- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bersiap Hadapi Ketidakpastian Harga BBM
TS
middleware
Bersiap Hadapi Ketidakpastian Harga BBM
Selamat datang era liberalisasi energi, di mana tiap bulan rakyat harus siap deg-degan ngadepin ketidakpastian ekonomi.
Bersiap Hadapi Ketidakpastian Harga BBM
Mungkin ini awal tahun yang indah buat tukang ojek, supir angkot, nelayan, dan masyarakat bawah pengonsumsi premium/solar. Pemerintah menetapkan harga premium turun menjadi Rp 7.600. Diikuti harga bahan bakar lain, termasuk pertamax.
Setidaknya mereka bisa tersenyum karena sebelumnya pemerintah menaikkan harga BBM hingga kenaikan Rp. 2.000 untuk premium. Kemudian masyarakat bawah yang bekerja di sektor transportasi publik pun melakukan penyesuaian harga. Ongkos angkot, ongkos ojek, dan sebagainya, naik meski dihiasi protes para penumpang. Kini harga BBM diturunkan pemerintah. Sementara harga yang telah mereka naikkan tidak perlu diturunkan kembali. Tentu masyarakat yang berprofesi seperti supir angkot dan tukang ojek ini meraih margin yang makin tebal.
Tetapi sampai kapan mereka akan bersuka cita? Agaknya sedikit saja masyarakat bawah yang sadar bahwa dibalik penurunan harga BBM ada ancaman ketidakpastian finansial.
Mereka, seperti kebanyakan rakyat Indonesia, tidak sadar bahwa pemerintahan Jokowi telah mencabut subsidi BBM mulai tahun ini. Otomatis harga BBM akan mengikuti harga pasar, termasuk premium. Maka kelak sewaktu-waktu mereka bisa menemui harga BBM di pom bensin bisa berubah menjadi Rp 10.000 per liter, atau bisa Rp 1.000 per liter. Tergantung harga minyak dunia. Saat ini harga premium dikisaran Rp 7.600 itu sudah tanpa subsidi dan menyesuaikan harga minyak dunia.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil sudah mengisyaratkan adanya perubahan harga BBM tiap bulannya. “Harga akan di evaluasi tiap bulan. Kalau ada mekanisme persaingan sehat harga lebih dinamis,” ujarnya di Jakarta, Rabu (31/12/2014). Karena itu, masyarakat harus bersiap dengan ketidakpastian harga BBM. Tiap bulan mereka harus menghitung kembali anggaran pengeluaran rumah tangga hingga ongkos produksi usaha. Masyarakat akan memasuki bulan demi bulan tanpa kepastian finansial.
Ketidakpastian Ongkos Angkutan Umum
Entah pemerintah sadar atau tidak, setiap kali ada kenaikan harga BBM, maka pemerintah telah mengadu-domba antara penumpang dengan supir angkot/bus. Karena tiap kali ongkos angkutan umum dinaikkan, timbul resistensi dari para penumpang.
Lalu bayangkan bila perubahan harga BBM terjadi tiap bulan mengikuti fluktuasi harga minyak dunia. Penumpang akan mengeluh dengan supir angkot yang menaikkan tarif dengan semena-mena, atau supir angkutan yang mengeluh karena penumpang tak mau membayar ongkos yang telah disesuaikan dengan kenaikan harga BBM.
Nyamankah masyarakat bawah yang bekerja di sektor angkutan publik ini bila harus merasakan turbulensi harga BBM? Tentu tidak. Semua pelaku usaha memerlukan kepastian.
Ketidakpastian Usaha
Tak hanya supir dan pengusaha angkutan umum, pelaku usaha lain pun akan merasakan dampaknya. Ongkos distribusi yang turun naik akan membuat mereka bingung menentukan harga jual produk mereka. Selama ini turun naiknya harga bahan baku saja sudah merepotkan penentuan ongkos produk, apalagi bila ditambah dengan turun naiknya ongkos distribusi. Dan bila harga BBM naik, lalu mempengaruhi harga bahan baku yang juga naik, ditambah dengan ongkos produksi naik (bila memerlukan BBM dalam produksi), lalu ongkos distribusi juga harus naik, maka meranalah industri manufaktur.
Ketidapastian Suku Bunga
Bank pun tidak terhindar dari ketidakpastian harga BBM. Turbulensi inflasi akan memaksa BI mereview kembali BI rate. Dan bankir pun harus rajin-rajin mempertimbangkan suku bunga. Yang dirugikan tentu saja nasabahnya yang berhutang dengan sistem float, dari nasabah KPR hingga peminjam untuk modal usaha. Mereka tidak mendapat kepastian cicilan yang fix. Tiap bulan mereka harus menyiapkan detak jantung yang sehat saat memeriksa berapa bank menarik saldo tabungan mereka.
Ketidakpastian Cash Flow Rumah Tangga
Dan semuanya tentu akan menyakitkan bagi masyarakat. Mereka pusing dengan ketidakpastian ini. Gaji yang mereka bawa pulang selalu tetap tiap bulan, namun pengeluaran tidak pernah pasti. Anggaran yang mereka rancang harus siap berubah tiap bulan. Semua karena satu faktor: harga BBM yang tidak pasti yang memberi efek domino bagi semua komoditi.
Pun para tulang punggung keluarga yang berusaha dengan berdagang, angka yang mereka bawa ke rumah sangat tidak pasti, apalagi yang akan mereka keluarkan.
Liberalisasi harga BBM adalah kezhaliman buat masyarakat Indonesia.
Quote:
Bersiap Hadapi Ketidakpastian Harga BBM
Mungkin ini awal tahun yang indah buat tukang ojek, supir angkot, nelayan, dan masyarakat bawah pengonsumsi premium/solar. Pemerintah menetapkan harga premium turun menjadi Rp 7.600. Diikuti harga bahan bakar lain, termasuk pertamax.
Setidaknya mereka bisa tersenyum karena sebelumnya pemerintah menaikkan harga BBM hingga kenaikan Rp. 2.000 untuk premium. Kemudian masyarakat bawah yang bekerja di sektor transportasi publik pun melakukan penyesuaian harga. Ongkos angkot, ongkos ojek, dan sebagainya, naik meski dihiasi protes para penumpang. Kini harga BBM diturunkan pemerintah. Sementara harga yang telah mereka naikkan tidak perlu diturunkan kembali. Tentu masyarakat yang berprofesi seperti supir angkot dan tukang ojek ini meraih margin yang makin tebal.
Tetapi sampai kapan mereka akan bersuka cita? Agaknya sedikit saja masyarakat bawah yang sadar bahwa dibalik penurunan harga BBM ada ancaman ketidakpastian finansial.
Mereka, seperti kebanyakan rakyat Indonesia, tidak sadar bahwa pemerintahan Jokowi telah mencabut subsidi BBM mulai tahun ini. Otomatis harga BBM akan mengikuti harga pasar, termasuk premium. Maka kelak sewaktu-waktu mereka bisa menemui harga BBM di pom bensin bisa berubah menjadi Rp 10.000 per liter, atau bisa Rp 1.000 per liter. Tergantung harga minyak dunia. Saat ini harga premium dikisaran Rp 7.600 itu sudah tanpa subsidi dan menyesuaikan harga minyak dunia.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil sudah mengisyaratkan adanya perubahan harga BBM tiap bulannya. “Harga akan di evaluasi tiap bulan. Kalau ada mekanisme persaingan sehat harga lebih dinamis,” ujarnya di Jakarta, Rabu (31/12/2014). Karena itu, masyarakat harus bersiap dengan ketidakpastian harga BBM. Tiap bulan mereka harus menghitung kembali anggaran pengeluaran rumah tangga hingga ongkos produksi usaha. Masyarakat akan memasuki bulan demi bulan tanpa kepastian finansial.
Ketidakpastian Ongkos Angkutan Umum
Entah pemerintah sadar atau tidak, setiap kali ada kenaikan harga BBM, maka pemerintah telah mengadu-domba antara penumpang dengan supir angkot/bus. Karena tiap kali ongkos angkutan umum dinaikkan, timbul resistensi dari para penumpang.
Lalu bayangkan bila perubahan harga BBM terjadi tiap bulan mengikuti fluktuasi harga minyak dunia. Penumpang akan mengeluh dengan supir angkot yang menaikkan tarif dengan semena-mena, atau supir angkutan yang mengeluh karena penumpang tak mau membayar ongkos yang telah disesuaikan dengan kenaikan harga BBM.
Nyamankah masyarakat bawah yang bekerja di sektor angkutan publik ini bila harus merasakan turbulensi harga BBM? Tentu tidak. Semua pelaku usaha memerlukan kepastian.
Ketidakpastian Usaha
Tak hanya supir dan pengusaha angkutan umum, pelaku usaha lain pun akan merasakan dampaknya. Ongkos distribusi yang turun naik akan membuat mereka bingung menentukan harga jual produk mereka. Selama ini turun naiknya harga bahan baku saja sudah merepotkan penentuan ongkos produk, apalagi bila ditambah dengan turun naiknya ongkos distribusi. Dan bila harga BBM naik, lalu mempengaruhi harga bahan baku yang juga naik, ditambah dengan ongkos produksi naik (bila memerlukan BBM dalam produksi), lalu ongkos distribusi juga harus naik, maka meranalah industri manufaktur.
Ketidapastian Suku Bunga
Bank pun tidak terhindar dari ketidakpastian harga BBM. Turbulensi inflasi akan memaksa BI mereview kembali BI rate. Dan bankir pun harus rajin-rajin mempertimbangkan suku bunga. Yang dirugikan tentu saja nasabahnya yang berhutang dengan sistem float, dari nasabah KPR hingga peminjam untuk modal usaha. Mereka tidak mendapat kepastian cicilan yang fix. Tiap bulan mereka harus menyiapkan detak jantung yang sehat saat memeriksa berapa bank menarik saldo tabungan mereka.
Ketidakpastian Cash Flow Rumah Tangga
Dan semuanya tentu akan menyakitkan bagi masyarakat. Mereka pusing dengan ketidakpastian ini. Gaji yang mereka bawa pulang selalu tetap tiap bulan, namun pengeluaran tidak pernah pasti. Anggaran yang mereka rancang harus siap berubah tiap bulan. Semua karena satu faktor: harga BBM yang tidak pasti yang memberi efek domino bagi semua komoditi.
Pun para tulang punggung keluarga yang berusaha dengan berdagang, angka yang mereka bawa ke rumah sangat tidak pasti, apalagi yang akan mereka keluarkan.
Liberalisasi harga BBM adalah kezhaliman buat masyarakat Indonesia.
Diubah oleh middleware 07-01-2015 04:01
nona212 memberi reputasi
1
878
Kutip
2
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan