
Quote:
Original Posted By bryansnt20►om mau nanya nih

kan ditembaknya jam setengah satu, kok meninggal nya 10 menit kemudian ? malah ada yang sampek 40 menit

apa ga ngefek peluru nya atau gimana ?
makasih om

10 menit kemudian itu resmi dinyatakan dokter om
Seharusnya jika Terpidana Mati TIDAK BANYAK BERGERAK sehingga tembakan tepat di jantung, ada reaksi tubuh dalam kondisi sekarat sampai mati. Dan jika memang urutannya sesuai, dan ternyata setelah ditembak Terpidana Mati masih menunjukkan tanda tanda kehidupan. Komadan Regu yang menembak dengan senjata genggamnya menempelkan di atas telinga.
Jika ada yg bertanya kenapa tidak ditembak di Kepala saja, ini semata mata alasan biar jasadnya tetap 'rapih' penembakan di kepala hanya cara terakhir 
Quote:
Quote:
Original Posted By garandman►
Belum tentu. MU-5 TJ itu setara dgn M885 atau SS109 NATO spec. Kalau ditembakkan dari senapan dgn laras 18 inches atau lebih panjang (spt SS1 full size misalnya), dan jarak sasaran hanya 10-15 meter di hadapan muzzle, maka impact velocity dari projectile hampir bisa dipastikan akan lebih tinggi dari 2700 fps. SS109 projectile diketahui mengalami fragmentasi bila menembus soft tissues dengan kecepatan diatas 2700 fps. Kalau mau peluru utuh dan exit wound di badan tidak terlalu besar, pakai saja 7.62x39 FMJ dari SKS atau AK47. M43 type projectile yg dipakai di kaliber ini (Russian-spec) dikenal sulit utk fragmentasi di tubuh korban.
JHP (jacketed hollow point) ammo lebih cenderung lagi utk mengalami fragmentasi, terutama di kaliber 5.56x45. Saya pernah pakai 77 grain Sierra MatchKing (boat-tail, jacketed hollow point match bullet) dengan AR15-A2 with 20" barrel length. Sasaran adalah rusa dgn jarak tembak sekitar 125-150 meters. Saat dibuka, luka tembak di dalam seperti ada granat kecil yg meledak. Paru2 hancur menjadi bubur akibat fragmentasi projectile yg massive.
Quote:
Original Posted By garandman►
Mungkin mereka tidak tahu, namun begitu mereka menembakkan senjata, mereka akan tahu apakah yg dia tembakkan itu blank atau live round. Recoil nya sangat berbeda. Suara pun sangat berbeda terutama pada kaliber 5.56x45. Jadi post execution trauma pada anggota regu tembak pasti ada ... karena 3 orang yg pakai live rounds itu pasti tahu (kalau mereka memang sudah banyak pengalaman menembak with live rounds dan blanks).
Quote:
Original Posted By garandman►
Bukan bersarang, melainkan tembus dengan lubang yg "bersih" dan "lurus" bila ditembakkan ke badan. Ini karakteristik yg dikenal dari Russian type M43 bullet, 123 grain FMJ, yg umum dipakai utk loading 7.62x39mm sesuai Russian military spec.
Namun wound channel bisa lebih parah bila peluru mengenai tulang karena tulang bisa pecah dan pecahan ini bekerja spt shrapnel tajam yg akan mengoyak soft tissues di sekitarnya. Kalau tulang yg ditembus projectile termasuk tulang yg besar, maka projectile itu sendiri bisa pecah, atau minimum mengalami deformasi sehingga lintasan peluru (yg menghasilkan permanent wound channel) tidak akan lagi lurus. Projectile juga bisa mengalami yawing dimana dia bergerak maju namun dengan posisi projectile yg berputar ke samping (ujung runing belum tentu menjadi leading edge dari projectile in motion).
Karakteristik ini pernah dipelajari secara mendalam oleh Dr. Martin Fackler dan hasilnya diterbitkan dalam kertas kerja beliau yg hingga saat ini menjadi referensi utama on the study of wound ballistics yg dihasilkan oleh common military ammunition (7.62x39, 5.56x45, 5.45x39, dan 7.62x51). Coba deh anda google dgn keywords "fackler ballistics military ammunition" ... pasti ketemu.
Hollow point akan bekerja optimal bila dia bisa mengalami controlled exansion. Namun tidak semua hollow point bullets itu memiliki karakteristik dan kualitas yg sama. Older hollow points sering gagal mengalami exansion karena mulut hollow point tersumbat oleh benda asing (spt kain bahan pakaian yg tebal) shg dia berlaku mirip dgn FMJ (tembus lurus dan dalam, dengan wound channel yg jauh lebih kecil). Kadang2 kalau dia berhasil mengembang, older hollow point design sering juga mengalami core-jacket separation bahkan fragmentation. Hal ini pun tidak kita inginkan karena fragmented atau separated bullet, meskipun bisa menghasilkan multiple wound channels shg luka menjadi lebih parah, namun penetration depth akan menjadi lebih shallow. In the world of hollow point bullet, the perfect behaviors are expected to be as follows:
1. Expand reliably (including through barriers spt pakaian yg tebal, kayu, baja mobil, kaca mobil, dan dinding gypsum)
2. Maintain bullet integrity (tidak fragmentasi atau tidak mengalami core-jacket separation).
3. Penetrate deep enough, but not over penetrate (standard FBI utk ballistic gelatin test adalah minimum penetration of 12 inches, and maximum of 18 inches).
Hollow points umumnya dipakai di handguns, SMG, atau carbine with handgun caliber.
Bagaimana dgn rifle? HP (hollow point) bullets di rifle memiliki aplikasi yg lebih terbatas. Match bullet biasanya menggunakan konstruksi HP. Hunting bullets utk jenis hewan2 tertentu juga menggunakan HP. Ini biasanya utk varmint hunting (hewan kecil spt prairie dogs) atau pest hunting (membasmi hama dan dagingnya tidak utk dimakan).
Karena rifle bullets memiliki velocity yg jauh lebih tinggi dibandingkan handgun bullets, maka HP bullets akan mengalami tendensi to fragment. HP membutuhkan high enough velocity to expand. But too much velocity it will fragment and it will penetrate less. So, kalau tujuan anda ingin menimbulkan massive internal wound dan deep penetration tidak terlalu penting, then yes, use HP from a rifle. Saya pakai 45 dan 50 grain JHP ammo di AR15 dan M4 utk home defense. Pertimbangannya, saya ingin minimize over penetration (jadi peluru yg nyasar ke dinding gipsum dan kayu bisa fragmented dan tidak terus terbang ke tetangga sebelah) while maximizing wound ballistics dengan asumsi bad guys tidak mengenakan body armor.
Spt yg saya sebut sebelumnya, luka tembak yg disebabkan oleh HP bullet dari rifle is much more gruesome dibandingkan luka tembak dgn FMJ. Kayaknya utk death penalty this will create a very messy wound.
Kalau anda ingin rifle bullet yg bisa expand dan memiliki kecendrungan fragmentasi yg lebih kecil, pakai soft tip (ujungnya timbal), atau ballistic tip (ujungnya polymer). Ini umum dipakai utk medium dan big game hunting.
Yes.
Quote:
Original Posted By garandman►
Yup.
Atau, kalau tetap mau pakai 5.56x45 FMJ (62 grain atau 55 grain), pakailah senapan dengan laras yg sangat pendek. seperti SS1-V5 dengan panjang laras sekitar 10 inches (25 cm). Laras yg sangat pendek spt ini akan mengurangi muzzle velocity dari projectile. AKibatnya kecepatan peluru saat impact dgn tubuh juga akan berkurang. At 10.5", muzzle velocity cuma 2600 fps. Jadi saat bullet masuk ke sasaran kecepatan sudah drop mendekati 2500 fps (batas bawah kecepatan sebelum projectile SS109 tidak lagi mengalami fragmentasi).
Quote:
Original Posted By garandman►
Lupa, kalau anda pelajari seluk beluk the battle of Mogadishu akan anda temukan laporan dari Delta operators yg mengeluh short-barrel M4 mereka (10.5" barrel length) tidak effective dalam merobohkan Somali fighters meskipun Delta operators berhasil menembak the Somali fighters tsb. Pengecualian bila peluru langsung masuk di jantung, otak, atau mematahkan tulang belakang. Fenomena yg dilaporkan oleh Delta operators ini bisa dijelaskan dengan melihat ballistics dari peluru M855 (SS109) yg mereka pakai dengan menggunakan senapan laras pendek yg di optimalkan utk CQB (makanan harian Delta) namun memberikan hasil yg sub-optimal bila digunakan utk pertempuran jarak menengah (100-200 meters). Karena rendahnya muzzle velocity yg dihasilkan oleh senapan laras pendek spt ini, maka projectile M855 gagal utk fragmentasi di dalam tubuh sasaran. Bahkan utk tumbling (berputar) pun sulit. Akibatnya luka tembak yg dihasilkan hanya berbentuk lubang sebesar projectile itu sendiri tanpa ada koyakan pada jaringan / organ yg dilalui peluru tsb. Keluhan ini tidak ditemukan pada Rangers yg terlibat karena mereka menggunakan M16A2 dgn panjang laras 20". Peluru yg ditembakkan Rangers dari laras 20" ini mampu utk mencapai fragmentasi dalam jarak tembak antara 100-200 meters. Akibatnya Somali fighter yg kena pun lebih cepat roboh akibat pendarahan dan kerusakan organ dan jaringan jauh lebih parah dibandingkan peluru yg tembus tanpa fragmentasi atau tumbling (spt yg dialami oleh Delta operators).
Kalau hasil observasi lapangan selama ini bagaimana mas? Apakah tubuh terpidana mati yg ditembak dgn SS1 dgn barrel 18.5" itu masih "rapi" (terutama exit wound nya) ?
Quote:
Original Posted By survivor_knive►
@TS Pak Daniel
Terima Kasih atas setiap informasi yg diberikan di thread ini, izinkan newbie ini ikut sedikit urun rembuk..
Nice to see you here kang garand..
Hope there's no more hordes from lounge again here ya

..
You already explain almost all about terminal ballistic sir..
Sedikit bercerita dan berbagi tentang pengalaman saya, saya sendiri kebetulan belum pernah melihat langsung otopsi dari terpidana hukuman mati, namun sempat melihat dari dokumentasi hasil otopsi pada salah satu orang yang paling dicari di indonesia beberapa tahun silam..
Entahlah, pada dokumentasi tersebut, tampaknya bukan FMJ seperti yang digunakan pada terpidana mati, mungkin, sekali lagi mungkin yang digunakan adalah JHP, karena enter wound yang kecil lalu exit wound yang besar di bagian belakang empunya tubuh
Ok, Kembali pada topik eksekusi hukuman mati, menurut saya pribadi, menembakan peluru tepat sasaran di sela iga dari jarak 10-15 meter dengan kondisi rifle acak yang kemungkinan karakteristik rifle nya tidak dikenal baik oleh penembak nya memiliki tendensi untuk mengenai tulang iga terpidana mati belum lagi jika terpidana mati bergerak-gerak, maka ketika peluru ditembakan kemudian menyebabkan proyektil peluru tersebut tumbling di dalam tubuh dan menimbulkan karakteristik perlukaan yang lebih massive (gambar rusa lengkap dengan deskripsi kang garand amat sangat jelas untuk dijadikan referensi)
Di thread ini ada pula yang menilai hukuman mati ala negara cina dimana eksekutor menembak dari belakang ke arah tengah leher (ya leher, bukan kepala) merupakan sesuatu yang lebih tidak manusiawi..
Hmmm, menurut saya eksekusi mati ala cina ini lebih manusiawi, kenapa demikian ? karena bagian tengah leher yang dijadikan sasaran, dimana didalamnya diasumsikan terdapat batang otak / brain stem, yang jika diputus, maka secara teoritis, koordinasi otak ke tubuh kemudian secara instan akan langsung terputus, dan kemudian dapat diasumsikan diagnosa MBO / Mati Batang Otak pada terpidana mati kemudian ditegakkan..hal ini juga berlaku pada hukum pancung, dimana urutan kejadian diatas juga terjadi..
Oh ya, di thread ini pula ada komentar tentang tidak ada beda nya antara peluru hampa, dengan peluru tajam..
Percayalah, di tangan atau pundak yang terbiasa menembak, kedua jenis peluru tersebut memiliki karakteristik yang amat berbeda dan si empunya tembakan akan cukup sadar apakah dia menembakan peluru hampa atau peluru tajam..
Satu lagi, jika ada pertanyaan "lalu, apakah penembak lantas punya gejala trauma atau rasa bersalah ?" Maka semua akan kembali kepada si penembak, historis serta pengalaman nya, serta kesiapan mental ketika eksekusi dilaksanakan..
Newbie ini ikut urin rembuk, jadi jika ada tulisan diatas yg salah, kurang dan hendak ditambahkan ya CMIIW
sayang sekali jika hanya karena HT, thread bagus seperti ini tenggelam oleh junker, one liner, atau kejar postingan..
survivor_knive
sign out for awhile
Regards..