- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Menkes Masih Bingung Soal Wacana Putus Syaraf Libido Bagi Penjahat Seksual


TS
aghilfath
Menkes Masih Bingung Soal Wacana Putus Syaraf Libido Bagi Penjahat Seksual
Jakarta - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengusulkan hukuman memutus syaraf libido bagi pelaku kejahatan seksual. Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengaku masih bingung bagaimana menerapkannya jika wacana tersebut terealisasi.
"Iya betul, saya sendiri agak bingung. Tapi beliau (Khofifah) bilang di luar negeri ada obat yang dapat langsung menurunkan itu. Jadi bukan vasektomi (memotong saluran sperma)," ujar Nila usai menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakpus, Rabu (25/2/2015).
Nila sendiri menyatakan sebaiknya wacana itu dipertimbangkan kembali. Hukuman pemotongan syaraf libido disebutnya harus melihat indikasi-indikasi penyebab dari kejahatan seksual itu sendiri.
"Tetapi kan harus dipertimbangkan kalau itu anak muda penyebabnya apa, kemudian indikasinya apa. Indikasinya misalnya dia melakukan pemerkosaan dan patut dihukum seperti itu, tetapi itu (wacana pemotongan syaraf libido) masih jauh kok," kata Nila.
"Saya agak bingung kalau ada obatnya. Katanya di inggris atau eropa ada obatnya. Obatnya apa saya juga masih bingung," sambungnya.
Kementerian Kesehatan sendiri masih akan mengkaji lebih dalam lagi terkait wacana ini. Nila mengaku lebih melihat masalah kejahatan seksual dari sisi hulunya terlebih dahulu, seperti lingkungan, dan juga tingkat kejahatan itu sendiri.
"Kalau saya sih akan tarik ke hulu saja, sebenarnya kemiskinan juga masuk ke dalam ini, cara kehidupan dengan rumah yang sedemikian itu lah yang harus dipikirkan. Kita coba lah dikaji, tapi kalau kita melihat kalau ada pemerkosaan seperti ini dan incest kan agak keterlaluan ya," jelas dokter spesialis dokter tersebut
Salah satu yang perlu diperhatikan untuk mengatasi permasalahan kejahatan seksual dikatakan Nila bisa dimulai dari anak-anak. Pasalnya, kejahatan seksual bermula dari lingkungan pergaulan yang salah.
"Barang kali ini eranya revolusi mental harus dimulai dari anakp-anak. Banyak sebenarnya (penyebab kejahatan seksual), seperti pemakaian obat napza yang menurut kami agak sulit, karena napza sangat dekat dengan kekerasan dan sebagainya," tutur Nila.
Sebelumnya Mensos Khofifah mengatakan jajarannya sedang menggodok RUU Kekerasan Seksual yang mengatur tentang hukum perdagangan orang, perdagangan perempuan, dan perdagangan anak. Salah satu wacana terkait hukuman yang diatur pada RUU itu adalah soal memutus syaraf Libido bagi pelaku kejahatan seksual.
"Kita sedang melakukan telaah supaya ada hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual dan kejahatan seksual antara lain adalah mematikan syaraf libido pelakunya," ucap Khofifah h usai meninjau Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RSBM) Khatulistiwa, Pontianak, Kalbar, Minggu (15/2).
RUU ini sedang dikonsolidasikan Kemensos dengan beberapa dokter, lawyer, psikolog dan psikiater. Rencananya RUU ini akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
Sumur : http://m.detik.com/news/read/2015/02...njahat-seksual
Klo memang ada cara untuk memutus syaraf libido ane setuju masuk dalam bentuk hukuman bagi pemerkosa, pedofil dan penjahat kelamin lainnya, ane tunggu komeng kaskuser BP

Edited (tambahan)
RUBRIK DUNIA
Kebiri Kimia: Kemanusiaan VS Perlindungan Korban
Pemerintah India berencana memberlakukan kebiri paksa bagi pemerkosa. Meski diprotes karena dianggap tidak manusiawi, namun banyak negara yang memberlakukan metode kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual.
Tekanan yang kuat terkait kematian tragis seorang gadis yang dirudapaksa beramai-ramai di atas bus di New Delhi akhir tahun lalu, membuat pemerintah India berencana memberlakukan hukuman yang lebih keras.
Pemerintah yang berkuasa mengusulkan untuk memperberat hukuman penjara ditambah kebiri kimia paksa bagi para pelaku kejahatan seksual. Pada saat bersamaan, pemerintah Turki tahun ini juga akan memberlakukan hukuman yang sama bagi para pedofil.
Para aktivis hak asasi manusia menentang praktek kebiri kimia paksa, dan menyebut itu sebagai sebuah tindakan melawan kebebasan dan kemanusiaan.
Matikan Dorongan Seksual
Kebiri kimia berbeda dengan metode kebiri fisik. Kebiri kimia tidak dilakukan dengan membedah atau mengamputasi testis.
Secara teknis, kebiri kimia dilakukan dengan memasukkan bahan kimia antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke tubuh seseorang untuk memperlemah hormon testosteron. Secara sederhana, zat kimia yang dimasukkan ke dalam tubuh itu akan mengurangi bahkan menghilangkan libido atau hasrat seksual.
Kebiri kimia sering dianggap sebagai alternatif bagi hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati, karena pelaku kejahatan seksual bisa dibebaskan dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kejahatan yang sama.
Emosional
Direktur Human Rights Watch HRW Asia Selatan Meenakshi Ganguly, kepada Deutsche Welle menyebut “Ini seperti diskusi di ruang hampa, karena kami tidak tahu pasti apa yang dimaksud ketika orang-orang di sini (India-red) bicara soal kebiri kimia.“
Partai Kongres India yang berencana mengusulkan hukuman ini memang belum memberi penjelasan detail.
“Kami harus memahami dulu mekanisme dan prosedur medis kebiri kimia. Saat ini orang-orang masih terlalu emosi“ kata Ganguly.
Dalam kasus India, dia mengatakan bahwa yang dibutuhkan bukanlah metode hukuman baru bagi pelaku kejahatan seksual. Lebih penting lagi adalah memastikan bahwa para pelaku bisa dituntut dan dihukum, bahkan dengan aturan yang ada saat ini.
“Bicara soal hukuman baru tidak masuk akal“ kata Ganguly sambil menambahkan bahwa dia menentang semua jenis hukuman yang melibatkan unsur penyiksaan dalam bentuk apapun.
Di banyak tempat, pemberlakuan hukum kebiri kimia paksa, biasanya terjadi sebagai respon setelah terjadinya kasus pemerkosaan atau pedofilia yang membuat banyak orang marah.
Pertengahan tahun 2012, seorang laki-laki di Korea Selatan dijatuhi hukuman kebiri kimia karena berulang kali melakukan serangan seksual kepada anak-anak. Inilah untuk pertama kalinya negara itu menjatuhkan hukuman kebiri, sejak aturan itu berlaku dua tahun sebelumnya.
Laki-laki berusia 45 tahun yang empat kali melakukan pemerkosaan dan serangan seksual terhadap anak-anak di bawah umur dikebiri. Dia dibebaskan dari penjara, namun diwajibkan mendapat suntikan kebiri kimia setiap tiga bulan selama tiga tahun.
Sesuai aturan, jika menolak atau tidak datang sesuai jadwal penyuntikan, maka dia bisa dimasukkan kembali ke dalam penjara selama tujuh tahun. Tidak hanya itu. Laki-laki itu juga dipasangi gelang elektronik untuk mengawasi gerak-geriknya di luar penjara. Dia adalah orang terakhir di dunia yang tercatat menjalani hukuman kebiri kimia paksa.
Kebiri Kimia di Dunia
Kebiri kimia digunakan dalam banyak bentuk: sejumlah negara memberlakukan itu sebagai hukuman paksa sebagaimana hukuman penjara.
Sementara di negara lain, kebiri kimia ditawarkan sebagai alternatif untuk mendapat pengurangan masa hukuman. Artinya, para terpidana ditawari untuk mendapat pengurangan masa hukuman asal bersedia menjalani kebiri kimia.
Tahun 2013, Turki kemungkinan akan mulai menerapkan hukum kebiri kimia bagi para pedofil. Mereka berharap metode hukuman ini bisa menciptakan efek jera dan membuat pemerkosaan anak di bawah umur berkurang.
Tahun 2012, Moldova dan Estonia meloloskan aturan mengenai hukuman kebiri kimia. Aturan serupa juga berlaku di banyak negara termasuk Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, dan Rusia.
Setidaknya sembilan negara bagian Amerika: California, Florida, Georgia, Iowa, Louisiana, Montana, Oregon, Texas dan Wisconsin juga memberlakukan beragam versi mengenai hukuman kebiri kimia dalam sistem hukum mereka.
Jerman termasuk negara yang mempunyai aturan mengenai hukuman kebiri. Awal tahun 2012, Komite Anti Penyiksaan Uni Eropa mendesak Jerman agar mengakhiri pelaksanaan hukuman itu. Dalam jawaban tertulis, pemerintah Jerman mengatakan bahwa praktek itu "sedang ditinjau ulang."
Jerman memberlakukan hukuman ini dengan prosedur yang ketat: terpidana sebelumnya diberitahu mengenai dampak dan kemungkinan efek sampingan. Dan yang paling penting: terpidana bersedia menjalani kebiri kimia. Terakhir, hukuman ini dilaksanakan tahun 1960-an.
Tahun 2010 berbagai kelompok hak asasi manusia mengecam pemerintah Polandia yang memberlakukan hukuman kebiri kimia paksa.
Sebagaimana dikutip The Economist, dalam pernyataannya pemerintah Polandia beralasan “Tujuan dari tindakan ini adalah untuk memperbaiki kesehatan mental terpidana, menurunkan libidonya dan dengan demikian mengurangi risiko kejahatan lainnya dilakukan oleh orang yang sama.“
Menanggapi kritik yang menyebut hukuman itu tidak manusiawi, Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk mengatakan “Saya tidak percaya bahwa kita bisa menyebut para individu atau makhluk-makhluk ini sebagai manusia. Jadi dalam kasus ini, kita tidak perlu mendiskusikan hak asasi manusia.“
Andy Budiman
Editor: Ziphora Robina
POJOKSATU - Jika diminta untuk memotong syaraf libido, tak ada satu pun orang yang mau. Pemotongan syaraf pembunuh lobido ini hanya akan diberlakukan bagi orang-orang yang melanggar hukum. Gagasan hukuman potong syaraf pembunuh libiddo ini muncul ketika kasus pelecehan seksual di Jakarta International School (JIZ) tahun lalu. Karena kasus itu juga, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan saat ini Indonesia sudah masuk darurat pornografi.
Ia pun mengusulkan jika ada pelaku yang terbukti berulang kali melakukan kejahatan seksual, hendaknya hukumannya ditambah dengan memotong saraf penumbuh libido.
Bagaimana prosedur itu dilakukan secara medis dan apa efeknya terhadap pasien? Ahli neurologi dr Rocksy Fransisca V SpS menerangkan libido merupakan perasaan gairah seorang manusia yang kontrolnya terpusat di otak. “Otaklah yang mengontrol tindakan seseorang berdasarkan libidonya yang dihantarkan oleh hormon seksual yakni estrogen dan testosteron,” kata Dr Rocksy, seperti dikutip dari Metrotvnews.com, Selasa (17/02).
Sehingga, jika memang dilakukan sebuah prosedur haruslah melalui pembedahan otak. “Karena, memang di situlah pusat pengontrol perasaan seseorang, termasuk libido yang memancing gairah seksual,” terangnya.
Namun, menurut dokter yang berpraktik di Siloam Hospital Lippo Village itu, sebenarnya cara tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. “Karena tentu akan ada efek samping bagi pasien. Misalkan pada pria, ia tidak akan bisa ereksi selamanya,” tuturnya.
Ia pun menyarakan cara lain dalam mengatasi permasalahan yang juga menyangkut kejiwaan seseorang itu. “Adanya libido pada otak dipicu oleh hormon estrogen dan testosteron. Nah, hormon itu bisa ditekan dengan mengonsumsi beberapa obat-obatan agar gairah seksualnya tidak berlebihan. Atau, ketimbang membedah otak pelaku kejahatan seksual, lebih baik memperbaiki sisi psikologisnya,” kata Dr Rocksy.
Pasalnya tindakan kejahatan seksual yang dilakukan seseorang biasanya dipicu oleh trauma atau pengalaman tidak mengenakkan semasa kecil.
Munculnya gagasan hukuman potong saraf libido bagi pelaku kejahatan seksual muncul karena penegakan hukum yang dinilai lemah. Tidak sedikit pelaku kejahatan seksual yang akhirnya bebas dari proses hukum dengan berbagai alasan.
Sesuai Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, predator kejahatan seksual dihukum minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun penjara. (pri/ril)
"Iya betul, saya sendiri agak bingung. Tapi beliau (Khofifah) bilang di luar negeri ada obat yang dapat langsung menurunkan itu. Jadi bukan vasektomi (memotong saluran sperma)," ujar Nila usai menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakpus, Rabu (25/2/2015).
Nila sendiri menyatakan sebaiknya wacana itu dipertimbangkan kembali. Hukuman pemotongan syaraf libido disebutnya harus melihat indikasi-indikasi penyebab dari kejahatan seksual itu sendiri.
"Tetapi kan harus dipertimbangkan kalau itu anak muda penyebabnya apa, kemudian indikasinya apa. Indikasinya misalnya dia melakukan pemerkosaan dan patut dihukum seperti itu, tetapi itu (wacana pemotongan syaraf libido) masih jauh kok," kata Nila.
"Saya agak bingung kalau ada obatnya. Katanya di inggris atau eropa ada obatnya. Obatnya apa saya juga masih bingung," sambungnya.
Kementerian Kesehatan sendiri masih akan mengkaji lebih dalam lagi terkait wacana ini. Nila mengaku lebih melihat masalah kejahatan seksual dari sisi hulunya terlebih dahulu, seperti lingkungan, dan juga tingkat kejahatan itu sendiri.
"Kalau saya sih akan tarik ke hulu saja, sebenarnya kemiskinan juga masuk ke dalam ini, cara kehidupan dengan rumah yang sedemikian itu lah yang harus dipikirkan. Kita coba lah dikaji, tapi kalau kita melihat kalau ada pemerkosaan seperti ini dan incest kan agak keterlaluan ya," jelas dokter spesialis dokter tersebut
Salah satu yang perlu diperhatikan untuk mengatasi permasalahan kejahatan seksual dikatakan Nila bisa dimulai dari anak-anak. Pasalnya, kejahatan seksual bermula dari lingkungan pergaulan yang salah.
"Barang kali ini eranya revolusi mental harus dimulai dari anakp-anak. Banyak sebenarnya (penyebab kejahatan seksual), seperti pemakaian obat napza yang menurut kami agak sulit, karena napza sangat dekat dengan kekerasan dan sebagainya," tutur Nila.
Sebelumnya Mensos Khofifah mengatakan jajarannya sedang menggodok RUU Kekerasan Seksual yang mengatur tentang hukum perdagangan orang, perdagangan perempuan, dan perdagangan anak. Salah satu wacana terkait hukuman yang diatur pada RUU itu adalah soal memutus syaraf Libido bagi pelaku kejahatan seksual.
"Kita sedang melakukan telaah supaya ada hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual dan kejahatan seksual antara lain adalah mematikan syaraf libido pelakunya," ucap Khofifah h usai meninjau Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RSBM) Khatulistiwa, Pontianak, Kalbar, Minggu (15/2).
RUU ini sedang dikonsolidasikan Kemensos dengan beberapa dokter, lawyer, psikolog dan psikiater. Rencananya RUU ini akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
Sumur : http://m.detik.com/news/read/2015/02...njahat-seksual
Klo memang ada cara untuk memutus syaraf libido ane setuju masuk dalam bentuk hukuman bagi pemerkosa, pedofil dan penjahat kelamin lainnya, ane tunggu komeng kaskuser BP


Edited (tambahan)
RUBRIK DUNIA
Kebiri Kimia: Kemanusiaan VS Perlindungan Korban
Pemerintah India berencana memberlakukan kebiri paksa bagi pemerkosa. Meski diprotes karena dianggap tidak manusiawi, namun banyak negara yang memberlakukan metode kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual.
Tekanan yang kuat terkait kematian tragis seorang gadis yang dirudapaksa beramai-ramai di atas bus di New Delhi akhir tahun lalu, membuat pemerintah India berencana memberlakukan hukuman yang lebih keras.
Pemerintah yang berkuasa mengusulkan untuk memperberat hukuman penjara ditambah kebiri kimia paksa bagi para pelaku kejahatan seksual. Pada saat bersamaan, pemerintah Turki tahun ini juga akan memberlakukan hukuman yang sama bagi para pedofil.
Para aktivis hak asasi manusia menentang praktek kebiri kimia paksa, dan menyebut itu sebagai sebuah tindakan melawan kebebasan dan kemanusiaan.
Matikan Dorongan Seksual
Kebiri kimia berbeda dengan metode kebiri fisik. Kebiri kimia tidak dilakukan dengan membedah atau mengamputasi testis.
Secara teknis, kebiri kimia dilakukan dengan memasukkan bahan kimia antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke tubuh seseorang untuk memperlemah hormon testosteron. Secara sederhana, zat kimia yang dimasukkan ke dalam tubuh itu akan mengurangi bahkan menghilangkan libido atau hasrat seksual.
Kebiri kimia sering dianggap sebagai alternatif bagi hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati, karena pelaku kejahatan seksual bisa dibebaskan dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kejahatan yang sama.
Emosional
Direktur Human Rights Watch HRW Asia Selatan Meenakshi Ganguly, kepada Deutsche Welle menyebut “Ini seperti diskusi di ruang hampa, karena kami tidak tahu pasti apa yang dimaksud ketika orang-orang di sini (India-red) bicara soal kebiri kimia.“
Partai Kongres India yang berencana mengusulkan hukuman ini memang belum memberi penjelasan detail.
“Kami harus memahami dulu mekanisme dan prosedur medis kebiri kimia. Saat ini orang-orang masih terlalu emosi“ kata Ganguly.
Dalam kasus India, dia mengatakan bahwa yang dibutuhkan bukanlah metode hukuman baru bagi pelaku kejahatan seksual. Lebih penting lagi adalah memastikan bahwa para pelaku bisa dituntut dan dihukum, bahkan dengan aturan yang ada saat ini.
“Bicara soal hukuman baru tidak masuk akal“ kata Ganguly sambil menambahkan bahwa dia menentang semua jenis hukuman yang melibatkan unsur penyiksaan dalam bentuk apapun.
Di banyak tempat, pemberlakuan hukum kebiri kimia paksa, biasanya terjadi sebagai respon setelah terjadinya kasus pemerkosaan atau pedofilia yang membuat banyak orang marah.
Pertengahan tahun 2012, seorang laki-laki di Korea Selatan dijatuhi hukuman kebiri kimia karena berulang kali melakukan serangan seksual kepada anak-anak. Inilah untuk pertama kalinya negara itu menjatuhkan hukuman kebiri, sejak aturan itu berlaku dua tahun sebelumnya.
Laki-laki berusia 45 tahun yang empat kali melakukan pemerkosaan dan serangan seksual terhadap anak-anak di bawah umur dikebiri. Dia dibebaskan dari penjara, namun diwajibkan mendapat suntikan kebiri kimia setiap tiga bulan selama tiga tahun.
Sesuai aturan, jika menolak atau tidak datang sesuai jadwal penyuntikan, maka dia bisa dimasukkan kembali ke dalam penjara selama tujuh tahun. Tidak hanya itu. Laki-laki itu juga dipasangi gelang elektronik untuk mengawasi gerak-geriknya di luar penjara. Dia adalah orang terakhir di dunia yang tercatat menjalani hukuman kebiri kimia paksa.
Kebiri Kimia di Dunia
Kebiri kimia digunakan dalam banyak bentuk: sejumlah negara memberlakukan itu sebagai hukuman paksa sebagaimana hukuman penjara.
Sementara di negara lain, kebiri kimia ditawarkan sebagai alternatif untuk mendapat pengurangan masa hukuman. Artinya, para terpidana ditawari untuk mendapat pengurangan masa hukuman asal bersedia menjalani kebiri kimia.
Tahun 2013, Turki kemungkinan akan mulai menerapkan hukum kebiri kimia bagi para pedofil. Mereka berharap metode hukuman ini bisa menciptakan efek jera dan membuat pemerkosaan anak di bawah umur berkurang.
Tahun 2012, Moldova dan Estonia meloloskan aturan mengenai hukuman kebiri kimia. Aturan serupa juga berlaku di banyak negara termasuk Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, dan Rusia.
Setidaknya sembilan negara bagian Amerika: California, Florida, Georgia, Iowa, Louisiana, Montana, Oregon, Texas dan Wisconsin juga memberlakukan beragam versi mengenai hukuman kebiri kimia dalam sistem hukum mereka.
Jerman termasuk negara yang mempunyai aturan mengenai hukuman kebiri. Awal tahun 2012, Komite Anti Penyiksaan Uni Eropa mendesak Jerman agar mengakhiri pelaksanaan hukuman itu. Dalam jawaban tertulis, pemerintah Jerman mengatakan bahwa praktek itu "sedang ditinjau ulang."
Jerman memberlakukan hukuman ini dengan prosedur yang ketat: terpidana sebelumnya diberitahu mengenai dampak dan kemungkinan efek sampingan. Dan yang paling penting: terpidana bersedia menjalani kebiri kimia. Terakhir, hukuman ini dilaksanakan tahun 1960-an.
Tahun 2010 berbagai kelompok hak asasi manusia mengecam pemerintah Polandia yang memberlakukan hukuman kebiri kimia paksa.
Sebagaimana dikutip The Economist, dalam pernyataannya pemerintah Polandia beralasan “Tujuan dari tindakan ini adalah untuk memperbaiki kesehatan mental terpidana, menurunkan libidonya dan dengan demikian mengurangi risiko kejahatan lainnya dilakukan oleh orang yang sama.“
Menanggapi kritik yang menyebut hukuman itu tidak manusiawi, Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk mengatakan “Saya tidak percaya bahwa kita bisa menyebut para individu atau makhluk-makhluk ini sebagai manusia. Jadi dalam kasus ini, kita tidak perlu mendiskusikan hak asasi manusia.“
Andy Budiman
Editor: Ziphora Robina
POJOKSATU - Jika diminta untuk memotong syaraf libido, tak ada satu pun orang yang mau. Pemotongan syaraf pembunuh lobido ini hanya akan diberlakukan bagi orang-orang yang melanggar hukum. Gagasan hukuman potong syaraf pembunuh libiddo ini muncul ketika kasus pelecehan seksual di Jakarta International School (JIZ) tahun lalu. Karena kasus itu juga, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan saat ini Indonesia sudah masuk darurat pornografi.
Ia pun mengusulkan jika ada pelaku yang terbukti berulang kali melakukan kejahatan seksual, hendaknya hukumannya ditambah dengan memotong saraf penumbuh libido.
Bagaimana prosedur itu dilakukan secara medis dan apa efeknya terhadap pasien? Ahli neurologi dr Rocksy Fransisca V SpS menerangkan libido merupakan perasaan gairah seorang manusia yang kontrolnya terpusat di otak. “Otaklah yang mengontrol tindakan seseorang berdasarkan libidonya yang dihantarkan oleh hormon seksual yakni estrogen dan testosteron,” kata Dr Rocksy, seperti dikutip dari Metrotvnews.com, Selasa (17/02).
Sehingga, jika memang dilakukan sebuah prosedur haruslah melalui pembedahan otak. “Karena, memang di situlah pusat pengontrol perasaan seseorang, termasuk libido yang memancing gairah seksual,” terangnya.
Namun, menurut dokter yang berpraktik di Siloam Hospital Lippo Village itu, sebenarnya cara tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. “Karena tentu akan ada efek samping bagi pasien. Misalkan pada pria, ia tidak akan bisa ereksi selamanya,” tuturnya.
Ia pun menyarakan cara lain dalam mengatasi permasalahan yang juga menyangkut kejiwaan seseorang itu. “Adanya libido pada otak dipicu oleh hormon estrogen dan testosteron. Nah, hormon itu bisa ditekan dengan mengonsumsi beberapa obat-obatan agar gairah seksualnya tidak berlebihan. Atau, ketimbang membedah otak pelaku kejahatan seksual, lebih baik memperbaiki sisi psikologisnya,” kata Dr Rocksy.
Pasalnya tindakan kejahatan seksual yang dilakukan seseorang biasanya dipicu oleh trauma atau pengalaman tidak mengenakkan semasa kecil.
Munculnya gagasan hukuman potong saraf libido bagi pelaku kejahatan seksual muncul karena penegakan hukum yang dinilai lemah. Tidak sedikit pelaku kejahatan seksual yang akhirnya bebas dari proses hukum dengan berbagai alasan.
Sesuai Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, predator kejahatan seksual dihukum minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun penjara. (pri/ril)
Diubah oleh aghilfath 26-02-2015 00:47
0
4K
65


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan