Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

eCIPUTRA.comAvatar border
TS
eCIPUTRA.com
Jangan Acuh Tak Acuh dengan Uang dan Investasi


Banyak orang bersikap acuh tak acuh alias cuek terhadap uang pribadinya, sekalipun mungkin sehari-hari mengurusi miliaran rupiah uang perusahaan. Membuat rencana keuangan rumah tangga per bulan –apalagi per tahun– dianggap merepotkan. Menyusun pembukuan rumah tangga? Mana sempat, dan buat apa? Hidup ini cuma sekali, sebaiknya dinikmati saja mumpung rezeki masih terbuka.

Rani juga begitu. Kedudukan tinggi di kantor membuatnya leluasa mengeluarkan uang dan menikmati gaya hidup ‘kelas atas’ yang identik dengan pemborosan. Uang mengalir ke rekeningnya, lalu keluar lagi dengan derasnya. Barulah dia tersentak ketika perusahaannya melakukan re-organisasi dan Rani diminta untuk pensiun dini. Rani gelagapan. Selama ini uangnya masuk dari satu sumber saja. Dan kini dengan tertutupnya sumber itu, ia seperti buntu. Memang ada uang golden shakehand dari perusahaan. Tapi setelah dihitung, ternyata –kalaupun didepositokan– hasil yang diperoleh per bulan tak sampai seperenam gajinya selama ini.

Kisah Sanny lain lagi. Ketika terjadi krisis moneter dan bank-bank menawarkan bunga deposito yang gila-gilaan, dia membiarkan uangnya hanya ‘beristirahat’ di tabungan. Berburu bunga rasanya kok, materialistis. Seakan-akan mencari kesempatan dalam kesempitan. Saran abangnya, Harry, untuk memindahkan uangnya ke deposito, tidak diindahkan.

Sementara itu Harry dengan gesit membuka deposito di bank swasta. Dia tidak segan-segan bernegosiasi dengan bank untuk mendapat bunga lebih besar, mengganti-ganti jangka waktu deposito, bahkan memindahkan uangnya ke bank lain bila lebih menguntungkan. Harry meraup untung besar selama dua tahun keadaan tidak normal itu, sementara uang Sanny hanya merayap pelan bagai siput.

Germaine W. Shames, penulis fiksi dan non-fiksi, wanita Amerika tulen, juga mengalami kerugian besar karena sikap cueknya soal uang. Ia memiliki kekayaan berupa saham-saham ibu dan neneknya. Atas saran seorang personal banker, saham-saham itu ia jual dan ia menginvestasikan uangnya untuk membeli saham-saham teknologi.

Yang kemudian terjadi, harga saham-saham teknologi itu anjlok. Karena terbiasa cuek soal keuangan, Germaine lambat menyadari kerugiannya. Beberapa saat kemudian barulah ia meneliti laporan-laporan bank yang sudah sekian lama bertumpuk di rumahnya. Dia terkejut melihat asetnya yang merosot tajam. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri: “Bagaimana mungkin aku membiarkan semua ini terjadi?”

Jawabannya tidak sederhana. Terlalu percaya? Terlalu lugu? Terlalu cuek? Yang jelas ia syok berat. “Teringat olehku sofa ibuku yang butut, sweater nenekku yang lusuh, perabot antik, dan perhiasan yang memungkinkan aku mendapat warisan yang besar. Sekarang semuanya hampir musnah,” katanya.

Dia lalu bertekad: “Kalaupun makan waktu sepanjang sisa hidupku, aku bersumpah akan mendapatkan uang itu kembali.” Germaine mulai mempelajari segala sesuatu tentang investasi. Dia membuka situs-situs finansial di internet dan tekun mencari peluang yang paling cocok dengan gaya investasinya. Dia juga membaca buku-buku, dari yang mendasar seperti Guide to Financial Independence karya Charles Schwab, sampai The Intelligent Investor karangan Benjamin Graham.

Dia lalu mengambil apa yang tersisa dari asetnya dan menghubungi seorang perencana keuangan. Di usia 50, Germaine menganggap dirinya sedang mengembangkan kembali ‘hadiah’ yang diperolehnya dari dua generasi wanita yang ulet. Kalau dulu meneliti buku cek atau memeriksa saldo rekening dirasanya materialistis, kini setiap Senin dia tak pernah absen menatap layar komputer yang penuh kutipan harga-harga saham.

Kalau berjalan mulus, menurut Germaine jumlah warisannya akan kembali dalam lima atau enam tahun. Berbarengan dengan itu, akan muncul rasa puas karena telah membuktikan dirinya cukup berharga untuk menerima warisan itu.

Singkat cerita, Germaine telah berubah dari wanita yang cuek soal uang menjadi wanita yang tekun berinvestasi. Pelajaran yang diterimanya adalah, kalau seseorang mendapat warisan, masukkan dulu aset itu dalam deposito atau tabungan sampai usai masa berduka. Jangan sampai suasana hati yang berduka membuat kita lengah dan terbuai bujuk rayu broker. Kita tentu tak ingin mengalami pengalaman pahit hanya karena sikap cuek soal uang. Uang memang bukan segala-galanya, tapi tanpa uang… bisakah kita bayangkan sengsaranya hidup ini?

sumber
0
1K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan