- Beranda
- Komunitas
- News
- Dunia Kerja & Profesi
Ketika Sales Representative Tak Sekedar Promosi


TS
jibrut212
Ketika Sales Representative Tak Sekedar Promosi
Quote:
Apa bayangan pertama yang muncul di benak
anda jika mendengar kata 'sales '? Pastinya
beragam, dari orang berpakaian rapi yang getol
mempromosikan produknya dari kantor ke
kantor hingga mbak-mbak cantik berkostum
atraktif di pusat-pusat keramaian.
Dari pengalaman 2,5 tahun bekerja sebagai
process engineer , tak terhitung berapa
salesrepresentative dan supplier yang pernah
saya temui, masing-masing dengan strategi
pemasaran sendiri-sendiri. Dari yang persuasif,
piawai presentasi, hingga yang agresif dan
setengah memaksa, semua pernah saya hadapi.
Saya sendiri memiliki beberapa teman dan
saudara yang bekerja sebagai sales
representative. Jika saya mendengar cerita
mereka, pekerjaan sales sungguh tidak mudah.
Dengan gaji pas-pasan, take home pay mereka
seringkali tergantung pada komisi yang mereka
terima jika berhasil menjual produk. Target
penjualan yang harus dipenuhi pun membuat
mereka harus melancarkan berbagai upaya.
2 minggu terakhir kebetulan saya diberi tugas
untuk menyeleksi sejumlah brand mikroskop.
Bekerja di sebuah research group yang baru
berdiri kurang lebih 1 tahun, kami belum
punya laboratorium dan peralatan sendiri,
terpaksalah saya harus nunut kesana kemari
jika ingin melakukan eksperimen. Merepotkan
memang, apalagi jika lab yang dinunuti
kebetulan sibuk. Karena penelitian saya sangat
erat kaitannya dengan identifikasi struktur
mikro material, mau tak mau kami harus
membeli polarizing mikroskop sendiri. Bermula
dari berbagai inquiry yang saya buat di
internet, dalam 3 minggu terakhir saya telah
bertatap muka dengan produsen mikroskop
ternama seperti Olympus, Leica, Nikon, Zeiss,
dll. Bertatap muka dengan sales representative
sebenarnya bukan hal baru bagi saya, namun
kali ini ada sesuatu yang membuat meeting
tersebut menjadi pengalaman unik.
//www.microscopyu.com/)
Sumber: polarizing microscope (http://
www.microscopyu.com/)
Terus terang saya tidak tahu banyak mengenai
mikroskopi, saya hanyalah pengguna. Saya
menjadi familiar dengan beberapa tekniknya
melalui trial and error dan rajin tanya kanan
kiri. Karena selama ini nunut , saya pun
cenderung pasrah memakai jenis mikroskop
apapun yang tersedia di lab. Namun ketika
diserahi tugas untuk mereview merek yang
akan dibeli, maka saya harus benar-benar tahu
spesifikasi produk yang sesuai dengan aplikasi
riset kami. Persoalannya ternyata tidak
sesederhana, teknik dan lensa yang
dipergunakan ternyata berbeda, tergantung apa
yang ingin dilihat; permukaan, kontur, struktur
internal, ataukah semuanya.
Semula saya berpikir sebuah unit mikroskop
akan dijual dalam bentuk built in, namun
ternyata untuk aplikasi seperti riset saya,
mikroskop dibuat secara custom sesuai dengan
kebutuhan penggunanya. Makin banyak teknik
kontras yang dibutuhkan, makin mahal
harganya. Karena itulah saya harus benar-
benar cermat memilih fitur apa yang ingin saya
miliki. Masalahnya adalah saya tidak tahu
teknik apa yang cocok untuk analisa material
saya. Jangankan menguasai teknik, namanya
saja saya tidak tahu, la wong memakainya juga
berdarkan trial and error, tidak ada yang
mengajari.
Perwakilanpertama yg menghubungi saya
adalah dari Olympus, ia bergelar Doktor di
bidang Biologi. Titelnya membuat saya cukup
keder , baru kali ini saya ditemui sales
representative bergelar Doktor. "Hebat sekali
Olympus mau membayar seorang
berpendidikan S3 untuk jadi salesperson, apa
gak over-qualified ?" pikir saya. Namun
ternyata hal itu tidak berhenti di situ saja,
salespersons lain bergelar Doktor di bidang
fisika, geologi, material dan bidang-bidang lain
kerap berurusan dengan mikroskopi pun satu
demi satu mengontak saya.
Para representative ini bertanya sangat detail
tentang tema riset dan teknik mikroskopi apa
yg saya butuhkan. Namun waktu saya jawab
saya benar-benar tidak tahu, mereka ternyata
mau mengajari saya yang awam ini. Beberapa
orang mengirimi saya literatur, perwakilan dari
Zeiss bahkan meminta ijin untuk meminjam
sampel saya untuk ia teliti sendiri demi
memberikan rekomendasi teknik yang sesuai
dengan kebutuhan saya. Perwakilan dari Leica
bahkan mengajarkan saya bagaimana preparasi
spesimen yang benar agar morfologinya bisa
diamati dengan lebih baik di bawah mikroskop.
Singkat kata, mereka tidak akan menawarkan
apapun hingga saya benar-benar tahu apa yang
saya butuhkan.
Saya benar-benar terkagum-kagum akan
kejujuran dan profesionalisme mereka. Tak
mungkin mereka tak dibebani oleh target
penjualan, dan ketika 1 unit mikroskop
berharga minimal 25.000 Euro, (setara dengan
hampir Rp 290 juta) bukankah mereka
seharusnya berlomba-lomba untuk menjual
produknya demi mengejar komisi? Tapi
nyatanya tidak demikian, mereka justru lebih
takut lagi jika produk terjual namun tidak
sesuai dengan kebutuhan customer. Perwakilan
dari Nikon bahkan berkata, " We're not just
selling you the product, we need to know
whether it is really suitable for your
application. Please consider it thoroughly,
there's no point on you buying it if in the
end you'd feel unhappy because it's not
really useful .If you're upset about the
product I may have to come here more often
than I should and it's bad for our reputation.. "
Di sinilah prekonsepsi saya tentang dunia sales
marketing jungkir balik. Saya amat terkesan
betapa customer-oriented nya mereka. Yang
terpenting bukanlah produk terjual, namun
bagaimana produk mereka bisa membantu dan
mempermudah pekerjaan saya. Bukan hanya
itu, mereka telah berhasil mengedukasi saya
yang pada awalnya sama sekali awam tentang
mikroskopi, kini mengerti sedikit bahkan bisa
mengoperasikan mikroskop dengan berbagai
teknik yang tak pernah saya kenal sebelumnya.
Akhirnya saya paham mengapa perusahaan-
perusahaan besar ini rela menggaji karyawan
lulusan S3 untuk menjadi salesperson . Untuk
specialized product seperti mikroskop,
perusahaan sadar betul pasar yang mereka
hadapi: peneliti, akademisi, teknisi
laboratorium, dan ilmuwan. Jangan disangka
customer jenis ini mengerti tentang semua hal,
banyak hal yang mereka tidak tahu karena
mereka pun pada dasarnya pengguna teknologi.
Untuk itulah salesperson seperti mereka ada:
mereka diharapkan mampu memberikan
pencerahan, berdiskusi, bertukar pikiran,
berbagi ilmu dan memberikan rekomendasi,
bukan hanya sekedar promosi. Dibutuhkan
penguasaan ilmu yang kuat, pengalaman dan
jam terbang yang cukup tinggi untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan para pengguna
teknologi.
Bukan berarti salesperson yang baik harus
berpendidikan S3, saya pun pernah menemui
sales representative mikroskop bergelar S1
namun penjelasannya tak kalah dengan kolega-
koleganya yang bergelar S3, bahkan ada yang
menguasai teknik dan mampu memperbaiki
masalah teknis pada AFM (Atomic Force
Microscopy ), sebuah mikroskop yang mampu
melihat obyek dalam skala atomik (< 1
nanometer), yang ilmunya susah setengah mati.
Dari beberapa perwakilanyang saya temui, ada
salah satu merk ternama yang sedikit
mengecewakan saya karena sales nya ternyata
tidak begitu menguasai masalah teknis.
Ternyata sebuah brand pun bukan jaminan.
Tanpa mengecilkan peran dan profesionalisme
salespersons lain, pada dasarnya saya amat
kagum pada mereka yang benar-benar
menguasai ilmu dan berdedikasi penuh pada
apa yang mereka jual. Seorang teman pernah
berkata bahwa strategi sales di Indonesia rata-
rata lebih berorientasi pada komisi karena
sistemnya dibuat seperti itu. Ketika barang
yang terjual ternyata tak sesuai dengan aplikasi
customer, yang sering ketiban sial adalah
technical support-nya, terpaksa pasang badan
terhadap ketidakpuasan customer. Jika produk
memang ternyata tidak kompatibel dengan
aplikasi, maka apa yang bisa diharapkan selain
biaya investasi dan operasional yang mubazir?
Tanpa ada maksud generalisasi tata laku profesi
sales di Indonesia, saya berharap kita semua
mampu memetik pelajaran. Jika ada di antara
kompasiener yang salesperson semoga bisa
menjadi salesperson yang lebih baik: lebih
peduli terhadap kebutuhan customer dan
meningkatkan dedikasi pada produk yang anda
jual, jika anda customer semoga menjadi
customer yang baik: tahu apa yang kita
butuhkan dan lebih teliti memilih produk.
Sumber: from http://
www.coachwithjeremy.com/blog
anda jika mendengar kata 'sales '? Pastinya
beragam, dari orang berpakaian rapi yang getol
mempromosikan produknya dari kantor ke
kantor hingga mbak-mbak cantik berkostum
atraktif di pusat-pusat keramaian.
Dari pengalaman 2,5 tahun bekerja sebagai
process engineer , tak terhitung berapa
salesrepresentative dan supplier yang pernah
saya temui, masing-masing dengan strategi
pemasaran sendiri-sendiri. Dari yang persuasif,
piawai presentasi, hingga yang agresif dan
setengah memaksa, semua pernah saya hadapi.
Saya sendiri memiliki beberapa teman dan
saudara yang bekerja sebagai sales
representative. Jika saya mendengar cerita
mereka, pekerjaan sales sungguh tidak mudah.
Dengan gaji pas-pasan, take home pay mereka
seringkali tergantung pada komisi yang mereka
terima jika berhasil menjual produk. Target
penjualan yang harus dipenuhi pun membuat
mereka harus melancarkan berbagai upaya.
2 minggu terakhir kebetulan saya diberi tugas
untuk menyeleksi sejumlah brand mikroskop.
Bekerja di sebuah research group yang baru
berdiri kurang lebih 1 tahun, kami belum
punya laboratorium dan peralatan sendiri,
terpaksalah saya harus nunut kesana kemari
jika ingin melakukan eksperimen. Merepotkan
memang, apalagi jika lab yang dinunuti
kebetulan sibuk. Karena penelitian saya sangat
erat kaitannya dengan identifikasi struktur
mikro material, mau tak mau kami harus
membeli polarizing mikroskop sendiri. Bermula
dari berbagai inquiry yang saya buat di
internet, dalam 3 minggu terakhir saya telah
bertatap muka dengan produsen mikroskop
ternama seperti Olympus, Leica, Nikon, Zeiss,
dll. Bertatap muka dengan sales representative
sebenarnya bukan hal baru bagi saya, namun
kali ini ada sesuatu yang membuat meeting
tersebut menjadi pengalaman unik.
//www.microscopyu.com/)
Sumber: polarizing microscope (http://
www.microscopyu.com/)
Terus terang saya tidak tahu banyak mengenai
mikroskopi, saya hanyalah pengguna. Saya
menjadi familiar dengan beberapa tekniknya
melalui trial and error dan rajin tanya kanan
kiri. Karena selama ini nunut , saya pun
cenderung pasrah memakai jenis mikroskop
apapun yang tersedia di lab. Namun ketika
diserahi tugas untuk mereview merek yang
akan dibeli, maka saya harus benar-benar tahu
spesifikasi produk yang sesuai dengan aplikasi
riset kami. Persoalannya ternyata tidak
sesederhana, teknik dan lensa yang
dipergunakan ternyata berbeda, tergantung apa
yang ingin dilihat; permukaan, kontur, struktur
internal, ataukah semuanya.
Semula saya berpikir sebuah unit mikroskop
akan dijual dalam bentuk built in, namun
ternyata untuk aplikasi seperti riset saya,
mikroskop dibuat secara custom sesuai dengan
kebutuhan penggunanya. Makin banyak teknik
kontras yang dibutuhkan, makin mahal
harganya. Karena itulah saya harus benar-
benar cermat memilih fitur apa yang ingin saya
miliki. Masalahnya adalah saya tidak tahu
teknik apa yang cocok untuk analisa material
saya. Jangankan menguasai teknik, namanya
saja saya tidak tahu, la wong memakainya juga
berdarkan trial and error, tidak ada yang
mengajari.
Perwakilanpertama yg menghubungi saya
adalah dari Olympus, ia bergelar Doktor di
bidang Biologi. Titelnya membuat saya cukup
keder , baru kali ini saya ditemui sales
representative bergelar Doktor. "Hebat sekali
Olympus mau membayar seorang
berpendidikan S3 untuk jadi salesperson, apa
gak over-qualified ?" pikir saya. Namun
ternyata hal itu tidak berhenti di situ saja,
salespersons lain bergelar Doktor di bidang
fisika, geologi, material dan bidang-bidang lain
kerap berurusan dengan mikroskopi pun satu
demi satu mengontak saya.
Para representative ini bertanya sangat detail
tentang tema riset dan teknik mikroskopi apa
yg saya butuhkan. Namun waktu saya jawab
saya benar-benar tidak tahu, mereka ternyata
mau mengajari saya yang awam ini. Beberapa
orang mengirimi saya literatur, perwakilan dari
Zeiss bahkan meminta ijin untuk meminjam
sampel saya untuk ia teliti sendiri demi
memberikan rekomendasi teknik yang sesuai
dengan kebutuhan saya. Perwakilan dari Leica
bahkan mengajarkan saya bagaimana preparasi
spesimen yang benar agar morfologinya bisa
diamati dengan lebih baik di bawah mikroskop.
Singkat kata, mereka tidak akan menawarkan
apapun hingga saya benar-benar tahu apa yang
saya butuhkan.
Saya benar-benar terkagum-kagum akan
kejujuran dan profesionalisme mereka. Tak
mungkin mereka tak dibebani oleh target
penjualan, dan ketika 1 unit mikroskop
berharga minimal 25.000 Euro, (setara dengan
hampir Rp 290 juta) bukankah mereka
seharusnya berlomba-lomba untuk menjual
produknya demi mengejar komisi? Tapi
nyatanya tidak demikian, mereka justru lebih
takut lagi jika produk terjual namun tidak
sesuai dengan kebutuhan customer. Perwakilan
dari Nikon bahkan berkata, " We're not just
selling you the product, we need to know
whether it is really suitable for your
application. Please consider it thoroughly,
there's no point on you buying it if in the
end you'd feel unhappy because it's not
really useful .If you're upset about the
product I may have to come here more often
than I should and it's bad for our reputation.. "
Di sinilah prekonsepsi saya tentang dunia sales
marketing jungkir balik. Saya amat terkesan
betapa customer-oriented nya mereka. Yang
terpenting bukanlah produk terjual, namun
bagaimana produk mereka bisa membantu dan
mempermudah pekerjaan saya. Bukan hanya
itu, mereka telah berhasil mengedukasi saya
yang pada awalnya sama sekali awam tentang
mikroskopi, kini mengerti sedikit bahkan bisa
mengoperasikan mikroskop dengan berbagai
teknik yang tak pernah saya kenal sebelumnya.
Akhirnya saya paham mengapa perusahaan-
perusahaan besar ini rela menggaji karyawan
lulusan S3 untuk menjadi salesperson . Untuk
specialized product seperti mikroskop,
perusahaan sadar betul pasar yang mereka
hadapi: peneliti, akademisi, teknisi
laboratorium, dan ilmuwan. Jangan disangka
customer jenis ini mengerti tentang semua hal,
banyak hal yang mereka tidak tahu karena
mereka pun pada dasarnya pengguna teknologi.
Untuk itulah salesperson seperti mereka ada:
mereka diharapkan mampu memberikan
pencerahan, berdiskusi, bertukar pikiran,
berbagi ilmu dan memberikan rekomendasi,
bukan hanya sekedar promosi. Dibutuhkan
penguasaan ilmu yang kuat, pengalaman dan
jam terbang yang cukup tinggi untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan para pengguna
teknologi.
Bukan berarti salesperson yang baik harus
berpendidikan S3, saya pun pernah menemui
sales representative mikroskop bergelar S1
namun penjelasannya tak kalah dengan kolega-
koleganya yang bergelar S3, bahkan ada yang
menguasai teknik dan mampu memperbaiki
masalah teknis pada AFM (Atomic Force
Microscopy ), sebuah mikroskop yang mampu
melihat obyek dalam skala atomik (< 1
nanometer), yang ilmunya susah setengah mati.
Dari beberapa perwakilanyang saya temui, ada
salah satu merk ternama yang sedikit
mengecewakan saya karena sales nya ternyata
tidak begitu menguasai masalah teknis.
Ternyata sebuah brand pun bukan jaminan.
Tanpa mengecilkan peran dan profesionalisme
salespersons lain, pada dasarnya saya amat
kagum pada mereka yang benar-benar
menguasai ilmu dan berdedikasi penuh pada
apa yang mereka jual. Seorang teman pernah
berkata bahwa strategi sales di Indonesia rata-
rata lebih berorientasi pada komisi karena
sistemnya dibuat seperti itu. Ketika barang
yang terjual ternyata tak sesuai dengan aplikasi
customer, yang sering ketiban sial adalah
technical support-nya, terpaksa pasang badan
terhadap ketidakpuasan customer. Jika produk
memang ternyata tidak kompatibel dengan
aplikasi, maka apa yang bisa diharapkan selain
biaya investasi dan operasional yang mubazir?
Tanpa ada maksud generalisasi tata laku profesi
sales di Indonesia, saya berharap kita semua
mampu memetik pelajaran. Jika ada di antara
kompasiener yang salesperson semoga bisa
menjadi salesperson yang lebih baik: lebih
peduli terhadap kebutuhan customer dan
meningkatkan dedikasi pada produk yang anda
jual, jika anda customer semoga menjadi
customer yang baik: tahu apa yang kita
butuhkan dan lebih teliti memilih produk.
Sumber: from http://
www.coachwithjeremy.com/blog
Semoga terinspirasi ya gan..

0
2.6K
Kutip
4
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan