- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jokowi Diingatkan tak Terjebak Data Palsu soal Beras Nasional


TS
InRealLife
Jokowi Diingatkan tak Terjebak Data Palsu soal Beras Nasional
http://www.tribunnews.com/nasional/2...beras-nasional

Pak Presiden, bolehlah ajak ngobrol Pak Firman ini, biar dia jelaskan lebih lanjut soal data palsu dan perusahaan milik menteri itu. Sesudah itu diinvestigasi benar tidaknya. Urusan beras ini sensitif, dan banyak yang bakal mengail di air keruh.

Quote:
Jokowi Diingatkan tak Terjebak Data Palsu soal Beras Nasional
Senin, 11 Mei 2015 14:06 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR yang membidangi pertanian, Firman Subagyo mengingatkan pemerintah untuk tidak terjebak tentang kondisi perberasan nasional. Menurutnya, kesalahan data bisa berakibat salah dalam pengambilan kebijakan perberasan sekaligus, memicu permainan mafia beras.
Firman yang juga politisi Partai Golkar ini menyampaikan tersebut terkait perbedaan pandangan antara Presiden Jokowi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tentang beras. Jokowi sebelumnya menegaskan tidak akan ada impor beras sementara JK menyatakan keran impor beras akan dibuka untuk memenuhi cadangan. Firman menduga, perbedaan pandangan itu lantaran ada yang memberi data salah ke Presiden Jokowi.
"Seharusnya Pak Jokowi sudah diberi data soal produksi beras nasional yang sesungguhnya. Dalam sejarah perberasan nasional, Bulog belum pernah menyarap empat juta ton karena yang tertinggi 3,6 juta ton. Saya kira ada missing link di data. Kementerian Pertanian bikin rata-rata tujuh ton maksimal. Sehingga surplus yang ada surplus semu. Maka Kementan harus serius membenahi data soal produksi beras nasional kita," kata Firman Senin (10/5/2015).
"Ini saya nyatakan pernyataan presiden dan wapres berbeda, keduanya tak harmonis sehingga pemerintahan keropos. Penanggung jawab pemerintahan kan presiden. Harusnya datanya kuat dan benar. Selama ini data tak transparan, grey area. Dan Kemendag bermain dengan menggunakan data yang grey area itu," paparnya.
Ia mengingatkan, pernyataan Jokowi bahwa tidak akan ada impor beras juga membuat tengkulak mulai bermain. Sebab, para mafia beras mulai menimbun beras untuk mengkondisikan kelangkaan beras sehingga pemerintah membuka keran impor. Firman kemudian menyebut ada perusahaan pemain beras yang terafiliasi ke salah satu menteri saat ini.
"Dengan statemen presiden tak ada impor, para tengkulak main. Ada perusahaan pemborong beras yang indikasinya milik menteri. Karena mereka tahu, beras lokal akan jadi salah satu cadangan dan andalan, bahwa dengan tak ada impor, beras lokal melonjak. Makanya perusahaaan itu menimbun," ujar Firman.
Firman menegaskan kembali, yang paling penting dalam menentukan swasembada adalah kejujuran semua pihak. Parahnya, justru perusahaan milik salah satu menteri itu pula yang beroperasi memborong beras petani dengan harga tinggi sehingga Bulog tak bisa bersaing.
"Akhirnya ketika beras masuk gudang semua, begitu di lapangan dan pasaran habis, mau tak mau kan impor. Yang ditunggu cuma impor itu. Itu bagian dari skenario importir beras itu. Nanti habis beras ini, muncul juga skema importir kedelai dan gula," ulasnya.
Firman juga menyayangkan sikap Direksi Perum Bulog yang ia anggap kurang memahami dunia perberasan. Akibatnya, Bulog maupun pemerintah juga kesulitam membaca situasi dan kondisi yang ada.
"Masalah ini akan menjadi sulit kalau pemerintah tak mempertegas data yang ada. Karena data yang ada hanya data asal bapak senang. Bisa jadi menterinya dibohongi anak buahnya. Di sisi lain, harga pasar harus dikendalikan betul. Pemerintah juga harus tentukan harga eceran tertinggi dan terendah," cetusnya.
Selain itu Firman juga mendesak pemerintah bersikap tegas kepada para penimbun beras. Sebab, sudah ada ketentuan di Undang-Undang Pangan tentang sanksi pidana bagi para spekulan. Padahal, Firman memastikan, indikasi pidana dalam mafia beras sangat kentara.
"UU ini sudah diundangkan sejak 2012, nyaris tak ada pergerakan apa-apa oleh pemerintah. Padahal undang-undangnya sudah revoluisoner," Firman menegaskan kembali.
Senin, 11 Mei 2015 14:06 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR yang membidangi pertanian, Firman Subagyo mengingatkan pemerintah untuk tidak terjebak tentang kondisi perberasan nasional. Menurutnya, kesalahan data bisa berakibat salah dalam pengambilan kebijakan perberasan sekaligus, memicu permainan mafia beras.
Firman yang juga politisi Partai Golkar ini menyampaikan tersebut terkait perbedaan pandangan antara Presiden Jokowi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tentang beras. Jokowi sebelumnya menegaskan tidak akan ada impor beras sementara JK menyatakan keran impor beras akan dibuka untuk memenuhi cadangan. Firman menduga, perbedaan pandangan itu lantaran ada yang memberi data salah ke Presiden Jokowi.
"Seharusnya Pak Jokowi sudah diberi data soal produksi beras nasional yang sesungguhnya. Dalam sejarah perberasan nasional, Bulog belum pernah menyarap empat juta ton karena yang tertinggi 3,6 juta ton. Saya kira ada missing link di data. Kementerian Pertanian bikin rata-rata tujuh ton maksimal. Sehingga surplus yang ada surplus semu. Maka Kementan harus serius membenahi data soal produksi beras nasional kita," kata Firman Senin (10/5/2015).
"Ini saya nyatakan pernyataan presiden dan wapres berbeda, keduanya tak harmonis sehingga pemerintahan keropos. Penanggung jawab pemerintahan kan presiden. Harusnya datanya kuat dan benar. Selama ini data tak transparan, grey area. Dan Kemendag bermain dengan menggunakan data yang grey area itu," paparnya.
Ia mengingatkan, pernyataan Jokowi bahwa tidak akan ada impor beras juga membuat tengkulak mulai bermain. Sebab, para mafia beras mulai menimbun beras untuk mengkondisikan kelangkaan beras sehingga pemerintah membuka keran impor. Firman kemudian menyebut ada perusahaan pemain beras yang terafiliasi ke salah satu menteri saat ini.
"Dengan statemen presiden tak ada impor, para tengkulak main. Ada perusahaan pemborong beras yang indikasinya milik menteri. Karena mereka tahu, beras lokal akan jadi salah satu cadangan dan andalan, bahwa dengan tak ada impor, beras lokal melonjak. Makanya perusahaaan itu menimbun," ujar Firman.
Firman menegaskan kembali, yang paling penting dalam menentukan swasembada adalah kejujuran semua pihak. Parahnya, justru perusahaan milik salah satu menteri itu pula yang beroperasi memborong beras petani dengan harga tinggi sehingga Bulog tak bisa bersaing.
"Akhirnya ketika beras masuk gudang semua, begitu di lapangan dan pasaran habis, mau tak mau kan impor. Yang ditunggu cuma impor itu. Itu bagian dari skenario importir beras itu. Nanti habis beras ini, muncul juga skema importir kedelai dan gula," ulasnya.
Firman juga menyayangkan sikap Direksi Perum Bulog yang ia anggap kurang memahami dunia perberasan. Akibatnya, Bulog maupun pemerintah juga kesulitam membaca situasi dan kondisi yang ada.
"Masalah ini akan menjadi sulit kalau pemerintah tak mempertegas data yang ada. Karena data yang ada hanya data asal bapak senang. Bisa jadi menterinya dibohongi anak buahnya. Di sisi lain, harga pasar harus dikendalikan betul. Pemerintah juga harus tentukan harga eceran tertinggi dan terendah," cetusnya.
Selain itu Firman juga mendesak pemerintah bersikap tegas kepada para penimbun beras. Sebab, sudah ada ketentuan di Undang-Undang Pangan tentang sanksi pidana bagi para spekulan. Padahal, Firman memastikan, indikasi pidana dalam mafia beras sangat kentara.
"UU ini sudah diundangkan sejak 2012, nyaris tak ada pergerakan apa-apa oleh pemerintah. Padahal undang-undangnya sudah revoluisoner," Firman menegaskan kembali.
Pak Presiden, bolehlah ajak ngobrol Pak Firman ini, biar dia jelaskan lebih lanjut soal data palsu dan perusahaan milik menteri itu. Sesudah itu diinvestigasi benar tidaknya. Urusan beras ini sensitif, dan banyak yang bakal mengail di air keruh.
0
1.1K
Kutip
8
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan