- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Beda Jokowi dan SBY Sikapi Kebijakan Kenaikan Tunjangan Pejabat


TS
mat_indon
Beda Jokowi dan SBY Sikapi Kebijakan Kenaikan Tunjangan Pejabat
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Beda Jokowi dan SBY Sikapi Kebijakan Kenaikan Tunjangan Pejabat

Kebijakan Pemerintah era Jokowi dan SBY punya cara yang berbeda dalam menyikapi polemik kenaikan tunjangan pejabat.
Solopos.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 39/2015 tentang enaikan Tunjangan Uang Muka Pembelian Mobil Pejabat Negara. Pembatalan ini diakui lantaran setelah muncul desakan dari kalangan masyarakat.
Dilansir Antara, Senin (6/4/2015), Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 6 April 2015 mengatakan pemerintah mempertimbangkan konteks perekonomian masyarakat.
Meski tak terlalu riuh, pembatalan Perpres ini cukup diapresiasi. Meski begitu, banyak kalangan yang mempertanyakan kenapa Presiden menandatangani Perpres yang disebut-sebut tak diketahui detailnya itu.
Terlepas dari polemik soal Perpres No.39/2015, kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat Negara memang selalu menuai kontroversi. Kebijakan serupa pernah menjadi polemik di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pada peraturan sebelum era SBY, yaitu Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2003 tentang fasilitas kredit bagi pejabat negara pembelian mobil pribadi, pemerintah memberi Rp70 juta.
Jumlah itu baru bertambah ketika SBY meneken peraturan baru dalam bentuk PerpresNo. 68/2010. Kali ini peraturan itu bukan lagi pemberian fasilitas kredit tapi berganti menjadi pemberian fasilitas uang muka.
Rupiah yang diterima para pejabat negara pun naik dari Rp70 juta menjadi Rp116 juta per orang. Pasal lima Perpres itu pun menyebutkan bahwa Perpres No. 92/2006 dianggap tidak berlaku.
Langkah ini yang membuat kebijakan yang dilakukan Presiden Jokowi berbeda dengan Presiden SBY.
Selain itu, Jokowi juga sempat bingung dan cenderung menyalahkan anak buahnya perihal lolosnya peraturan yang mengubah fasilitas uang muka yang diberikan kepada pejabat negara dari Rp116,65 juta menjadi Rp210,89 juta.
Sedangkan Presiden SBY tampak lebih dingin dan tanpa banyak berbicara di media kala menaikkan tunjangan pembelian mobil para pejabat itu.
--------------
Beda SBY dan Jokowi Soal Mencabut Perpres yang Memanjakan Pejabat
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipastikan akan mencabut Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2015 tentang kenaikan uang muka mobil bagi pejabat negara. Perpres yang belum genap satu bulan diterbitkan itu dicabut karena memicu pro dan kontra di masyarakat.
Maklum dalam perpres tersebut besarnya bantuan DP mobil untuk pejabat negara mencapai Rp 210.890.000 per orang, naik dibanding bantuan pada 2010 yang sebesar Rp 116 juta.
Soal mencabut Perpres yang baru diterbitkan, Presiden Jokowi tak sendiri. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah mencabut Perpres yang belum lama dia teken. Bedanya SBY mencabut perpres setelah delapan tahun menjabat, sementara Presiden Jokowi enam bulan setelah dilantik.
Presiden SBY mencabut dua perpres yakni Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 dan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2013. Kedua perpres tersebut ditandatangani oleh Presiden SBY pada 16 Desember 2013.
Namun setelah diterbitkan, Perpres tersebut memicu pro dan kontra di masyarakat. Maklum dalam perpres itu diatur soal pemberian fasilitas berobat gratis bagi pejabat negara hingga ke luar negeri.
"Saya putuskan kedua perpres itu saya cabut dan tidak berlaku," kata SBY di Istana Presiden di Bogor, Jawa Barat, Senin, 30 Desember 2013 lalu.
Setelah dicabut, menurut SBY, semua fasilitas kesehatan bagi masyarakat termasuk pejabat negara akan mengikuti ketentuan dalam sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto mengatakan meski sudah ditandatangani, sebuah peraturan presiden bisa saja dicabut. Dia menyebut, langkah SBY mencabut Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 dan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2013 itu sudah tepat.
Apalagi terbitnya dua perpres tersebut menimbulkan pro dan kontra karena tidak sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu.
Kini setelah di zaman Presiden Jokowi juga terbit perpres tentang kenaikan uang muka mobil bagi pejabat negara yang memicu pro dan kontra. Agus pun menyarankan agar pemerintah tak ragu untuk mengevaluasi atau mencabut perpres tersebut.
