- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sopir Bus Setuju Penghapusan Sistem Setoran


TS
Abc..Z
Sopir Bus Setuju Penghapusan Sistem Setoran
http://megapolitan.kompas.com/read/2...Sistem.Setoran
JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa sopir bus mengaku setuju dengan rencana Pemerintah DKI Jakata untuk menghapus sistem setoran. Mereka juga senang jika pemerintah memberlakukan sistem gaji bulanan.
Salah satunya yakni Albert Sitorus (50), sopir bus PPD 213 jurusan Kampung Melayu-Grogol. "Kalau saya senang. Karena pendapatan sehari-hari sekarang kadang tidak sesuai lagi untuk menghidupi dua orang anak. Taraf hidup kami pengemudi ini sekarang jauh di bawah standar," kata Albert, kepada Kompas.com, di Terminal Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (9/1/2015) petang.
Albert mengatakan, sistem setoran PPD untuk trayek operasional sangat membebaninya. Sebab, biaya setorannya mencapai Rp 1.600.000 per hari. Itu belum termasuk solar Rp 700.000 per hari.
"Jadi kita setor sehari itu Rp 2,2 juta lah. Itu setoran terbesar se-Indonesia," seloroh Albert.
Kadang, kata dia, kalau sedang bernasib mujur, ia dapat memenuhi setoran dan memeroleh selisih Rp 150.000. Namun, jika tidak, kadang ia hanya membawa Rp 30.000.
"Itu kita dapat dari sisa kalau sudah setoran sama solar," ujar Albert.
Sopir PPD 213 lainnya, John Awir Nasution (43) menyatakan hal senada. Ia mengaku setuju dengan sistem gaji bulanan. Pasalnya, setoran harian yang tinggi membuat dia dan para supir lainnya seperti dikejar-kejar target.
"Intinya kalau memang di angkutan umum ada gaji, kita lebih tertib. Jadi tidak akan turunkan penumpang di sembarang tempat. Buat apa cari resiko? Nanti kalau penumpang jatuh bagaimana?" ujar John.
Togi (50), sopir Metro Mini 46, Kampung Melayu-Pulogadung ini juga mengungkapkan senada. Menurut Togi, setoran tinggi selama ini membuat sopir tidak bisa bekerja tenang.
"Senang kita malahan. Karena gara-gara setoran kita buru-buru terus kejar target. Gara-gara buru-buru setoran kan tahu-tahu kita kejadian (kecelakaan) di jalan," ujar Togi.
Dirinya mengaku memperoleh penghasilan kotor Rp 700.000. Dari jumlah itu ia mesti menyetor ke bosnya Rp 250.000, dan Rp 250.000 lainnya untuk membeli solar. Sisanya Rp 200.000 untuk pendapatan dirinya.
Dengan penghasilan rata-rata Rp 200.000 perhari tersebut, Togi berharap pemerintah nantinya tidak menggaji supir sesuai dengan UMR DKI, yang saat ini berada di kisaran Rp 2,7 juta.
"Tapi jangan segitu. Rugi kita segitu. Rata-rata kita sebulan saja Rp 4 juta," ujar Togi.
emang sebaiknya pemprov yang ngambil alih TU deh, jangan organda
JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa sopir bus mengaku setuju dengan rencana Pemerintah DKI Jakata untuk menghapus sistem setoran. Mereka juga senang jika pemerintah memberlakukan sistem gaji bulanan.
Salah satunya yakni Albert Sitorus (50), sopir bus PPD 213 jurusan Kampung Melayu-Grogol. "Kalau saya senang. Karena pendapatan sehari-hari sekarang kadang tidak sesuai lagi untuk menghidupi dua orang anak. Taraf hidup kami pengemudi ini sekarang jauh di bawah standar," kata Albert, kepada Kompas.com, di Terminal Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (9/1/2015) petang.
Albert mengatakan, sistem setoran PPD untuk trayek operasional sangat membebaninya. Sebab, biaya setorannya mencapai Rp 1.600.000 per hari. Itu belum termasuk solar Rp 700.000 per hari.
"Jadi kita setor sehari itu Rp 2,2 juta lah. Itu setoran terbesar se-Indonesia," seloroh Albert.
Kadang, kata dia, kalau sedang bernasib mujur, ia dapat memenuhi setoran dan memeroleh selisih Rp 150.000. Namun, jika tidak, kadang ia hanya membawa Rp 30.000.
"Itu kita dapat dari sisa kalau sudah setoran sama solar," ujar Albert.
Sopir PPD 213 lainnya, John Awir Nasution (43) menyatakan hal senada. Ia mengaku setuju dengan sistem gaji bulanan. Pasalnya, setoran harian yang tinggi membuat dia dan para supir lainnya seperti dikejar-kejar target.
"Intinya kalau memang di angkutan umum ada gaji, kita lebih tertib. Jadi tidak akan turunkan penumpang di sembarang tempat. Buat apa cari resiko? Nanti kalau penumpang jatuh bagaimana?" ujar John.
Togi (50), sopir Metro Mini 46, Kampung Melayu-Pulogadung ini juga mengungkapkan senada. Menurut Togi, setoran tinggi selama ini membuat sopir tidak bisa bekerja tenang.
"Senang kita malahan. Karena gara-gara setoran kita buru-buru terus kejar target. Gara-gara buru-buru setoran kan tahu-tahu kita kejadian (kecelakaan) di jalan," ujar Togi.
Dirinya mengaku memperoleh penghasilan kotor Rp 700.000. Dari jumlah itu ia mesti menyetor ke bosnya Rp 250.000, dan Rp 250.000 lainnya untuk membeli solar. Sisanya Rp 200.000 untuk pendapatan dirinya.
Dengan penghasilan rata-rata Rp 200.000 perhari tersebut, Togi berharap pemerintah nantinya tidak menggaji supir sesuai dengan UMR DKI, yang saat ini berada di kisaran Rp 2,7 juta.
"Tapi jangan segitu. Rugi kita segitu. Rata-rata kita sebulan saja Rp 4 juta," ujar Togi.
emang sebaiknya pemprov yang ngambil alih TU deh, jangan organda

0
2.2K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan