- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Gelandangan dan pengemis di Jogja mendapatkan rumah senilai 30 jt


TS
mmmeeennngggaaa
Gelandangan dan pengemis di Jogja mendapatkan rumah senilai 30 jt
Dinas Sosial Pemerintah Daerah DIY tahun ini akan membangun 70 unit rumah untuk gelandangan dan pengemis (Gepeng) Desaku Menanti di DIY. Rumah tersebut dibangun di atas lahan Sultan Ground (SG) seluas lima hektare di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul.
“Tahap awal kita bangun 40 unit rumah dulu, tahap kedua 30 rumah tapi masih dalam tahun ini,” kata Kepala Dinas Sosial Pemerintah Daerah DIY Untung Sukaryadi, saat dihubungi Senin (19/1/2015).

Program pembinaan gepeng ini merupakan tindak lanjut dari Perda Nomor 1/2014 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Dalam pembangun rumah itu, dijelaskan Untung, akan diserahkan kepada masing-masing Gepeng untuk membangun rumah bertipe 3×6 dengan biaya Rp30 juta per kepala keluarga (KK).
“Setiap KK mendapat tanah bangunan dan halaman seluas 150 meter persegi,” kata Untung.
Selain mendapatkan bangunan rumah senilai Rp30 juta, lanjut Untung, gepeng juga akan mendapatkan jatah hidup selama tiga bulan pertama sebesar Rp20.000 per orang setiap harinya. Jika dalam satu keluarga terdapat dua orang, maka jatah hidup menjadi Rp40.000 per hari.

Dinas Sosial DIY bekerjasama dengan Kementerian Sosial kini menyiapkan sebuah desa binaan bagi para gelandangan pengemis (Gepeng) bertajuk Desaku Menanti. Di sana para Gepeng usia produktif bisa mendapatkan rumah tinggal dan kesempatan usaha yang baru.
Hal itu menyusul ditetapkan Perda Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) pada 20 Februari 2014 lalu.
“Ya kami mencoba tegas (menegakkan Perda) tapi harus solutif. Kami tegas, tapi tidak semena-mena,” ucap Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi usai pemaparan konsep Desaku Menanti di hadapan Gubernur DIY di Kepatihan, Senin (9/6).
Seperti diberitakan sebelumnya, Perda Penanganan Gepeng memuat sanksi bagi Gepeng maupun pemberi santunan bagi Gepeng. Bagi orang yang mengemis/menggelandang diancam hukuman kurungan enam minggu atau denda paling banyak Rp 10 juta. Kemudian, penggelandangan/pengemisan secara berkelompok bisa dikenai hukuman kurungan tiga bulan atau denda maksimal Rp 20 juta.
Setiap orang/lembaga/badan hukum juga dilarang memberikan uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum. Apabila dilanggar, pihak yang bersangkutan diancam hukuman pidana kurungan maksimal 10 hari atau denda maksimal Rp 1 juta.
Pilot project Desaku Menanti akan menampung Gepeng yang terjaring razia penegakan Perda. Awalnya mereka ditempatkan di camp assessment. Di situ, Gepeng akan dipilah sesuai kategori penanganannya. Misalnya Gepeng psikotik ditujukan ke RS Grhasia, Gepeng jompo ke panti jompo. Begitu juga yang berasal dari luar DIY akan dikembalikan ke daerah asalnya.
Lantas, Gepeng yang berusia produktif akan dibina lebih lanjut. Mereka akan dilatih ketrampilan bertani, kerajinan dan lain sebagainya. Ketrampilan itulah yang akan dikembangkan saat mereka dipindahkan ke Desaku Menanti mulai 2015 mendatang.
“Di sana sudah disiapkan rumah tinggal dan tempat usaha (lahan bertani dan beternak) agar hidup para Gepeng lebih bermartabat,” papar Untung.
Untuk itu, tahun ini Dinsos DIY tengah mengupayakan penyediaan lahannya. Sebab, anggaran pembangunan rumah berikut tempat usahanya sudah disiapkan Kemensos RI. Untuk sementara, ada alternatif lahan seluas lima hektar di Kecamatan Panggang, Gunungkidul sebagai lokasinya.
Namun, ini masih proses land clearance dan penyelesaian aspek legalitasnya. Untuk tahap awal, Dinsos mengalokasikannya program binaan ini untuk 40 KK. Padahal, jumlah Gepeng yang terdata bisa mencapai 500 orang, termasuk para pemulung tuna wisma.
“Kami sedang mencari lahannya. Ternyata, Gubernur justru menawarkan penggunaan Sultan Ground (SG). Kami identifikasi dulu untuk mencari lokasi yang tepat,” ungkapnya.
Menurut Untung, lokasi ideal Desaku Menanti haruslah dekat dengan pemukiman warga lain. Dengan demikian, memungkinkan para Gepeng berinteraksi dengan mereka. Itulah yang akan menumbuhkan rasa malu untuk kembali mengemis. “Jangan terlokalisasi karena justru sulit mengubah perilaku mereka,” imbuhnya.
Selain Dinsos DIY, Forum Corporate Social Responsibility (CSR) Kesejahteraan Sosial DIY juga ambil bagian dalam program itu. Di bawah naungan GKR Pembayun, forum ini akan memberikan pendampingan ketrampilan bagi para gepeng.
“Kami bina sampai mereka mandiri, misalnya beternak lele. Harapannya mereka lupa dengan profesi lamanya (menggelandang dan mengemis),” kata Wakil Ketua Bidang Humas dan Publikasi Forum CSR Kesra DIY, Harwoto.
“Tahap awal kita bangun 40 unit rumah dulu, tahap kedua 30 rumah tapi masih dalam tahun ini,” kata Kepala Dinas Sosial Pemerintah Daerah DIY Untung Sukaryadi, saat dihubungi Senin (19/1/2015).

Program pembinaan gepeng ini merupakan tindak lanjut dari Perda Nomor 1/2014 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Dalam pembangun rumah itu, dijelaskan Untung, akan diserahkan kepada masing-masing Gepeng untuk membangun rumah bertipe 3×6 dengan biaya Rp30 juta per kepala keluarga (KK).
“Setiap KK mendapat tanah bangunan dan halaman seluas 150 meter persegi,” kata Untung.
Selain mendapatkan bangunan rumah senilai Rp30 juta, lanjut Untung, gepeng juga akan mendapatkan jatah hidup selama tiga bulan pertama sebesar Rp20.000 per orang setiap harinya. Jika dalam satu keluarga terdapat dua orang, maka jatah hidup menjadi Rp40.000 per hari.

Dinas Sosial DIY bekerjasama dengan Kementerian Sosial kini menyiapkan sebuah desa binaan bagi para gelandangan pengemis (Gepeng) bertajuk Desaku Menanti. Di sana para Gepeng usia produktif bisa mendapatkan rumah tinggal dan kesempatan usaha yang baru.
Hal itu menyusul ditetapkan Perda Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) pada 20 Februari 2014 lalu.
“Ya kami mencoba tegas (menegakkan Perda) tapi harus solutif. Kami tegas, tapi tidak semena-mena,” ucap Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi usai pemaparan konsep Desaku Menanti di hadapan Gubernur DIY di Kepatihan, Senin (9/6).
Seperti diberitakan sebelumnya, Perda Penanganan Gepeng memuat sanksi bagi Gepeng maupun pemberi santunan bagi Gepeng. Bagi orang yang mengemis/menggelandang diancam hukuman kurungan enam minggu atau denda paling banyak Rp 10 juta. Kemudian, penggelandangan/pengemisan secara berkelompok bisa dikenai hukuman kurungan tiga bulan atau denda maksimal Rp 20 juta.
Setiap orang/lembaga/badan hukum juga dilarang memberikan uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum. Apabila dilanggar, pihak yang bersangkutan diancam hukuman pidana kurungan maksimal 10 hari atau denda maksimal Rp 1 juta.
Pilot project Desaku Menanti akan menampung Gepeng yang terjaring razia penegakan Perda. Awalnya mereka ditempatkan di camp assessment. Di situ, Gepeng akan dipilah sesuai kategori penanganannya. Misalnya Gepeng psikotik ditujukan ke RS Grhasia, Gepeng jompo ke panti jompo. Begitu juga yang berasal dari luar DIY akan dikembalikan ke daerah asalnya.
Lantas, Gepeng yang berusia produktif akan dibina lebih lanjut. Mereka akan dilatih ketrampilan bertani, kerajinan dan lain sebagainya. Ketrampilan itulah yang akan dikembangkan saat mereka dipindahkan ke Desaku Menanti mulai 2015 mendatang.
“Di sana sudah disiapkan rumah tinggal dan tempat usaha (lahan bertani dan beternak) agar hidup para Gepeng lebih bermartabat,” papar Untung.
Untuk itu, tahun ini Dinsos DIY tengah mengupayakan penyediaan lahannya. Sebab, anggaran pembangunan rumah berikut tempat usahanya sudah disiapkan Kemensos RI. Untuk sementara, ada alternatif lahan seluas lima hektar di Kecamatan Panggang, Gunungkidul sebagai lokasinya.
Namun, ini masih proses land clearance dan penyelesaian aspek legalitasnya. Untuk tahap awal, Dinsos mengalokasikannya program binaan ini untuk 40 KK. Padahal, jumlah Gepeng yang terdata bisa mencapai 500 orang, termasuk para pemulung tuna wisma.
“Kami sedang mencari lahannya. Ternyata, Gubernur justru menawarkan penggunaan Sultan Ground (SG). Kami identifikasi dulu untuk mencari lokasi yang tepat,” ungkapnya.
Menurut Untung, lokasi ideal Desaku Menanti haruslah dekat dengan pemukiman warga lain. Dengan demikian, memungkinkan para Gepeng berinteraksi dengan mereka. Itulah yang akan menumbuhkan rasa malu untuk kembali mengemis. “Jangan terlokalisasi karena justru sulit mengubah perilaku mereka,” imbuhnya.
Selain Dinsos DIY, Forum Corporate Social Responsibility (CSR) Kesejahteraan Sosial DIY juga ambil bagian dalam program itu. Di bawah naungan GKR Pembayun, forum ini akan memberikan pendampingan ketrampilan bagi para gepeng.
“Kami bina sampai mereka mandiri, misalnya beternak lele. Harapannya mereka lupa dengan profesi lamanya (menggelandang dan mengemis),” kata Wakil Ketua Bidang Humas dan Publikasi Forum CSR Kesra DIY, Harwoto.
Diubah oleh mmmeeennngggaaa 01-02-2015 09:28
0
1.2K
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan