- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Kajian Islam] Kesesatan disekitar kita


TS
oregone
[Kajian Islam] Kesesatan disekitar kita
Ada yang mengamalkan suatu ibadah yang tidak ada tuntunan, alasannya, “Ini kan sudah jadi tradisi yang turun
temurun.”
Alasan seperti ini dikemukakan pula oleh orang musyrik dahulu di masa silam. Mereka beralasan dengan tradisi,
sama dengan orang-orang saat ini.
Inilah alasan orang musyrik,
إِنا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمةٍ وَإِنا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah
pengikut jejak-jejak mereka” (QS. Az Zukhruf: 22).
Sama halnya juga dengan penyembah berhala di masa Nabi Ibrahim. Ketika Ibrahim bertanya pada ayah dan
kaumnya,
إِذْ قَالَ لأبِیهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التمَاثِیلُ التِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun
beribadat kepadanya?” (QS. Al Anbiya’: 52).
Kaumnya malah menjawab,
قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِینَ
“Mereka menjawab: “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” (QS. Al Anbiya’: 53).
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Masail Jahiliyyah berkata, “Sifat orang jahiliyyah adalah
biasa berdalil dengan tradisi nenek moyangnya dahulu. Sebagaimana kata Fir’aun,
الأ
قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ ولَى
“Berkata Fir’aun: “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu? ” (QS. Thaha: 51).
Begitu pula kata kaum Nuh,
الأ
مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا ولِینَ
“Belum pernah kami mendengar ajaran seperti ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu ” (QS. Al
Mukminun: 24).”
Kaum Quraisy pun beralasan seperti itu.
الْآ إِنْ هَذَا إِلا اخْتِلَاقٌ َ
مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي الْمِلةِ خِرَةِ
“Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah
(dusta) yang diada-adakan” (QS. Shaad: 7)
Jadi semuanya beralasan ketika dituntut mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, alasan mereka
adalah bagaimana dengan ajaran nenek moyang yang sudah mentradisi. Itu saja alasannya. Padahal watak
seperti ini hanya mengekor beo dari ajarannya orang musyrik dan jahiliyyah. Berdalil adalah dengan
mengemukakan dalil Al Quran dan As Sunnah, bukan beralasan ini sudah jadi tradisi semata.
Beda halnya kalau yang jadi ajaran adalah nenek moyang yang sholeh. Seperti yang dialamai Nabi Yusuf ‘alaihis
salam,
وَاتبَعْتُ مِلةَ آبَائِي إِبْرَاهِیمَ وَإِسْحَاقَ وَیَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِالَله مِنْ شَيْءٍ
“Dan aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi)
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.” (QS. Yusuf: 38). Yang Nabi Yusuf ‘alaihis salam ikuti adalah
nenek moyang yang sholeh yang membawa ajaran tauhid dan ajaran Islam yang benar.
Melanjutkan berbagai argumen orang musyrik dalam membela kesyirikan mereka. Sekarang kita akan melihat
kembali perkataan Syaikh Muhammad At Tamimi berikutnya. Di mana beliau akan menjelaskan tentang Rasul
pertama adalah Nuh dan dan akan dijelaskan pula sesembahan yang ada di masa Nabi Nuh alaihis salam. Dan
kita bisa menarik kesimpulan bagaimana kesyirikan bisa muncul di masa itu.
Syaikh rahimahullah berkata, “Awal rasul adalah Nuh alaihis salam. Di mana Allah mengutus Nuh
kepada kaumnya. Kaum Nuh beribadah secara berlebihan kepada Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq
dan Nasr.” (*)
Ini bagian kedua yang dari penjelasan Syaikh dalam kitab beliau Kasyfu Syubuhaat dan akan kita ulas secara
ringkas apa yang dimaksud dengan penjelasan beliau di atas.
Nuh Rasul Pertama
Nuh adalah rasul pertama dan beliau adalah di antara rasul ‘ulul ‘azhmi. Dan keturunan Nuh tetap terus ada di
muka bumi. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَجَعَلْنَا ذُرَیتهُ هُمُ الْبَاقِینَ
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan” (QS. Ash Shaffaat: 77). Manusia
selanjutnya adalah keturunan dari Nabi Nuh ‘alaihis salam. Anak Nuh ada tiga yaitu Sam, Ham dan Yafits. Lihat
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 380.
Adapun Nabi Adam adalah Nabi yang diajak bicara oleh Allah dan bukanlah Rasul. Sebagaimana disebutkan
dalam hadits mengenai Nabi Adam,
آدَمُ أَنَبِي كَانَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، نَبِي مُكَلٌم
“Adam, apakah seorang Nabi? Iya, dia adalah Nabi yang diajak bicara. ” (HR. Ahmad 5: 178).
Nuh Diutus pada Kaum yang Berlebihan terhadap Orang Sholih
Nuh diutus pada kaum yang berbuat syirik di mana mereka telah berlebihan dalam mengagungkan orang sholih.
Orang sholih yang dimaksud di sini yang pertama adalah Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.
Coba kita perhatikan dalam surat Nuh,
وَقَالُوا لَا تَذَرُن آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُن وَدا وَلَا سُوَاعًا وَلَا یَغُوثَ وَیَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan
pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”
(QS. Nuh: 23). Ibnu Katsir berkata bahwa ini adalah nama-nama berhala-berhala orang musyrik. Lihat Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, 7: 389.
Disebutkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa berhala-berhala tersebut adalah berhala
yang disembah di zaman Nabi Nuh. (Idem, 7: 390).
Awal Mula Kesyirikan: Berlebihan pada Orang Sholih
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Nama-nama yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah nama-nama
orang sholih dari kaum Nuh. Ketika orang-orang sholih tersebut mati, maka orang-orang mulai i’tikaf di kuburkubur
mereka. Kemudian berlalulah waktu hingga mereka membuat bentuk untuk orang-orang sholih tersebut
dengan wujud patung. Dan perlu dipahami bahwa berdiam (beri’tikaf) di kubur, mengusap-ngusap kubur,
menciumnya dan berdo’a di sisi kubur serta semacam itu adalah asal dari kesyirikan dan asal mula
penyembahan berhala. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,
اللُهم لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا یُعْبَدُ
“Ya Allah, janganlah jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah. ” (Majmu’ Al Fatawa , 27: 79).
Ibnu Taimiyah di tempat lain juga mengatakan,
“Ibnu ‘Abbas dan ulama lainnya mengatakan bahwa mereka yang disebut dalam surat Nuh adalah orang-orang
sholih di kaum Nuh. Ketika mereka mati, orang-orang pada i’tikaf di sisi kubur mereka. Lalu mereka membuat
patung orang sholih tersebut. Lantas orang sholih tersebut disembah. Ini sudah masyhur dalam kitab tafsir dan
hadits, serta selainnya seperti disebutkan oleh Imam Bukhari . Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkarinya
dan mencegah agar tidak terjadi kesyirikan seperti itu. Sampai-sampai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat orang yang menjadikan kubur para nabi dan orang sholih sebagai masjid. Terlarang shalat di kubur
semacam itu walau kubur tersebut tidak dimintai syafa’at. Begitu pula terlarang shalat menghadap kubur tadi. ‘Ali
bin Abi Tholib pun pernah diutus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meratakan kubur yang tinggi dan
menghancurkan berhala-berhala, serta juga menumpas berbagai patung atau gambar yang diagungkan. Dari
Abul Hiyaj Al Asadi, ia berkata bahwa ‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadanya, “Aku akan mengutusmu
sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku, yaitu untuk memerintah agar menghancurkan
berhala, meratakan kubur yang ditinggakan.” Dalam lafazh lain disebutkan agar gambar yang diagungkan itu
dihapuskan. Demikian dikeluarkan oleh Imam Muslim.” (Majmu’ Al Fatawa , 1: 151-152).
Pelajaran yang dapat kita ambil dari kesyirikan yang muncul di masa Nabi Nuh bahwasanya awal mula kesyirikan
itu muncul dari sikap berlebihan terhadap orang sholih. Di antara sikap berlebihan adalah beri’tikaf (bersemedi
atau berdiam) di kuburnya, berdo’a di sisi kubur orang sholih, membuatkan patung atau monumen untuk
mengenang mereka. Maka lihat pula kesyirikan yang terjadi pada para wali, kyai, ustadz dan sunan yang saat ini
muncul bermulanya dari sikap berlebihan terhadap kubur mereka. Sampai-sampai ada kubur orang sholih yang
terus dicuri pasirnya, hingga kuburnya bisa ambles. Na’udzu billah min dzalik.
Maka timbul pertanyaan apakah ibadah yang kita lakukan selama ini sudah benar????
Untuk menjawab itu mari kita lihat kutipan ayat dibawah:
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islamitu jadi agama bagimu” (QS Al-Maaidah: [5] : 3)
Ibnu Katsir ketika mentafsirkan (QS. al-Maidah [5]:3) berkata, “Tidak ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali perkara yang disyariatkan-Nya.”
اَن رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تَـرَكْتُ فِـيْكُمْ اَمـْرَيـْنِ لَنْ تَضِلـوْا مَا تَـمَسكْـتُمْ بِـهِمَا: كِـتَابَ اللهِ وَ سُنـةَ رَسُوْلـــِهِ. مالك
Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda : “Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduaya, yaitu : Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. [HR. Malik]
عَنِ ابـْنِ عَباسٍ رض قَالَ: اَن رَسُوْلَ اللهِ ص خَطَبَ النـاسَ فِى حَجةِ اْلوَدَاعِ، فَقَالَ: اِن الشيْطَانَ قَدْ يَـئِسَ اَنْ يُـعْبَدَ بِاَرْضِكُمْ وَ لكِـنْ رَضِيَ اَنْ يُـطَاعَ فِـيْمَا سِوَى ذلِكَ مِما تَحَاقَـرُوْنَ مِنْ اَعْمَالِكُمْ فَاحْذَرُوْا. اِنـى قَدْ تَـرَكْتُ فِـيْكُمْ مَا اِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَـلَـنْ تَضِلـوْا اَبـَدًا. كِـتَابَ اللهِ وَ سُنـةَ نَـبِـيهِ. الحاكم
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW pernah berkhutbah kepada orang banyak dikala hajji wada’, beliau bersabda : “Sesungguhnya syaithan telah berputus asa bahwa ia akan disembah di tanahmu ini, tetapi ia puas ditha’ati pada selain demikian yaitu dari apa-apa yang kalian anggap remeh dari amal perbuatan kalian. Maka hati-hatilah kalian. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu sekalian apa-apa yang jika kamu sekalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”. [HR. Al-Hakim]
Terus hukumnya bagaimana??
عَنْ أُم الْمُؤْمِنِيْنَ أُم عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد ]
Dari Ummul mukminin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”.
(Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”) [Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718]
مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللّهِ.
"Barangsiapa yang mengada-adakan suatu bid'ah atau melindungi pelaku bid'ah, maka ia mendapatkan laknat Allah."
Muttafaq 'alaih: al-Bukhari, no. 1870; dan Muslim, no. 1370.
Sudah sesuai Al-Qur'an dan Sunnah Rasulkah ibadah kita???
Wallahualam Bisawab.....
temurun.”
Alasan seperti ini dikemukakan pula oleh orang musyrik dahulu di masa silam. Mereka beralasan dengan tradisi,
sama dengan orang-orang saat ini.
Inilah alasan orang musyrik,
إِنا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمةٍ وَإِنا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah
pengikut jejak-jejak mereka” (QS. Az Zukhruf: 22).
Sama halnya juga dengan penyembah berhala di masa Nabi Ibrahim. Ketika Ibrahim bertanya pada ayah dan
kaumnya,
إِذْ قَالَ لأبِیهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التمَاثِیلُ التِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun
beribadat kepadanya?” (QS. Al Anbiya’: 52).
Kaumnya malah menjawab,
قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِینَ
“Mereka menjawab: “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” (QS. Al Anbiya’: 53).
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Masail Jahiliyyah berkata, “Sifat orang jahiliyyah adalah
biasa berdalil dengan tradisi nenek moyangnya dahulu. Sebagaimana kata Fir’aun,
الأ
قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ ولَى
“Berkata Fir’aun: “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu? ” (QS. Thaha: 51).
Begitu pula kata kaum Nuh,
الأ
مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا ولِینَ
“Belum pernah kami mendengar ajaran seperti ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu ” (QS. Al
Mukminun: 24).”
Kaum Quraisy pun beralasan seperti itu.
الْآ إِنْ هَذَا إِلا اخْتِلَاقٌ َ
مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي الْمِلةِ خِرَةِ
“Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah
(dusta) yang diada-adakan” (QS. Shaad: 7)
Jadi semuanya beralasan ketika dituntut mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, alasan mereka
adalah bagaimana dengan ajaran nenek moyang yang sudah mentradisi. Itu saja alasannya. Padahal watak
seperti ini hanya mengekor beo dari ajarannya orang musyrik dan jahiliyyah. Berdalil adalah dengan
mengemukakan dalil Al Quran dan As Sunnah, bukan beralasan ini sudah jadi tradisi semata.
Beda halnya kalau yang jadi ajaran adalah nenek moyang yang sholeh. Seperti yang dialamai Nabi Yusuf ‘alaihis
salam,
وَاتبَعْتُ مِلةَ آبَائِي إِبْرَاهِیمَ وَإِسْحَاقَ وَیَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِالَله مِنْ شَيْءٍ
“Dan aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi)
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.” (QS. Yusuf: 38). Yang Nabi Yusuf ‘alaihis salam ikuti adalah
nenek moyang yang sholeh yang membawa ajaran tauhid dan ajaran Islam yang benar.
Melanjutkan berbagai argumen orang musyrik dalam membela kesyirikan mereka. Sekarang kita akan melihat
kembali perkataan Syaikh Muhammad At Tamimi berikutnya. Di mana beliau akan menjelaskan tentang Rasul
pertama adalah Nuh dan dan akan dijelaskan pula sesembahan yang ada di masa Nabi Nuh alaihis salam. Dan
kita bisa menarik kesimpulan bagaimana kesyirikan bisa muncul di masa itu.
Syaikh rahimahullah berkata, “Awal rasul adalah Nuh alaihis salam. Di mana Allah mengutus Nuh
kepada kaumnya. Kaum Nuh beribadah secara berlebihan kepada Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq
dan Nasr.” (*)
Ini bagian kedua yang dari penjelasan Syaikh dalam kitab beliau Kasyfu Syubuhaat dan akan kita ulas secara
ringkas apa yang dimaksud dengan penjelasan beliau di atas.
Nuh Rasul Pertama
Nuh adalah rasul pertama dan beliau adalah di antara rasul ‘ulul ‘azhmi. Dan keturunan Nuh tetap terus ada di
muka bumi. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَجَعَلْنَا ذُرَیتهُ هُمُ الْبَاقِینَ
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan” (QS. Ash Shaffaat: 77). Manusia
selanjutnya adalah keturunan dari Nabi Nuh ‘alaihis salam. Anak Nuh ada tiga yaitu Sam, Ham dan Yafits. Lihat
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 380.
Adapun Nabi Adam adalah Nabi yang diajak bicara oleh Allah dan bukanlah Rasul. Sebagaimana disebutkan
dalam hadits mengenai Nabi Adam,
آدَمُ أَنَبِي كَانَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، نَبِي مُكَلٌم
“Adam, apakah seorang Nabi? Iya, dia adalah Nabi yang diajak bicara. ” (HR. Ahmad 5: 178).
Nuh Diutus pada Kaum yang Berlebihan terhadap Orang Sholih
Nuh diutus pada kaum yang berbuat syirik di mana mereka telah berlebihan dalam mengagungkan orang sholih.
Orang sholih yang dimaksud di sini yang pertama adalah Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.
Coba kita perhatikan dalam surat Nuh,
وَقَالُوا لَا تَذَرُن آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُن وَدا وَلَا سُوَاعًا وَلَا یَغُوثَ وَیَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan
pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”
(QS. Nuh: 23). Ibnu Katsir berkata bahwa ini adalah nama-nama berhala-berhala orang musyrik. Lihat Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, 7: 389.
Disebutkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa berhala-berhala tersebut adalah berhala
yang disembah di zaman Nabi Nuh. (Idem, 7: 390).
Awal Mula Kesyirikan: Berlebihan pada Orang Sholih
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Nama-nama yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah nama-nama
orang sholih dari kaum Nuh. Ketika orang-orang sholih tersebut mati, maka orang-orang mulai i’tikaf di kuburkubur
mereka. Kemudian berlalulah waktu hingga mereka membuat bentuk untuk orang-orang sholih tersebut
dengan wujud patung. Dan perlu dipahami bahwa berdiam (beri’tikaf) di kubur, mengusap-ngusap kubur,
menciumnya dan berdo’a di sisi kubur serta semacam itu adalah asal dari kesyirikan dan asal mula
penyembahan berhala. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,
اللُهم لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا یُعْبَدُ
“Ya Allah, janganlah jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah. ” (Majmu’ Al Fatawa , 27: 79).
Ibnu Taimiyah di tempat lain juga mengatakan,
“Ibnu ‘Abbas dan ulama lainnya mengatakan bahwa mereka yang disebut dalam surat Nuh adalah orang-orang
sholih di kaum Nuh. Ketika mereka mati, orang-orang pada i’tikaf di sisi kubur mereka. Lalu mereka membuat
patung orang sholih tersebut. Lantas orang sholih tersebut disembah. Ini sudah masyhur dalam kitab tafsir dan
hadits, serta selainnya seperti disebutkan oleh Imam Bukhari . Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkarinya
dan mencegah agar tidak terjadi kesyirikan seperti itu. Sampai-sampai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat orang yang menjadikan kubur para nabi dan orang sholih sebagai masjid. Terlarang shalat di kubur
semacam itu walau kubur tersebut tidak dimintai syafa’at. Begitu pula terlarang shalat menghadap kubur tadi. ‘Ali
bin Abi Tholib pun pernah diutus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meratakan kubur yang tinggi dan
menghancurkan berhala-berhala, serta juga menumpas berbagai patung atau gambar yang diagungkan. Dari
Abul Hiyaj Al Asadi, ia berkata bahwa ‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadanya, “Aku akan mengutusmu
sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku, yaitu untuk memerintah agar menghancurkan
berhala, meratakan kubur yang ditinggakan.” Dalam lafazh lain disebutkan agar gambar yang diagungkan itu
dihapuskan. Demikian dikeluarkan oleh Imam Muslim.” (Majmu’ Al Fatawa , 1: 151-152).
Pelajaran yang dapat kita ambil dari kesyirikan yang muncul di masa Nabi Nuh bahwasanya awal mula kesyirikan
itu muncul dari sikap berlebihan terhadap orang sholih. Di antara sikap berlebihan adalah beri’tikaf (bersemedi
atau berdiam) di kuburnya, berdo’a di sisi kubur orang sholih, membuatkan patung atau monumen untuk
mengenang mereka. Maka lihat pula kesyirikan yang terjadi pada para wali, kyai, ustadz dan sunan yang saat ini
muncul bermulanya dari sikap berlebihan terhadap kubur mereka. Sampai-sampai ada kubur orang sholih yang
terus dicuri pasirnya, hingga kuburnya bisa ambles. Na’udzu billah min dzalik.
Maka timbul pertanyaan apakah ibadah yang kita lakukan selama ini sudah benar????
Untuk menjawab itu mari kita lihat kutipan ayat dibawah:
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islamitu jadi agama bagimu” (QS Al-Maaidah: [5] : 3)
Ibnu Katsir ketika mentafsirkan (QS. al-Maidah [5]:3) berkata, “Tidak ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali perkara yang disyariatkan-Nya.”
اَن رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تَـرَكْتُ فِـيْكُمْ اَمـْرَيـْنِ لَنْ تَضِلـوْا مَا تَـمَسكْـتُمْ بِـهِمَا: كِـتَابَ اللهِ وَ سُنـةَ رَسُوْلـــِهِ. مالك
Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda : “Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduaya, yaitu : Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. [HR. Malik]
عَنِ ابـْنِ عَباسٍ رض قَالَ: اَن رَسُوْلَ اللهِ ص خَطَبَ النـاسَ فِى حَجةِ اْلوَدَاعِ، فَقَالَ: اِن الشيْطَانَ قَدْ يَـئِسَ اَنْ يُـعْبَدَ بِاَرْضِكُمْ وَ لكِـنْ رَضِيَ اَنْ يُـطَاعَ فِـيْمَا سِوَى ذلِكَ مِما تَحَاقَـرُوْنَ مِنْ اَعْمَالِكُمْ فَاحْذَرُوْا. اِنـى قَدْ تَـرَكْتُ فِـيْكُمْ مَا اِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَـلَـنْ تَضِلـوْا اَبـَدًا. كِـتَابَ اللهِ وَ سُنـةَ نَـبِـيهِ. الحاكم
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW pernah berkhutbah kepada orang banyak dikala hajji wada’, beliau bersabda : “Sesungguhnya syaithan telah berputus asa bahwa ia akan disembah di tanahmu ini, tetapi ia puas ditha’ati pada selain demikian yaitu dari apa-apa yang kalian anggap remeh dari amal perbuatan kalian. Maka hati-hatilah kalian. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu sekalian apa-apa yang jika kamu sekalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”. [HR. Al-Hakim]
Terus hukumnya bagaimana??
عَنْ أُم الْمُؤْمِنِيْنَ أُم عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد ]
Dari Ummul mukminin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”.
(Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”) [Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718]
مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللّهِ.
"Barangsiapa yang mengada-adakan suatu bid'ah atau melindungi pelaku bid'ah, maka ia mendapatkan laknat Allah."
Muttafaq 'alaih: al-Bukhari, no. 1870; dan Muslim, no. 1370.
Sudah sesuai Al-Qur'an dan Sunnah Rasulkah ibadah kita???
Wallahualam Bisawab.....
0
2.4K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan