Kaskus

News

nevertalkAvatar border
TS
nevertalk
Mantan Ketua MA: Putusan Hakim Sarpin bebaskan BG Aneh dan Tidak Benar
Mantan Ketua MA: Putusan Hakim Sarpin bebaskan BG Aneh dan Tidak Benar

Mantan Ketua MA: Putusan Hakim Sarpin bebaskan BG Aneh dan Tidak Benar
Polisi Sujud Syukur di PN Jaksel Usai BG Menang, Begini Penampakannya

Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa mempertanyakan putusan hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan Komjen Budi Gunawan terkait sah tidaknya penetapan tersangka. Putusan ini disebut aneh karena menyimpang dari aturan hukum.

"Saya kira kita menghormati putusan hakim tapi dari segi hukum banyak menimbulkan pertanyaaan, aneh," kata Harifin Tumpa saat dihubungi Senin (16/9/2015).

Keanehan yang terjadi karena hakim Sarpin secara sepihak menafsirkan sendiri aturan baku mengenai obyek praperadilan. Pasal 77 KUHAP tidak menyebutkan soal penetapan tersangka menjadi obyek gugatan praperadilan.

"Hakim sudah memperluas kewenangan praperadilan. Dia menyatakan bahwa karena tidak diatur dalam KUHAP maka hakim boleh memasukkannya (menjadi obyek praperadilan). Pendapat hakim tersebut tidak benar sebab praperadilan mengatur jelas obyek dan kewenangan. Itu sudah diatur dengan jelas, diatur limitatif, artinya selain disebutkan dalam Pasal 77 KUHAP tidak boleh," sambungnya.

Putusan hakim Sarpin dikhawatirkan merusak sistem hukum di Indonesia.

"Hakim berpendapat karena penetapan tersangka tidak diatur maka bisa dijadikan obyek. Tidak boleh seperti itu," tegas Harifin Tumpa.

Hakim Sarpin dalam putusannya menyatakan surat perintah penyidikan tanggal 12 Januari 2015 terhadap Komjen Budi Gunawan tidak sah. Hakim Sarpin juga menyatakan penetapan tersangka tidak sah.

http://news.detik.com/read/2015/02/1...991101mainnews

Jadi Hakim ini bilang BG hanya mendapatkan hadiah dan tidak merugikan negara hanya menyalahi wewenang. SO...bukannya hadiah buat pejabat merupakan bagian gratifikasi???

Apa yang dimaksud dengan gratifikasi?

Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001, bahwa : "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diteria di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik."

Apabila dicermati penjelasan pasal 12B ayat (1) tersebut, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat : pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunya makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan padal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria pada unsur 12B saja.

Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut..."

Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya.

Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan UU. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri tersebut segera melapor ke KPK untuk dianalisa lebih lanjut.

http://kpk.go.id/gratifikasi/index.p...ab-gratifikasi
Diubah oleh nevertalk 16-02-2015 12:44
nona212Avatar border
nona212 memberi reputasi
1
1.4K
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan