Anggaran pendidikan Indonesia tahun 2015 dalam APBN-P 2015 mencapai 20,59% dari APBN-P 2015 atau setara dengan Rp408,5 triliun. Angka tersebut sudah memenuhi persentase minimal anggaran pendidikan dalam konstitusi(UUD 1945)yaitu 20%. Sejak 2014, pemerintahan Joko Widodo bahkan meluncurkan Kartu Indonesia Pintar sehingga dapat meringankan tanggungan biaya pendidikan bagi anak-anak oleh orang tua. Namun, dengan anggaran sebesar itu, pemerintah Indonesia masih belum mampu memberikan pendidikan yang sepenuhnya(dan baru sebagian)gratis bagi semua anak seperti yang diberikan pemerintahan di negara maju.

Di Indonesia, banyak anak ingin bersekolah namun tidak bisa karena kekurangan dana. Ini adalah data yang saya himpun dari laporan UNICEF di Indonesia pada 2012.

1. 92% anak di Indonesia terdaftar di Sekolah Dasar.

2. Kemungkinan anak dari keluarga miskin untuk putus sekolah 4 kali lebih besar daripada anak dari keluarga kaya.

3. 7% dari anak berusia 5-17 tahun menjadi pekerja anak.

4. Ada 2,3 juta anak usia 7-15 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah.

5. 44,4 juta atau 50% dari jumlah anak di Indonesia tergolong miskin, lebih banyak dari jumlah orang dewasa yang miskin. Mereka hidup dengan pengeluaran kurang dari US$1,75 per hari.

6. Di 3 provinsi utama di pulau Jawa(Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), angka putus sekolah mencapai 42%.

Anak-anak yang tidak bersekolah dan bekerja sangat rentan menjadi objek eksploitasi. Jadi, bagi adik-adik yang masih bersekolah, belajarlah dengan serius. Ingat, masih banyak anak di luar sana yang ingin mencicipi bangku sekolah seperti kalian!

Orang tua di Indonesia cenderung ingin anaknya menguasai kemampuan yang tergolong dini untuk dipelajarinya. Banyak anak usia PAUD dan TK yang diajarkan dan mampu membaca, menulis, dan berhitung(bahkan sampai perkalian dan pembagian). Sebenarnya, menurut ilmu Psikologi, usia minimum yang tepat bagi seorang anak untuk mempelajari hal tersebut adalah 7 tahun. Artinya, usia anak saat memasuki Sekolah Dasar idealnya adalah 7 tahun dan pelajaran tersebut tidak cocok diajarkan di PAUD dan TK. Di Indonesia, usia masuk Sekolah Dasar adalah 5-6 tahun. Saya sendiri masuk SD tahun 2002 saat berusia 5 tahun 10 bulan.

Tawuran pelajar di Indonesia cukup marak terjadi di berbagai daerah. Meski fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun maraknya kejadian ini menunjukkan betapa masih kurangnya pendidikan akhlak dan mental di sekolah Indonesia sehingga remaja Indonesia masih belum mampu mengendalikan emosi dan kelakuannya serta hanya berani keroyokan.

Entah mengapa pelajar Indonesia memiliki kebiasaan yang cukup"mewah"bahkan dibandingkan dengan pelajar di negara maju sekalipun. Pelajar di Indonesia sudah akrab dengan gadgetsejak Sekolah Dasar(bahkan mungkin sejak balita). Steve Jobs(pendiri Apple)saja melarang anaknya menggunakan gadget dan menyuruhnya bermain pasir untuk membuatnya peka dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarmya. Kemudian, pelajar sekolah di kota-kota besar berangkat ke sekolah dengan motor atau mobil. Hal tersebut tidak akan kita jumpai di Jepang, negara di mana merek mobil dan motor yang dipakai anak-anak tersebut kebanyakan berasal. Di sana, semua anak, baik kaya maupun miskin, pergi ke sekolah dengan berjalan kaki atau menaiki sepeda.

Sementara itu, di pelosok daerah di Indonesia, bahkan mungkin hanya beberapa puluh kilometer dari ibukota, kita bisa menjumpai anak-anak yang harus menempuh perjalanan jauh dan melewati rintangan yang cukup berat bahkan dapat membahayakan keselamatan mereka hanya untuk pergi ke sekolah dengan kondisi yang mungkin kurang layak.

Pelajar Indonesia seringkali memenangkan berbagai kejuaraan seperti olimpiade fisika, matematika, dan sebagainya atau membuat karya yang patut diapresiasi seperti robot, mobil nasional, atau film animasi. Namun, karena minimnya dukungan di dalam negeri, mereka akhirnya mangkrak atau disabet negara lain yang mampu melihat potensinya.

Pendidikan bahasa Indonesia diajarkan selama 12 tahun dari jenjang SD sampai SMA. Namun tampaknya, pembelajaran tersebut sia-sia. Sebagai indikator adalah menjamurnya bahasa Alay di kalangan remaja dewasa ini.

Sistem pendidikan di Indonesia masih belum mengarahkan anak didik untuk menjadi pencipta lapangan kerja(kecuali untuk SMK yang diberikan keterampilan tertentu yang dapat dikembangkan sebagai usaha mandiri). Bila sebuah negara ingin disebut negara maju, minimal 2% dari jumlah penduduk haruslah berwirausaha. Angka tersebut di Indonesia hanya 0,18%.

Sumber I
Sumber II
Sumber III
Sumber IV
Sumber V