"Ini kalau bisa ditinjau ulang keinginan pemerintah. Tapi, tentunya kita serahkan kembali karena ini kebijakan pemerintah, mau ditarik atau enggak Perpres ini," kata Wakil Ketua DPR ini di Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015).
Menteri Sekretaris Negara Pratikno memastikan bahwa Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2015 akan dicabut sore ini.
"(Presiden) Memerintahkan kepada kami, Seskab dan Mensesneg, untuk bukan hanya mereview tapi juga mencabut Perpres yang terkait dengan penambahan dana uang muka mobil untuk pembelian perorangan pejabat," tutur Pratikno usai mendampingi Presiden mengikuti rapat konsultasi di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/4/2015).
-----------------------------
Mengingatkan kembali ke berita lama:
SBY Batalkan Perpres Fasilitas Kesehatan Pejabat Negara
30 Des 2013 at 16:24 WIB
Pemerintah akhirnya mempertimbangkan polemik terkait fasilitas kesehatan bagi para pejabat dan negaranya. Dua Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang tunjangan kesehatan pejabat akhirnya dibatalkan.
Hal ini terungkap dari keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 105 Tahun 2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menteri dan Pejabat Tertentu. Pencabutan juga dilakukan untuk Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2013 tantang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR, DPD, BPK, Komisi Yudisial, Hakim Mahkamah Konstitusi, dan Hakim Agung Mahkamah Agung.
"Saya putuskan 2 (dua) perpres itu dicabut dan tidak berlaku. Semua sudah diatur dalam sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang berlaku 1 Januari," kata Presiden SBY dalam konperensi pers di Istana Bogor seperti mengutip laman Sekretariat Kabinet, Jawa Barat, Senin (30/12/2013).
Sebagaimana diketahui melalui kedua Perpres yang ditandatangani Presiden SBY pada 16 Desember 2013 itu, pemerintah memberikan pelayanan kesehatan paripurna (menyeluruh), termasuk pelayanan kesehatan rumah sakit di luar negeri yang dilakukan dengan mekanisme penggantian biaya. Pelayanan itu ditujukan kepada Menteri dan Pejabat Tertentu (pejabat eselon I dan pejabat yang mendapat kedudukan setara eselon I), dan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR-RI; Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK); Komisi Yudisial (KY); Hakim Mahkamah Konstitusi (MK); dan Hakim Agung Mahkamah Agung termasuk keluarga mereka.
Biaya pelayanan kesehatan paripurna itu untuk pejabat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD), sementara untuk pejabat daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dalam konperensi pers itu, Presiden SBY mengaku mendengar berbagai polemik yang muncul terkait terbitnya Perpres Pelayanan Kesehatan bagi para pejabat negara, yang menganggapnya kurang tepat, yang menilai tidak diperlukan dan sebagainya
"Kami mendengar. Oleh karena itu hari ini kita bahas secara seksama, dengan memahami apa sistem dan UU yg mengatur, kita kembalikan pada tujuan awal dari diberlakukannya BPJS dan Sistem Jaminan Sosial nasional (SJSN) supaya klop dengan sistem dan UU yang akan dijalankan," papar Presiden.
Dijelaskan Kepala Negara, meskipun kedua Perpres itu konsepnya asuransi kesehatan, dalam telaahan di rapat terbatas diketahui memang ada beberapa ketentuan yang tidak diperlukan. Karena kalau BPJS dijalankan itu sudah jelas, dan bisa dianggap tidak sesuai dengan yang diniatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang mendasari pelaksanaan SJSN itu.
"Saya putuskan tadi, karena kita sudah punya sistem BPJS dan SJSN yang akan berlaku 1 Januari, semua kita integrasikan di situ, tidak perlu kita lakukan pengaturan-pengaturan yang terlalu khusus. Maka saya putuskan kedua Perpres itu saya cabut, dan tidak berlaku karena semua akan diatur, sudah bisa masuk dalam sistem BPJS yang akan dilaksanakan pada 1 Januari mendatang," jelas Kepala Negara.
Jadi, lanjut Presiden, pejabat negara, pejabat pemerintah beserta istri dan keluarganya masuk dalam sistem BPJS itu. Dengan demikian, berlaku bagi semuanya. (Nrm/Igw)
----------------------------
Presiden mencabut perpres itu hal yang biasa, tidak usah dibesar-besarkan.
Yang penting tugas kita mengontrol jika ada perpres yang kurang baik atau salah secara norma, harus kita ingatkan Presiden
Itulah fungsi warga negara yang baik yang memberikan feedback ke presiden
Beda Jokowi dan SBY Sikapi Kebijakan Kenaikan Tunjangan Pejabat

Kebijakan Pemerintah era Jokowi dan SBY punya cara yang berbeda dalam menyikapi polemik kenaikan tunjangan pejabat.
Solopos.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 39/2015 tentang enaikan Tunjangan Uang Muka Pembelian Mobil Pejabat Negara. Pembatalan ini diakui lantaran setelah muncul desakan dari kalangan masyarakat.
Dilansir Antara, Senin (6/4/2015), Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 6 April 2015 mengatakan pemerintah mempertimbangkan konteks perekonomian masyarakat.
Meski tak terlalu riuh, pembatalan Perpres ini cukup diapresiasi. Meski begitu, banyak kalangan yang mempertanyakan kenapa Presiden menandatangani Perpres yang disebut-sebut tak diketahui detailnya itu.
Terlepas dari polemik soal Perpres No.39/2015, kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat Negara memang selalu menuai kontroversi. Kebijakan serupa pernah menjadi polemik di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pada peraturan sebelum era SBY, yaitu Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2003 tentang fasilitas kredit bagi pejabat negara pembelian mobil pribadi, pemerintah memberi Rp70 juta.
Jumlah itu baru bertambah ketika SBY meneken peraturan baru dalam bentuk PerpresNo. 68/2010. Kali ini peraturan itu bukan lagi pemberian fasilitas kredit tapi berganti menjadi pemberian fasilitas uang muka.
Rupiah yang diterima para pejabat negara pun naik dari Rp70 juta menjadi Rp116 juta per orang. Pasal lima Perpres itu pun menyebutkan bahwa Perpres No. 92/2006 dianggap tidak berlaku.
Langkah ini yang membuat kebijakan yang dilakukan Presiden Jokowi berbeda dengan Presiden SBY.
Selain itu, Jokowi juga sempat bingung dan cenderung menyalahkan anak buahnya perihal lolosnya peraturan yang mengubah fasilitas uang muka yang diberikan kepada pejabat negara dari Rp116,65 juta menjadi Rp210,89 juta.
Sedangkan Presiden SBY tampak lebih dingin dan tanpa banyak berbicara di media kala menaikkan tunjangan pembelian mobil para pejabat itu.
--------------
Beda SBY dan Jokowi Soal Mencabut Perpres yang Memanjakan Pejabat
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipastikan akan mencabut Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2015 tentang kenaikan uang muka mobil bagi pejabat negara. Perpres yang belum genap satu bulan diterbitkan itu dicabut karena memicu pro dan kontra di masyarakat.
Maklum dalam perpres tersebut besarnya bantuan DP mobil untuk pejabat negara mencapai Rp 210.890.000 per orang, naik dibanding bantuan pada 2010 yang sebesar Rp 116 juta.
Soal mencabut Perpres yang baru diterbitkan, Presiden Jokowi tak sendiri. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah mencabut Perpres yang belum lama dia teken. Bedanya SBY mencabut perpres setelah delapan tahun menjabat, sementara Presiden Jokowi enam bulan setelah dilantik.
Presiden SBY mencabut dua perpres yakni Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 dan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2013. Kedua perpres tersebut ditandatangani oleh Presiden SBY pada 16 Desember 2013.
Namun setelah diterbitkan, Perpres tersebut memicu pro dan kontra di masyarakat. Maklum dalam perpres itu diatur soal pemberian fasilitas berobat gratis bagi pejabat negara hingga ke luar negeri.
"Saya putuskan kedua perpres itu saya cabut dan tidak berlaku," kata SBY di Istana Presiden di Bogor, Jawa Barat, Senin, 30 Desember 2013 lalu.
Setelah dicabut, menurut SBY, semua fasilitas kesehatan bagi masyarakat termasuk pejabat negara akan mengikuti ketentuan dalam sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto mengatakan meski sudah ditandatangani, sebuah peraturan presiden bisa saja dicabut. Dia menyebut, langkah SBY mencabut Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 dan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2013 itu sudah tepat.
Apalagi terbitnya dua perpres tersebut menimbulkan pro dan kontra karena tidak sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu.
Kini setelah di zaman Presiden Jokowi juga terbit perpres tentang kenaikan uang muka mobil bagi pejabat negara yang memicu pro dan kontra. Agus pun menyarankan agar pemerintah tak ragu untuk mengevaluasi atau mencabut perpres tersebut.
"Ini kalau bisa ditinjau ulang keinginan pemerintah. Tapi, tentunya kita serahkan kembali karena ini kebijakan pemerintah, mau ditarik atau enggak Perpres ini," kata Wakil Ketua DPR ini di Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015).
Menteri Sekretaris Negara Pratikno memastikan bahwa Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2015 akan dicabut sore ini.
"(Presiden) Memerintahkan kepada kami, Seskab dan Mensesneg, untuk bukan hanya mereview tapi juga mencabut Perpres yang terkait dengan penambahan dana uang muka mobil untuk pembelian perorangan pejabat," tutur Pratikno usai mendampingi Presiden mengikuti rapat konsultasi di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/4/2015).
-----------------------------
Mengingatkan kembali ke berita lama:
SBY Batalkan Perpres Fasilitas Kesehatan Pejabat Negara
30 Des 2013 at 16:24 WIB
Pemerintah akhirnya mempertimbangkan polemik terkait fasilitas kesehatan bagi para pejabat dan negaranya. Dua Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang tunjangan kesehatan pejabat akhirnya dibatalkan.
Hal ini terungkap dari keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 105 Tahun 2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menteri dan Pejabat Tertentu. Pencabutan juga dilakukan untuk Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2013 tantang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR, DPD, BPK, Komisi Yudisial, Hakim Mahkamah Konstitusi, dan Hakim Agung Mahkamah Agung.
"Saya putuskan 2 (dua) perpres itu dicabut dan tidak berlaku. Semua sudah diatur dalam sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang berlaku 1 Januari," kata Presiden SBY dalam konperensi pers di Istana Bogor seperti mengutip laman Sekretariat Kabinet, Jawa Barat, Senin (30/12/2013).
Sebagaimana diketahui melalui kedua Perpres yang ditandatangani Presiden SBY pada 16 Desember 2013 itu, pemerintah memberikan pelayanan kesehatan paripurna (menyeluruh), termasuk pelayanan kesehatan rumah sakit di luar negeri yang dilakukan dengan mekanisme penggantian biaya. Pelayanan itu ditujukan kepada Menteri dan Pejabat Tertentu (pejabat eselon I dan pejabat yang mendapat kedudukan setara eselon I), dan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR-RI; Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK); Komisi Yudisial (KY); Hakim Mahkamah Konstitusi (MK); dan Hakim Agung Mahkamah Agung termasuk keluarga mereka.
Biaya pelayanan kesehatan paripurna itu untuk pejabat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD), sementara untuk pejabat daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dalam konperensi pers itu, Presiden SBY mengaku mendengar berbagai polemik yang muncul terkait terbitnya Perpres Pelayanan Kesehatan bagi para pejabat negara, yang menganggapnya kurang tepat, yang menilai tidak diperlukan dan sebagainya
"Kami mendengar. Oleh karena itu hari ini kita bahas secara seksama, dengan memahami apa sistem dan UU yg mengatur, kita kembalikan pada tujuan awal dari diberlakukannya BPJS dan Sistem Jaminan Sosial nasional (SJSN) supaya klop dengan sistem dan UU yang akan dijalankan," papar Presiden.
Dijelaskan Kepala Negara, meskipun kedua Perpres itu konsepnya asuransi kesehatan, dalam telaahan di rapat terbatas diketahui memang ada beberapa ketentuan yang tidak diperlukan. Karena kalau BPJS dijalankan itu sudah jelas, dan bisa dianggap tidak sesuai dengan yang diniatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang mendasari pelaksanaan SJSN itu.
"Saya putuskan tadi, karena kita sudah punya sistem BPJS dan SJSN yang akan berlaku 1 Januari, semua kita integrasikan di situ, tidak perlu kita lakukan pengaturan-pengaturan yang terlalu khusus. Maka saya putuskan kedua Perpres itu saya cabut, dan tidak berlaku karena semua akan diatur, sudah bisa masuk dalam sistem BPJS yang akan dilaksanakan pada 1 Januari mendatang," jelas Kepala Negara.
Jadi, lanjut Presiden, pejabat negara, pejabat pemerintah beserta istri dan keluarganya masuk dalam sistem BPJS itu. Dengan demikian, berlaku bagi semuanya. (Nrm/Igw)
----------------------------
Presiden mencabut perpres itu hal yang biasa, tidak usah dibesar-besarkan.
Yang penting tugas kita mengontrol jika ada perpres yang kurang baik atau salah secara norma, harus kita ingatkan Presiden
Itulah fungsi warga negara yang baik yang memberikan feedback ke presiden

Diubah oleh mat_indon 08-04-2015 10:23
0
1.5K
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan