data, harga kondensat yang berlaku pada April 2003 (saat tender itu dilakukan) adalah di kisaran ICP + 25-30 sen per barel. Artinya, harga penjualan kondensat dalam tender BP Migas memang terbukti sangat murah dan merugikan negara, makanya tidak heran jika pasar bertanya-tanya kenapa harga kondensat Arun dan Bontang sangat rendah, hanya ICP + 10 sen dolar per barel.
BP Migas disinyalir tidak transparan dalam melaksanakan tender penjualan kondensat dari kilang Arun dan Bontang. Hal itu diakui sejumlah traders yang menyatakan tidak mengetahui adanya tender tersebut. Akibatnya, timbul kecurigaan pada dua perusahaan pemenang, yaitu Novaco dan Gold Maner, setelah diketahui harga yang ditawarkan kedua perusahaan itu jauh dibawah harga pasar.
Tender ini dilakukan pada 17 April 2003 dalam tempo empat jam dan hanya dibuka dalam satu hari. Volume penjualan kondensat dari Arun dan Bontang masing-masing mencapai 300.000 barel per bulan dan berlaku selama enam bulan.
Sementara menurut Deputi Keuangan dan Pemasaran BP Migas Edi Purwanto, pihaknya telah mengundang beberapa perusahaan hingga akhirnya tender diikuti lima perusahaan, salah satunya Pertamina. Namun, Pertamina kalah, karena menawar lebih rendah dari yang diajukan perusahaan pemenang.
Secara terpisah, Pertamina membantah pihaknya ikut dalam tender itu, karena tidak ada undangan. Lagipula, menurut Manajer Hupmas Pertamina Ridwan Nyak Baik, kalaupun Pertamina ikut dalam tender seharusnya pihaknya keluar sebagai pemenang, karena Pertamina pasti akan berani menawar dengan harga ICP + 25 sen dolar per barel.
Menanggapi bantahan dari Pertamina, akhirnya BP Migas mengakui Pertamina tidak mengikuti tender penjualan kondensat dari Arun dan Bontang. Kendati demikian BP Migas mengaku telah mengirimkan surat undangan keikutsertaan tender tersebut pada Pertamina melalui anak perusahaannya yang bergerak dibidang trading minyak mentah dan produk BBM, Petral.
"Pernyataan BP Migas ini merupakan revisi atas apa yang diungkapkan Deputi Keuangan dan Pemasaran BP Migas, Edi Purwanto kemarin," kata Kepala Divisi Pemasaran BP Migas Djoko Arsono.
Direktur Petral, Sukono Wahyu, yang dihubungi terpisah mengakui pihaknya mendapat undangan dari BP Migas untuk mengikuti tender tersebut pada 17 April 2003. Padahal pada hari yang sama tender kondensat ini juga ditutup. "Waktunya sangat sempit sehingga kami tidak memiliki persiapan untuk mengikuti tender itu," katanya.(y)http://www.pelita.or.id/baca.php?id=12553
ayo pak, berantas para maling, dan gantikan dengan orang kita Dalam jurnal RIM Crude Intelegent disebutkan harga kondensat yang berlaku untuk 6 Mei 2003 berkisar Indonesian Crude Price (ICP) ditambah premium antara 35-40 sen dolar AS per barel. Dengan demikian, harga kondensat yang diputuskan dalam tender BP Migas sebesar ICP + 10 sen dolar per barel sangat amat jauh dari harga pasar.
Menurut sumber detikcom, Kamis (8/5), kecenderungan harga minyak mentah yang saat ini menurun menyebabkan premium menjadi lebih tinggi. Hal tersebut merupakan kompensasi atas rendahnya harga minyak. Bila sebaliknya harga minyak tinggi, maka secara otomatis premiumnya akan lebih kecil. "Biar harga jual kondensatnya tidak terlalu tinggi," kata sumber itu.
Sesuai data, harga kondensat yang berlaku pada April 2003 (saat tender itu dilakukan) adalah di kisaran ICP + 25-30 sen per barel. Artinya, harga penjualan kondensat dalam tender BP Migas memang terbukti sangat murah dan merugikan negara, makanya tidak heran jika pasar bertanya-tanya kenapa harga kondensat Arun dan Bontang sangat rendah, hanya ICP + 10 sen dolar per barel.
BP Migas disinyalir tidak transparan dalam melaksanakan tender penjualan kondensat dari kilang Arun dan Bontang. Hal itu diakui sejumlah traders yang menyatakan tidak mengetahui adanya tender tersebut. Akibatnya, timbul kecurigaan pada dua perusahaan pemenang, yaitu Novaco dan Gold Maner, setelah diketahui harga yang ditawarkan kedua perusahaan itu jauh dibawah harga pasar.
Tender ini dilakukan pada 17 April 2003 dalam tempo empat jam dan hanya dibuka dalam satu hari. Volume penjualan kondensat dari Arun dan Bontang masing-masing mencapai 300.000 barel per bulan dan berlaku selama enam bulan.
Sementara menurut Deputi Keuangan dan Pemasaran BP Migas Edi Purwanto, pihaknya telah mengundang beberapa perusahaan hingga akhirnya tender diikuti lima perusahaan, salah satunya Pertamina. Namun, Pertamina kalah, karena menawar lebih rendah dari yang diajukan perusahaan pemenang.
Secara terpisah, Pertamina membantah pihaknya ikut dalam tender itu, karena tidak ada undangan. Lagipula, menurut Manajer Hupmas Pertamina Ridwan Nyak Baik, kalaupun Pertamina ikut dalam tender seharusnya pihaknya keluar sebagai pemenang, karena Pertamina pasti akan berani menawar dengan harga ICP + 25 sen dolar per barel.
Menanggapi bantahan dari Pertamina, akhirnya BP Migas mengakui Pertamina tidak mengikuti tender penjualan kondensat dari Arun dan Bontang. Kendati demikian BP Migas mengaku telah mengirimkan surat undangan keikutsertaan tender tersebut pada Pertamina melalui anak perusahaannya yang bergerak dibidang trading minyak mentah dan produk BBM, Petral.
"Pernyataan BP Migas ini merupakan revisi atas apa yang diungkapkan Deputi Keuangan dan Pemasaran BP Migas, Edi Purwanto kemarin," kata Kepala Divisi Pemasaran BP Migas Djoko Arsono.
Direktur Petral, Sukono Wahyu, yang dihubungi terpisah mengakui pihaknya mendapat undangan dari BP Migas untuk mengikuti tender tersebut pada 17 April 2003. Padahal pada hari yang sama tender kondensat ini juga ditutup. "Waktunya sangat sempit sehingga kami tidak memiliki persiapan untuk mengikuti tender itu," katanya.(y)http://www.pelita.or.id/baca.php?id=12553
Diubah oleh cuman.numpang 29-05-2015 09:20
0
902
Kutip
0
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan