- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
DPD Keluhkan Penurunan Harga BBM yang Tidak Berdampak pada Penurunan Harga Sembako


TS
wakawaka2012
DPD Keluhkan Penurunan Harga BBM yang Tidak Berdampak pada Penurunan Harga Sembako
DPD Keluhkan Penurunan Harga BBM yang Tidak Berdampak pada Penurunan Harga Sembako
JAKARTA, KOMPAS.com — Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh pemerintah sebanyak dua kali dalam satu bulan terakhir ternyata belum dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat dan menekan biaya logistik transportasi di berbagai daerah.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daera (DPD)
RI Farouk Muhammad meminta pemerintah
segera melakukan langkah antisipatif dan
kebijakan yang integratif untuk segera
menurunkan harga dan biaya komoditas yang
disebabkan kenaikan harga BBM pada akhir
tahun lalu.
"Penyesuaian dua kali harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah ternyata belum mampu mengembalikan harga seperti sediakala.
Padahal, pada saat yang bersamaan pemerintah juga telah menyesuaikan kembali harga elpiji 12 kilogram dan harga semen," kata Farouk melalui siaran pers yang diterima, Rabu (21/1/2015).
Untuk itu, Presiden Joko Widodo meminta
semua kepala daerah segera merespons
kembali turunnya harga bahan bakar minyak
(BBM) jenis premium dan solar. Ia berharap
penurunan harga BBM itu nantinya akan
berimbas pada turunnya harga kebutuhan pokok masyarakat.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat
mengumumkan penurunan harga BBM di
Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat
(16/1/2015). Akhirnya, diputuskan, tepat pukul 00.00 WIB tanggal 19 Januari 2015, harga BBM jenis premium turun menjadi Rp 6.600 per liter dan jenis solar Rp 6.400 per liter.
Selain menyesuaikan harga BBM, pemerintah juga menurunkan harga penjualan elpiji 12 kilogram dan semen.
"Pada realitasnya bisa dirasakan bahwa
kenaikan harga BBM telah memicu kenaikan
seluruh bahan makanan pokok, termasuk
transportasi. Permasalahannya ketika saat ini pemerintah menyesuaikan kembali harga BBM, ternyata harga-harga bahan kebutuhan pokok tidak otomatis turun," papar Farouk.
Anggota DPD dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini juga memberikan saran, perlu kebijakan khusus dan konsistensi dari pemerintah untuk mengembalikan ke harga semula. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi dan mencari solusi bersama dengan dunia industri maupun para pemangku kepentingan untuk menyiasati perubahan harga BBM secara terus-menerus,
mengingat pemerintah akan menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar. Terlebih lagi, dunia bisnis dan industri butuh kepastian.
"Proses perumusan sebuah kebijakan di pihak eksekutif sebaiknya dipertimbangkan dengan sangat baik dan saksama karena sesungguhnya yang paling akan merasakan dampak langsung adalah masyarakat lapisan bawah. Selain itu, kenaikan beragam komoditas pada realitasnya di tingkat daerah terjadi cukup tajam. Hal itu terjadi karena adanya keterbatasan fasilitas
produksi dan kelemahan infrastruktur logistik daerah-daerah," kata Farouk.
Menurut pengamatan Guru Besar PTIK ini,
telah terjadi banyak perubahan dan proses
yang tidak optimal dalam implementasi
pengalihan subsidi energi. Hal ini terjadi
kerena kebijakan pemerintah yang sangat
strategis selama hampir tiga bulan terakhir ini minim proses check and balance dengan pihak legislatif.
"Semestinya kebijakan penarikan subsidi
melalui pembangunan infrastruktur dan
bantuan langsung dapat memberi indikasi awal dan dampak sosial ekonomi dengan adanya penyesuaian harga BBM," kata Farouk.
Sebagai informasi, pada akhir tahun 2014,
pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Kenaikan sebesar Rp 2.000 tersebut telah memicu kenaikan inflasi sebesar 2-3 persen selama bulan Desember. Tak berapa lama, komoditas elpiji 12 kg juga mengalami kenaikan sehingga inflasi secara nasional akhir tahun 2014 meningkat menjadi 8,36 persen. Namun, kini disebabkan tren harga minyak dan gas (migas) di tingkat global mengalami penurunan, pemerintah kemudian mengoreksi kebijakan energinya.
Editor: Fidel Ali Permana
nasional.kompas.com/read/2015/01/21/17224141/DPD.Keluhkan.Penurunan.Harga.BBM.yang.Tidak.Berdampak.pada.Harga.Sembako
Coba tanya ke mentri Gober
JAKARTA, KOMPAS.com — Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh pemerintah sebanyak dua kali dalam satu bulan terakhir ternyata belum dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat dan menekan biaya logistik transportasi di berbagai daerah.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daera (DPD)
RI Farouk Muhammad meminta pemerintah
segera melakukan langkah antisipatif dan
kebijakan yang integratif untuk segera
menurunkan harga dan biaya komoditas yang
disebabkan kenaikan harga BBM pada akhir
tahun lalu.
"Penyesuaian dua kali harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah ternyata belum mampu mengembalikan harga seperti sediakala.
Padahal, pada saat yang bersamaan pemerintah juga telah menyesuaikan kembali harga elpiji 12 kilogram dan harga semen," kata Farouk melalui siaran pers yang diterima, Rabu (21/1/2015).
Untuk itu, Presiden Joko Widodo meminta
semua kepala daerah segera merespons
kembali turunnya harga bahan bakar minyak
(BBM) jenis premium dan solar. Ia berharap
penurunan harga BBM itu nantinya akan
berimbas pada turunnya harga kebutuhan pokok masyarakat.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat
mengumumkan penurunan harga BBM di
Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat
(16/1/2015). Akhirnya, diputuskan, tepat pukul 00.00 WIB tanggal 19 Januari 2015, harga BBM jenis premium turun menjadi Rp 6.600 per liter dan jenis solar Rp 6.400 per liter.
Selain menyesuaikan harga BBM, pemerintah juga menurunkan harga penjualan elpiji 12 kilogram dan semen.
"Pada realitasnya bisa dirasakan bahwa
kenaikan harga BBM telah memicu kenaikan
seluruh bahan makanan pokok, termasuk
transportasi. Permasalahannya ketika saat ini pemerintah menyesuaikan kembali harga BBM, ternyata harga-harga bahan kebutuhan pokok tidak otomatis turun," papar Farouk.
Anggota DPD dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini juga memberikan saran, perlu kebijakan khusus dan konsistensi dari pemerintah untuk mengembalikan ke harga semula. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi dan mencari solusi bersama dengan dunia industri maupun para pemangku kepentingan untuk menyiasati perubahan harga BBM secara terus-menerus,
mengingat pemerintah akan menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar. Terlebih lagi, dunia bisnis dan industri butuh kepastian.
"Proses perumusan sebuah kebijakan di pihak eksekutif sebaiknya dipertimbangkan dengan sangat baik dan saksama karena sesungguhnya yang paling akan merasakan dampak langsung adalah masyarakat lapisan bawah. Selain itu, kenaikan beragam komoditas pada realitasnya di tingkat daerah terjadi cukup tajam. Hal itu terjadi karena adanya keterbatasan fasilitas
produksi dan kelemahan infrastruktur logistik daerah-daerah," kata Farouk.
Menurut pengamatan Guru Besar PTIK ini,
telah terjadi banyak perubahan dan proses
yang tidak optimal dalam implementasi
pengalihan subsidi energi. Hal ini terjadi
kerena kebijakan pemerintah yang sangat
strategis selama hampir tiga bulan terakhir ini minim proses check and balance dengan pihak legislatif.
"Semestinya kebijakan penarikan subsidi
melalui pembangunan infrastruktur dan
bantuan langsung dapat memberi indikasi awal dan dampak sosial ekonomi dengan adanya penyesuaian harga BBM," kata Farouk.
Sebagai informasi, pada akhir tahun 2014,
pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Kenaikan sebesar Rp 2.000 tersebut telah memicu kenaikan inflasi sebesar 2-3 persen selama bulan Desember. Tak berapa lama, komoditas elpiji 12 kg juga mengalami kenaikan sehingga inflasi secara nasional akhir tahun 2014 meningkat menjadi 8,36 persen. Namun, kini disebabkan tren harga minyak dan gas (migas) di tingkat global mengalami penurunan, pemerintah kemudian mengoreksi kebijakan energinya.
Editor: Fidel Ali Permana
nasional.kompas.com/read/2015/01/21/17224141/DPD.Keluhkan.Penurunan.Harga.BBM.yang.Tidak.Berdampak.pada.Harga.Sembako
Coba tanya ke mentri Gober

0
845
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan