- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
SKETSA : EENG ISTANA LANGKA LADA BANGKA


TS
ded0t
SKETSA : EENG ISTANA LANGKA LADA BANGKA
Sekedar shared salah satu tulisan yang menurut ane inspiring agan/sista.. mudah-mdahan tidak repost..
Tulisan seorang idealis yang didepak dari lingkaran istana Yang Terhormat Bapak Presiden Jokowi
SKETSA : EENG ISTANA LANGKA LADA BANGKA
Hamparan tiang pancang dua kali tinggi orang dewasa. Dari kejauhan ujung tajamnya tampak berbaris bak sangkur barisan tentara, rapi berkompi-kompi. Di sejauh mata memandang berdiri tegakan kayu bagi meninggi dan menjalarnya tanaman lada, merica. Dari atas Kijang buntung dijuluki Onta oleh pemilik, Haji Eeng, menjelaskan hal ihwal perkebunannya.
“Itu yang di sebelah kanan, ada tiga puluh anak muda menanam.”
“Dulu mereka berandalan.”
“Kini mereka sudah paham merasakan nikmatnya bertani lada” kata Haji Eeng.
Langit biru. Di kejauhan tampak siluet hijau serombongan Punai terbang di ketinggian. Mobil naik-turun. Jalanan tanah berumputan. Pantat beradu-adu ke besi mobil bak terbuka. Saya dan Yanto Purba, dari #Babelgogreen nenikmati perjalanan beratap langit. Sudah lebih dari tiga puluh tahun momen dua pekan lalu itu tak pernah lagi saya rasakan. Sandra isteri saya duduk di sebelah Eeng, mengabadikan momen, menjadi pengalaman tersendiri.
Anak berandalan dimaksud Eeng punya cerita tersendiri. Di antara mereka yang berkebun lada kini berkhidmat malu kepada Eeng. Syahdan pada suatu hari Jumat, entah mengapa Eeng menetap di Jl Jedah Bahrin, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, itu tergerak saja hatinya bergegas ke kebun. Eh, ada sekelompok orang mencuci lada usai dipanen terburu-buru. Jumlahnya bila dikarungkan bisa lebih dari 7 karung.
Haji Eeng menyimak saja saja laku pencuri di kebun miliknya ia. Ia mengulur waktu bicara ngalor ngidul, bercerita tentang keluarga dan kebutuhan hidup. Dari perbincangan itu, Haji Eeng dapat meyakinkan para pencuri lada, agar cukup satu karung saja membawa curian. “Kasihan yang punya,” Eeng menceritakan.
Dilain kesempatan. Di suatu malam Eeng memergoki serombongan anak muda hendak memaling ayam tentangga. Eeng pria paruh baya berkulit gelap itu menyelinap, membisiki ke para maling itu agar tak melibas kandang ayam tetangga yang mereka sasar. “Saya menyarankan ke tempat lain yang ayamnya lebih banyak,” tuturnya.
Benar saja. Serombongan anak muda itu lalu ‘pesta’ bakar ayam. Di saat ayam bakar matang, Eeng ikut join. Pesta ‘benaran’ tampaknya. Senada dengan sikon ketika memergoki maling lada, Eeng menjaga betul bahasa tubuhnya, seakan ia bagian dari kelompok ‘pesta’ itu. Padahal kandang ayam dimaling, adalah milik Eeng.
Menyarankan pindah maling ke kandang ayam milik sendiri, lantas ikut makan bersama maling, dan setelah itu Eeng tutup mulut, sebuah lakon tak kalah dari aktor bintang film peraih Oscar. Dan Eeng memiliki badan seukuran sutradara Roberto Benigni, kurus-kurusnya sama, hanya beda di kulit.
Baik maling lada, maupun maling ayam, di kemudian hari paham, bahwa kebun lada yang dimaling, maupun ayam yang diembat, adalah milik Eeng. Para maling kemudian sowan meminta maaf, berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi. Lebih dari itu, anak muda berandalan dimaksud Eeng di bagian awal tulisan ini, kini telah menjadi bagian pepembudidaya lada di kebun Eeng.
Cerita di atas ‘Onta’ sejenak terhenti ketika perjalanan kami sampai di sebuah bangunan kayu. Rupanya, ini salah satu rumah di tengah ladang. Di halaman ada beberapa pokok pisang. Pisang berbeda. Bedanya, dari sebatang pohon bisa tumbuh cabang, ada dua, empat bahkan enam. Ketika saya di lokasi yang bercabang dua sedang berbuah, dua jantung menggelantung. Sementara yang bercabang enam masih tampak kecil. Eeng memperlihatkan foto-foto yang bercabang menghasilkan empat tandan pisang dari sebatang pohon pisang. Ia juga menciptakan pohon pisang kipas berbuah. Kini di mana-mana yang namanya pisang berdaun kipas tak ada yang berbuah.
Di halaman rumah kayu itu juga dikelilingi oleh Nenas. “Ini nenas biasa, kecil, dan ini yang saya kembangkan bisa sebutir delapan kilo,” kata Eeng. Daunnya berbeda, lebih lebar dibanding Nenas biasa.
Pisang, Nenas diutak-atik Eeng sehingga menghasilkan batang dan buah lebih produktif. Di belahan lain di sela pohon lada, Eeng memamerkan pohon Karet dari bibit olah genetika yang dilakukannya. Ia ambil cutter, lalu melukai pohon karet, mengalir deras getah. “Pohon jenis ini menghasilkan 5 liter getah sehari,” ujarnya.
Lima liter?
“Lebih bisa,” jawabnya.
Hingga kini Eeng mengaku sudah membagikan bibit Karet unggul ke warga di Bangka mencapai lebih empat juta batang. Permintaan dari daerah lain juga datang. Termasuk rayuan dari beberapa negara, agar Haji Eeng pindah saja ke negera mereka untuk menjadi supervisor pengembangan pertanian. Tentulah dengan iming-iming imbalan uang dan kesejahteraan keluarga terjamin.
Jika cerita diteruskan, mengalir pengalaman mewujudkan tanaman unggul dari tangan Eeng. Belum lama ini ia menemukan bibit Kacang Panjang yang bisa mencapai satu setengah meter panjangnya. “Kami sudah bisa berproduksi sepuluh ton sehari, namun tak ada pasar yang menampung,” ujarnya, sambil menunjukan pohon dimaksud. Bila menyimak tanaman demikian, keluarlah diksi lama saya; negeri kita acap kufur nikmat, tanpa ada terobosan pengelola negeri akan beragam potensi.
Bila dihitung-hitung sudah lebih dari 17 jenis tanaman yang coba dicangkok dan ‘dimainkan” genetikanya oleh Eeng.
Profesor atau doktor pertaniankah Eeng? Jawabnya bukan.
Keluarga Eeng justeru di kampungnya lebih dikenal sebagai sosok yang melakukan pengobatan alternatif. Keluarganya melayani jasa urut patah tulang. Akan halnya pertanian ia lakoni dengan cara otodidak. Macam-macam buah karyanya, termasuk dari sepohon lengkeng tapi berbuah beragam wujud; kulit putih, tanpa biji, coklat.
Namun dari semua tanaman yang ia utak-atik itu, lada kini telah mencapai lebih 140 hektar ditanaminya. Memang kebutuhan permintaan lada putih dunia khususnya setiap tahun mencapai lebih 400 ribu ton. Bila dulu dari Bangka Belitung, sudah dikenal dunia sebagai Bangka White Pepper, mampu mensuplai dunia 30 ribu ton, kini 5.000 ton saja tidak sampai lagi. Permintaan pasar masih tinggi kini membuat harga jual lada mencapai di kisaran Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu perkilogram.
Maka di sejauh mata memandang di kebun lada Eeng kini pohon-pohon lada sudah setinggi orang berjongkok. Kendati pun baru setinggi itu, tangkai buah sudah bermunculan lebat, tanpa harus menunggu bulan ke-18. Mengapa bisa begitu? Eeng mengawinkan batang sirih kokoh dengan daun lada. Perkimpoian dua tanaman itu, menghasilkan buah lada segar lebih besar. Dukungan kondisi tanah Babel, ikut mendongkrak mutu lada. Nah bisa dibayangkan asset Eeng kini, rata-rata satu hektar tumbuh 10 ribu pohon lada, dan rata-rata bila mulai panen, setiap hari bisa dipetik 1 kg. Itu artinya ia akan memanen 10 ton setiap hektar perharinya. Masa panen bisa berlanjut hingga 9 tahun ke depan, hingga kembali harus dilakukan penanaman ulang.
Maka di kampungnya kini Eeng telah menjadi motivator agar petani kembali bertani. Tak ada lagi warga kembali menggali tanah sekadar mengais lubang-lubang untuk sekilo dua kilo timah sehari, yang membuat rusak lingkungan.
Ada harapan Babel kembali hijau. Sayangnya sosok seperti Eeng ini, kurang diapresiasi baik oleh pemerintah daerah apalagi pusat. Bahkan PT Timah Tbk, yang memiliki Kuasa Pertambangan (KP) mencapai 570 ribu hektar timah di Propinsi Bangka Belitung, pun tak meliriknya. “PT Timah Tbk hingga kini membiarkan saja triliunan rupiah anggaran reklamasi dan reboisasinya ditarok di bank, pengajuan reklamasi sangat alot dan birokrasi berbelit, sehingga lokasi eks tambang kian bolong-bolong, lihat saja kalau mau mendarat dari atas pesawat, alam rusak, ekonomi daerah tak tumbuh,” kata Yanto Purba dari #Babelgogreen.
Pada akhirnya ekonomi rakyat, harus diolah oleh sesama rakyat. Mereka yang sejatinya hidup bergemuruh dari asset bangsa, aset rakyat, bisa lupa akan gelombang kekayaannya nyata dari bumi dan rakyat dipijaknya. Maka hari-hari ini, dari pada Anda ngedumel urusan politik, termasuk percuma ngedumel ke PT Timah Tbk., mending ikut kami, bertani, menanam singkong, menanam lada di Bangka. Hanya sejam terbang dari Jakarta, setengah jam saja dari airport ke tempat Haji Eeng. Saya kini bangga bertetangga dengan Eeng, toh disana kejokowian ada, bukan lagi di Istana Negara.
H. Eeng & penulis

H. Eeng & Pohon Lada

H. Eeng & Pohon pisang bertandan 2 (bahkan ada yg 4 tandan dalam 1 pohon)

Kacang panjang (bisa sampe 1,5m panjangnya)


About iwan piliang
Citizen Reporter, PI, Pemimpin Umum
Sumber : www.tempokini.com
Sebetulnya ane juga berharap ada kisah sukses / inspiratif lain tentang pertanian dari sarjana lulusan kampus ternama, tapi melihat fakta sebagian besar temen temen ane yang memilih kerja di perkantoran/perbankan daripada fokus di pertanian..rasanya kecil peluangnya
but, who knows..
buat kaskuser yang tinggal di Babel, mungkin bisa menambahkan / verifikasi story ini ?
Tulisan seorang idealis yang didepak dari lingkaran istana Yang Terhormat Bapak Presiden Jokowi
SKETSA : EENG ISTANA LANGKA LADA BANGKA
Hamparan tiang pancang dua kali tinggi orang dewasa. Dari kejauhan ujung tajamnya tampak berbaris bak sangkur barisan tentara, rapi berkompi-kompi. Di sejauh mata memandang berdiri tegakan kayu bagi meninggi dan menjalarnya tanaman lada, merica. Dari atas Kijang buntung dijuluki Onta oleh pemilik, Haji Eeng, menjelaskan hal ihwal perkebunannya.
“Itu yang di sebelah kanan, ada tiga puluh anak muda menanam.”
“Dulu mereka berandalan.”
“Kini mereka sudah paham merasakan nikmatnya bertani lada” kata Haji Eeng.
Langit biru. Di kejauhan tampak siluet hijau serombongan Punai terbang di ketinggian. Mobil naik-turun. Jalanan tanah berumputan. Pantat beradu-adu ke besi mobil bak terbuka. Saya dan Yanto Purba, dari #Babelgogreen nenikmati perjalanan beratap langit. Sudah lebih dari tiga puluh tahun momen dua pekan lalu itu tak pernah lagi saya rasakan. Sandra isteri saya duduk di sebelah Eeng, mengabadikan momen, menjadi pengalaman tersendiri.
Anak berandalan dimaksud Eeng punya cerita tersendiri. Di antara mereka yang berkebun lada kini berkhidmat malu kepada Eeng. Syahdan pada suatu hari Jumat, entah mengapa Eeng menetap di Jl Jedah Bahrin, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, itu tergerak saja hatinya bergegas ke kebun. Eh, ada sekelompok orang mencuci lada usai dipanen terburu-buru. Jumlahnya bila dikarungkan bisa lebih dari 7 karung.
Haji Eeng menyimak saja saja laku pencuri di kebun miliknya ia. Ia mengulur waktu bicara ngalor ngidul, bercerita tentang keluarga dan kebutuhan hidup. Dari perbincangan itu, Haji Eeng dapat meyakinkan para pencuri lada, agar cukup satu karung saja membawa curian. “Kasihan yang punya,” Eeng menceritakan.
Dilain kesempatan. Di suatu malam Eeng memergoki serombongan anak muda hendak memaling ayam tentangga. Eeng pria paruh baya berkulit gelap itu menyelinap, membisiki ke para maling itu agar tak melibas kandang ayam tetangga yang mereka sasar. “Saya menyarankan ke tempat lain yang ayamnya lebih banyak,” tuturnya.
Benar saja. Serombongan anak muda itu lalu ‘pesta’ bakar ayam. Di saat ayam bakar matang, Eeng ikut join. Pesta ‘benaran’ tampaknya. Senada dengan sikon ketika memergoki maling lada, Eeng menjaga betul bahasa tubuhnya, seakan ia bagian dari kelompok ‘pesta’ itu. Padahal kandang ayam dimaling, adalah milik Eeng.
Menyarankan pindah maling ke kandang ayam milik sendiri, lantas ikut makan bersama maling, dan setelah itu Eeng tutup mulut, sebuah lakon tak kalah dari aktor bintang film peraih Oscar. Dan Eeng memiliki badan seukuran sutradara Roberto Benigni, kurus-kurusnya sama, hanya beda di kulit.
Baik maling lada, maupun maling ayam, di kemudian hari paham, bahwa kebun lada yang dimaling, maupun ayam yang diembat, adalah milik Eeng. Para maling kemudian sowan meminta maaf, berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi. Lebih dari itu, anak muda berandalan dimaksud Eeng di bagian awal tulisan ini, kini telah menjadi bagian pepembudidaya lada di kebun Eeng.
Cerita di atas ‘Onta’ sejenak terhenti ketika perjalanan kami sampai di sebuah bangunan kayu. Rupanya, ini salah satu rumah di tengah ladang. Di halaman ada beberapa pokok pisang. Pisang berbeda. Bedanya, dari sebatang pohon bisa tumbuh cabang, ada dua, empat bahkan enam. Ketika saya di lokasi yang bercabang dua sedang berbuah, dua jantung menggelantung. Sementara yang bercabang enam masih tampak kecil. Eeng memperlihatkan foto-foto yang bercabang menghasilkan empat tandan pisang dari sebatang pohon pisang. Ia juga menciptakan pohon pisang kipas berbuah. Kini di mana-mana yang namanya pisang berdaun kipas tak ada yang berbuah.
Di halaman rumah kayu itu juga dikelilingi oleh Nenas. “Ini nenas biasa, kecil, dan ini yang saya kembangkan bisa sebutir delapan kilo,” kata Eeng. Daunnya berbeda, lebih lebar dibanding Nenas biasa.
Pisang, Nenas diutak-atik Eeng sehingga menghasilkan batang dan buah lebih produktif. Di belahan lain di sela pohon lada, Eeng memamerkan pohon Karet dari bibit olah genetika yang dilakukannya. Ia ambil cutter, lalu melukai pohon karet, mengalir deras getah. “Pohon jenis ini menghasilkan 5 liter getah sehari,” ujarnya.
Lima liter?
“Lebih bisa,” jawabnya.
Hingga kini Eeng mengaku sudah membagikan bibit Karet unggul ke warga di Bangka mencapai lebih empat juta batang. Permintaan dari daerah lain juga datang. Termasuk rayuan dari beberapa negara, agar Haji Eeng pindah saja ke negera mereka untuk menjadi supervisor pengembangan pertanian. Tentulah dengan iming-iming imbalan uang dan kesejahteraan keluarga terjamin.
Jika cerita diteruskan, mengalir pengalaman mewujudkan tanaman unggul dari tangan Eeng. Belum lama ini ia menemukan bibit Kacang Panjang yang bisa mencapai satu setengah meter panjangnya. “Kami sudah bisa berproduksi sepuluh ton sehari, namun tak ada pasar yang menampung,” ujarnya, sambil menunjukan pohon dimaksud. Bila menyimak tanaman demikian, keluarlah diksi lama saya; negeri kita acap kufur nikmat, tanpa ada terobosan pengelola negeri akan beragam potensi.
Bila dihitung-hitung sudah lebih dari 17 jenis tanaman yang coba dicangkok dan ‘dimainkan” genetikanya oleh Eeng.
Profesor atau doktor pertaniankah Eeng? Jawabnya bukan.
Keluarga Eeng justeru di kampungnya lebih dikenal sebagai sosok yang melakukan pengobatan alternatif. Keluarganya melayani jasa urut patah tulang. Akan halnya pertanian ia lakoni dengan cara otodidak. Macam-macam buah karyanya, termasuk dari sepohon lengkeng tapi berbuah beragam wujud; kulit putih, tanpa biji, coklat.
Namun dari semua tanaman yang ia utak-atik itu, lada kini telah mencapai lebih 140 hektar ditanaminya. Memang kebutuhan permintaan lada putih dunia khususnya setiap tahun mencapai lebih 400 ribu ton. Bila dulu dari Bangka Belitung, sudah dikenal dunia sebagai Bangka White Pepper, mampu mensuplai dunia 30 ribu ton, kini 5.000 ton saja tidak sampai lagi. Permintaan pasar masih tinggi kini membuat harga jual lada mencapai di kisaran Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu perkilogram.
Maka di sejauh mata memandang di kebun lada Eeng kini pohon-pohon lada sudah setinggi orang berjongkok. Kendati pun baru setinggi itu, tangkai buah sudah bermunculan lebat, tanpa harus menunggu bulan ke-18. Mengapa bisa begitu? Eeng mengawinkan batang sirih kokoh dengan daun lada. Perkimpoian dua tanaman itu, menghasilkan buah lada segar lebih besar. Dukungan kondisi tanah Babel, ikut mendongkrak mutu lada. Nah bisa dibayangkan asset Eeng kini, rata-rata satu hektar tumbuh 10 ribu pohon lada, dan rata-rata bila mulai panen, setiap hari bisa dipetik 1 kg. Itu artinya ia akan memanen 10 ton setiap hektar perharinya. Masa panen bisa berlanjut hingga 9 tahun ke depan, hingga kembali harus dilakukan penanaman ulang.
Maka di kampungnya kini Eeng telah menjadi motivator agar petani kembali bertani. Tak ada lagi warga kembali menggali tanah sekadar mengais lubang-lubang untuk sekilo dua kilo timah sehari, yang membuat rusak lingkungan.
Ada harapan Babel kembali hijau. Sayangnya sosok seperti Eeng ini, kurang diapresiasi baik oleh pemerintah daerah apalagi pusat. Bahkan PT Timah Tbk, yang memiliki Kuasa Pertambangan (KP) mencapai 570 ribu hektar timah di Propinsi Bangka Belitung, pun tak meliriknya. “PT Timah Tbk hingga kini membiarkan saja triliunan rupiah anggaran reklamasi dan reboisasinya ditarok di bank, pengajuan reklamasi sangat alot dan birokrasi berbelit, sehingga lokasi eks tambang kian bolong-bolong, lihat saja kalau mau mendarat dari atas pesawat, alam rusak, ekonomi daerah tak tumbuh,” kata Yanto Purba dari #Babelgogreen.
Pada akhirnya ekonomi rakyat, harus diolah oleh sesama rakyat. Mereka yang sejatinya hidup bergemuruh dari asset bangsa, aset rakyat, bisa lupa akan gelombang kekayaannya nyata dari bumi dan rakyat dipijaknya. Maka hari-hari ini, dari pada Anda ngedumel urusan politik, termasuk percuma ngedumel ke PT Timah Tbk., mending ikut kami, bertani, menanam singkong, menanam lada di Bangka. Hanya sejam terbang dari Jakarta, setengah jam saja dari airport ke tempat Haji Eeng. Saya kini bangga bertetangga dengan Eeng, toh disana kejokowian ada, bukan lagi di Istana Negara.
H. Eeng & penulis

H. Eeng & Pohon Lada

H. Eeng & Pohon pisang bertandan 2 (bahkan ada yg 4 tandan dalam 1 pohon)

Kacang panjang (bisa sampe 1,5m panjangnya)


About iwan piliang
Citizen Reporter, PI, Pemimpin Umum
Sumber : www.tempokini.com
Sebetulnya ane juga berharap ada kisah sukses / inspiratif lain tentang pertanian dari sarjana lulusan kampus ternama, tapi melihat fakta sebagian besar temen temen ane yang memilih kerja di perkantoran/perbankan daripada fokus di pertanian..rasanya kecil peluangnya

but, who knows..
buat kaskuser yang tinggal di Babel, mungkin bisa menambahkan / verifikasi story ini ?

Diubah oleh ded0t 09-02-2015 10:11
0
5.9K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan