gam1949Avatar border
TS
gam1949
PERJUANGAN BERAT PARA PENGUNGSI ROHINGYA 41 HARI DI TENGAH LAUT

Terombang ambing di tengah gelombang lautan dan tidak tahu harus kemana. Hidup seolah menunda kematian, itulah gambaran para pengungsi Rohingya, Myanmar dan Bangladesh. Sayidul Islam (17th) dan Muhammad Rafiq (21th) yang sebelumnya hidup di kamp UNCHR di Kutupulong, Bangladesh. Hidup jadi orang miskin yang terasing di negeri orang lain amat menyiksa.

Saat datang agen perdagangan manusia, menawarkan untuk menjadi imigran gelap ke Malaysia, dengan sigap mereka menerima tawaran tersebut meski harus mengeluarkan uang sebesar 4000-5000 ringgit (Rp 14 juta-Rp 18juta) per orang.

“Saya dapat uang dengan menjual segala apa yang dimiliki keluarga kami,” kata Rafiq ketika ditemui di tempat penampungan Kuala Langsa, Kota Langsa, Aceh Utara, Jum’at (22/5). Pada akhir januari 2015, pukul tujuh pagi Rafiq dan para pengungsi Rohingya lainnya berangkat dengan menggunakan perahu kecil berkapasitas delapan orang dari kota Chittagong menuju tengah laut.

Butuh waktu empat jam sebelum mereka dipindah smugglers (penyelundup orang) menuju boat yang lebih besar yang dapat menampung 25 orang. Perahu sedang tersebut amatlah sederhana. Hanya ada terpal yang dijadikan tudung ketika panas dan hujan. Dengan perahu motor tersebut mereka semakin menjauh menuju teluk Bengala. “Katanya waktu perjalanan ke Malaysia sehari semalam,” lanjutnya.

Di tengah laut yang sangat luas tersebut siapa yang mengira ada sebuah perahu besar yang siap membawa imigran ke tanah harapan mereka. Para smugglers memang memaksa para imigran Bangladesh tersebut melakukan transit berkali-kali untuk mencegah penangkapan aparat. Mereka tidak takut ditangkap tetapi takut diperas polisi dan tentara di Bangladesh dan Myanmar yang terkenal korup.

Kapal besar tersebut ternyata bermuatan 363 pengungsi Rohingya yang terusir dari Myanmar. Sebelumnya kata Rafiq kapal tersebut kosong dan mesin dimatikan. Perahu tersebut tidak akan berangkat sebelum penumpang penuh. Jadi penumpang yang naik duluan yang paling menderita karena harus menunggu berhari-har lamanya.

“Kami sendiri menunggu kapal sampai 21 hari karena harus menunggu perahu-perahu kecil datang. Kadang sehari ada 10-20 orang bergabung menaiki kapal. Keputusan kapal berangkat menunggu keputusan dari kapten dan hal itu terjadi jika kapal sudah terisi penuh.

Hari ke-22 mesin kapal menderu dan menuju ke perairan Thailand. Dibutuhkan waktu tujuh hari tujuh malam hingga sampai ke perbatasan. Kontak dengan militer Thailand terjadi dan kapal dilarang memasuki perairan Thailand. Akibatnya para imigran terombang ambing selama 41 hari di Laut Andaman. Selama atu bulan lebih mereka tersiksa dan menderita. Kapal yang sesak membuat mereka tidak bisa bergerak leluasa. Para penumpang kapal tidak bisa berdiri dan hanya bisa jongkok. Dari hari ke hari dari minggu ke minggu hanya bisa melihat lautan dengan rasa penuh keputusasaan.

Beruntung bagi mereka yang berada di dek kapal bisa menghirup udara laut segar. Mereka yang membayar murah ditempatkan dalam lambung kapal. Ada tiga tingkatan ruang untuk mereka, selisih tingkat per tingkat hanya 1,5 meter saat berdiri otomatis kepala mereka berbenturan dengan kayu.

Selain itu bau pengap dan tidak sedap menghinggapi ruangan tersebut karena tempat BAB maupun kencing berada disekitar mereka duduk. Kejadian tersebut dialami pengungsi R0hingya selama 2 bulan mereka terkatung katung ditengah laut.

Pada hari ke 70 pukul 7 malam mesin kapal dihidupkan kapten berkebangsaan thailand dan berseru,”kalian akan pergi ke Malaysia.” Yang kemudian disambut sukacita para pengungsi yang ada di kapal tersebut. Namun empat jam berselang, kapal kembali terhenti dan para penumpang mulai bertanya-tanya ada kejadian apa kembali ini.

“door..door..door” tanpa disangka kapten kapal menembak para penumpang yang protes dan banyak omong. Tindakan kapten tersebut diikuti lima anak buahnya. Kemungkinan ada sekitar 70-80 orang yang mereka tembak. Penderitaan semakin menjadi setelah kapten bersama anak buahnya memilih kabur. Tersiar kabar si kapten dan anak buahnya akan ditangkap Tentara AL Thailand.

Untung salah satu pengungsi bisa mengendalikan perahu, dia adalah Muhammad Ami (46th). Ami mampu membawa kapal tersebut berjalan sehari semalam tanpa tujuan. Kapal kembali terhenti karena keehabisan bahan bakar. Kemudian datang angkatan laut Thailand, mereka hanya melihat dari jauh kemudian pergi.
Sekitar pukul 12 siang, (tanggal berapa Ami mengaku lupa) bertemulah para pengungsi dengan empat nelayan Indonesia. Para nelayan tersebut memberikan makanan berupa roti dan minuman. “dimana ini, kami ingin ke Malaysia.” Ujar Tayyub kepada nelayan Indonesia. “Ini perbatasan Indonesia, disana adalah Malaysia.” Jawab nelayan.

Karena tak tahu arah, kapal malah menuju ke perairan Indonesia. Dan pada malam harinya bertemu dengan petugas patroli dari TNI AL. Kapal TNI AL memberikan bantuan berupa 10 dus mie instan, 2 boks biskuit, dan 10 dus botol air mineral. Setelah itu kapal TNI AL membawa kapal pengungsi keluar perairan Indonesia menuju perairan Malaysia. Sampai di wilayah Malaysia kapal pengungsi ditinggal pergi.

Akhirnya kapal pengungsi bertemu tiga kapal imigrasi dan Tentara Laut Diraja Malaysia. Kemudian penumpang mengutarakan keinginan untuk dibawa ke Malaysia. Kemudian Tentara Malaysia mengikat kapal pengungsi dengan tali untuk menggeretnya. Sayangnya bukan dibawa ke Malaysia malah dikembalikan ke perairan Indonesia. Kemudian mereka memotong tali tersebut kemudian pergi.

Kemudian para penumpang menangis histeris, mereka tahu ini bukan Malaysia karena sejauh mata memandang hanya terlihat lautan. Penumpang yang stres akhirnya memilih menceburkan diri ke laut, entah bagaimana nasibnya kemudian.

Berkat pertolongan Allah, kapal para pengungsi bertemu dengan nelayan Aceh, dalam kegelapan dilihat perempuan dan anak-anak yang kumal dan samar melambaikan tangan dan berderai air mata pertanda meminta pertolongan. Pak Do nama nelayan tersebut mendekatkan perahunya walaupun dengan perasaan was-was.

Para lelaki melonjak dan mengucap takbir membuat hati Pak Do terenyuh. Berkat rasa iman dan kemanusiaan sebagai sesama muslim dan sesama manusia akhirnya Pak Do memutuskan menolong mereka dan membawa ke daratan Aceh.

sumber: http://mujahidekonom.blogspot.com/20...ngan-para.html

blogspot.com thn 2050 diprediksi India menjadi penduduk muslim terbesar menggeser Indonesia
Diubah oleh gam1949 03-06-2015 07:56
0
1.4K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan