mat_indonAvatar border
TS
mat_indon
Gadis 14 Tahun Ini Tinggal di Gubuk Tua Bersama Ayah dan Neneknya yang Sakit
SUMBER



Bandung - Di sebuah gubuk tua di Kampung Gambung, Desa Mekarsari, Kecamatan Pasir Jambu RT 4 RW 3 Kabupaten Bandung, Dewanti Rustini Putri (14) tinggal bersama ayahnya yang sakit dan neneknya yang lumpuh.

Gubuk berukuran 8x4 meter ini sudah rapuh. Maklum saja, sudah dihuni sejak tahun 1973 dan sempat kena gempa beberapa tahun lalu. Di beberapa sudut rumah sudah ada beberapa anyaman bambu yang bolong dan hanya ditutup oleh koran.

Ada tiga kamar di gubuk itu. Kamar neneknya cukup luas sekitar 2x1 meter. Namun hanya beralas karpet butut dengan jendela tanpa kaca. Angin dingin Gambung dengan bebasnya masuk ke kamar nenek Omih.

Sementara kamar Wanti hanya berukuran 1x1,5 meter yang bersebelahan dengan dapur. Itupun hanya disekat dengan menggunakan kain bekas spanduk.

Remang-remang dan sempit itulah gambaran gubuk yang dihuni oleh gadis murah senyum itu bersama ayahnya Iwan riswanto (42) dan neneknya Omih (85).

Gadis yang akrab disapa Wanti itu masih duduk di Madrasah Tsanawiyah Al Amal, Gambung. Saat kedua orangtuanya bercerai saat lulus SD, Wanti sempat tinggal di rumah tantenya di Jakarta. Di ibu kota itu, hidup Wanti berkecukupan. Namun Ia memutuskan untuk pindah kembali ke kampungnya di Gambung karena kasihan kepada ayah dan neneknya.

"Kasian melihat bapak dan nenek enggak ada yang ngurus," ujar Wanti saat ditemui di gubuknya.

Secara fisik, ayah Wanti masih terlihat sehat. Namun entah apa penyakitnya, setiap kali kelelahan dan kerja berat, ayahnya itu kerap mengalami pusing yang hebat dan badannya mendadak lemas.

"Bangun tidur saja saya suka pusing. Minum obat, satu jam kemudian pusing lagi. Dulu sangat tergantung sekali dengan obat, sekarang lumayan. Mudah-mudahan kuat kerja lagi," tutur Iwan.

Sementara neneknya sudah tidak mampu berjalan. Nenek Omih pernah terjatuh kemudian mengalami pengeroposan tulang 3 tahun lalu.

"Sekarang hanya bisa duduk saja, kalau mau ke kamar mandi atau ke kamar ya ngesot, pakai tangan," kata Wanti.

Setiap hari sebelum sekolah, Wanti membereskan gubuknya terlebih dahulu. Sesekali Wanti memasak untuk sarapan, setelah itu Wanti berjalan kaki menuju sekolahnya yang berjarak sekitar 200 meter.

Sepulang sekolah, Wanti tidak langsung bermain. Ia membereskan gubuknya dulu, lalu bisa bermain bersama teman-temannya.

"Bangun subuh jam 5, solat, beres-beres, sarapan terus sekolah. Siang pulang sekolah beberes dulu baru main," kata Wanti.

Bagi Wanti hiburan utamanya adalah bermain, kasidah, serta mengaji. Itulah kegitan yang membuatnya tidak bosan.

"Di rumah enggak ada tv, jadi main, ngaji sama latihan kasidah aja biar ramai," ungkapnya.

Meskipun dalam kondisi serba terbatas, Wanti tak terlihat mengeluh. Saat berbincang dengan detikcom, senyum manis selalu mengembang dari wajah ayunya.

SUMBER

Wanti tetap bahagia meski tinggal di rumah sederhana



Merdeka.com - Dewanti Rustini Putri atau kerap disapa Wanti bukan berasal dari keluarga berada. Dia bahkan hidup di gubuk sederhana.

Tak ada pemandangan mencolok sedikit pun di rumahnya. Hiburan satu-satunya hanyalah sebuah radio butut. Suaranya pun timbul tenggelam. Televisi saja tidak nampak di dalam rumah berdiri di atas lahan seluas 50 meter persegi itu.

Rumah Wanti berada di Desa Mekarsari, Kampung Gambung, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Jauh dari hingar bingar kota. Lokasinya berada di kaki Gunung Tilu.

Pantauan merdeka.com saat menyambangi kediamannya, Jumat (20/3) siang, rumah Wanti hanya disekat bilik reot. Gubuk tua tersebut sudah berdiri 42 tahun lalu. Neneknya tinggal di kamar belakang. Sedangkan kamar Wanti bersebelahan dengan dapur. Wanti biasa tidur beralas kasur tipis di kamar berukuran 1,5 x 1 meter itu. Kondisinya jauh dari layak.

Beberapa rumahnya ada yang bolong. Bilik sudah rapuh dan bolong ditutupi koran. Sementara kamar ayah Wanti, Iwan, juga tak jauh berbeda. Atap langit-langitnya berlubang. "Kalau hujan ya bocor," kata nenek Wanti, Omih (85 tahun).

Iwan berharap ada bantuan dari pemerintah setempat buat memperbaiki rumahnya. Selama ini dia mengaku pemerintah seolah abai bagi warga miskin seperti dia. Sebab dia juga tidak memiliki pekerjaan tetap, dan hanya mengandalkan pemberian dari kakaknya Rp 500 ribu saban bulan.

"Ya cukup apa? Makan saja dipas-pasin. Makan kadang pakai nasi dan garam saja," kata Iwan.

Wanti yang juga sering ikut kegiatan qasidah belum tentu dibayar saban pentas. "Ya intinya harus disyukuri, semoga Pak Bupati mau bantu kami," ujar Wanti sambil tersenyum.


Makan nasi dicampur garam, Dewanti berharap bisa kuliah



Merdeka.com - Hidupnya jauh dari bergelimang harta. Memikirkan bagaimana untuk bisa makan hari ini saja sudah bersyukur. Itulah sedikit dari potret keluarga Dewanti Rustini Putri (13). Dia adalah gadis Desa Mekarsari, Kampung Gambung, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung yang merawat nenek dan bapaknya yang sakit.

Bapak Dewanti, yakni Iwan Riswanto (42) tidak bisa bekerja keras lantaran kondisinya sering sakit-sakitan. Iwan hanya diam di rumah dengan pekerjaan ringan.

Adapun neneknya Omih (85) hanya bisa terduduk lemah karena sudah tidak bisa berjalan. Keterbatasan itulah yang membuat Dewanti harus hidup pas-pasan.

"Makan kadang pakai nasi, diperulikin (ditaburi) garam dan kerupuk saja," tutur Wanti sapaan akrabnya saat berkisah kepada merdeka.com, Jumat (20/3).

Baginya, sesuap nasi yang ada harus disyukuri. Tidak semua orang bisa makan seperti dirinya. Memang ada keinginan untuk makan nikmat, layaknya orang kebanyakan lainnya. Tapi di seusianya dia mengesampingkan hidup yang serba enak.

"Tapi kalau disyukuri mah enak-enak saja," kisahnya dengan polos.

Saban harinya, selain memiliki tanggung jawab sebagai siswi SMP MTS Al-Amal, Wanti juga harus membantu mengurus neneknya. Dia bangun pukul 05.00 WIB dan mempersiapkan segala kebutuhannya dan seisi rumah.

"Pagi-pagi sudah beres-beres, terus siap-siap untuk berangkat sekolah," jelasnya.

Sadar tak ingin melulu merepotkan orangtua, Wanti juga aktif mengikuti kegiatan kasidahan. Musik nuansa Islami itu sudah dia tekuni sejak SD. Tak jarang dirinya bersama grupnya tampil dari masjid ke masjid. Terutama momen-momen tertentu seperti Maulud Nabi.

"Ya kadang-kadang ada, lumayan buat tambahan. Kalau dulu suka dapat setiap tahunnya seperti THR," ungkapnya.

Wanti tak ingin kondisi kehidupannya terus seperti ini. Dia ingin mengenyam pendidikan tinggi, bahkan sampai sarjana untuk membantu perekonomian keluarga. "Kalau ada uangnya ya ingin SMA terus kuliah," tutur peraih rangking tiga saat SD ini.

Wanti hidup bersama Iwan dan neneknya, lantaran ayahnya itu berpisah dengan ibunya empat tahun lalu. Wanti diajak ayahnya, adapun kakak dan adiknya ikut bersama kehidupan ibunya.



------------
Daripada uang APBDnya dihambur-hamburkan untuk beli UPS, mending dikasihkan ke warga tidak mampu seperti keluarga Wanti, sebagaimana diamanatkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa “fakir miskin dan anakanak terlantar dipelihara oleh Negara
0
4.5K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan