Sumedang - Kepergian Een Sukaesih (51) menyisakan duka bagi orang terdekat dan dunia pendidikan di Tanah Air. Selama 30 tahun ia lumpuh karena penyakit radang sendi yang dideritanya. Selama itu pula, ia mengajar anak-anak di sekitar rumahnya. Aktivitas mulia itu dilakukan sambil terbaring di kasur.
Setiap hari, siswa TK dan sekolah dasar berbondong-bondong ke kediamannya meminta pelajaran tambahan. Siswa SMP dan SMA pun masih minta diajarinya. Bahkan mahasiswa pun datang ke rumahnya menimba ilmu. Tak sedikit juga para mahasiswa membantunya mengajari anak didiknya. Itu ia lakukan semua tanpa bayaran.
Malah terbalik. Een yang sering mengeluarkan uang untuk makan dan jajan anak-anak. "Anak-anak itu kalau pulang sekolah langsung ke sini. Kalau mereka datang, ya makan. Kalau tidak ada apa-apa, ya masak mi atau jajan," ujar Tati (48), adik Een, saat ditemui di rumah duka, Sumedang, Jabar, Sabtu (13/12/2014).
Saking dekatnya Een dan anak didiknya, mereka kerap menginap di rumah Een, yang mereka panggil Ua. Panggilan bahasa Sunda bagi orang yang dituakan atau kakak dari orangtua kita.
"Setiap hari rumah penuh dari siang sampai maghrib. Malam, mereka datang lagi. Tak sedikit yang menginap," ujar Nining (47), kerabat yang selama ini merawat Een bersama Yati.
Meski lelah, menurut Nining, Een tak pernah marah atau menghalangi anak-anak datang ke rumahnya. "Jadinya saya yang suka ngasih tahu anak-anak kalau terlihat Ua lelah. Saya bilang Ua lagi sakit nanti saja ke sini lagi," tutur Nining.
Ia mengaku kagum dengan sosok Een. Meski puluhan tahun tak bisa bergerak kecuali berbaring, namun Een tetap semangat."Selama saya merawatnya, belum pernah ia mengeluh. Malah kadang saya yang sering curhat soal kesusahan hidup," ujar Nining.
Hal yang sama dikatakan anak didiknya, Lela (20), mahasiswi UPI Bandung. Lela sudah mengenal Een sejak ia kelas 1 SD. Ia diajari Een hingga kelas 6 SD. Saat SMP karena sekolah di luar Sumedang, ia tak kontak lagi. Namun SMA kelas 2, ia kembali lagi.
"Sejak itu kami dekat lagi. Ua tuh enggak pernah sama sekali ngeluh, meski saya yakin dia tuh kesakitan. Tapi enggak pernah nunjukin," ujar Lela.
Ia mengaku sangat kehilangan seseorang yang ia anggap lebih dari seorang guru. "Namun di sisi lain saya juga merasa lega, karena Ua tidak lagi merasakan sakit. Mungkin ini yang terbaik buat Ua," kata Lela.
Anak pertama dari 3 bersaudara ini lumpuh permanen karena positif terkena radang sendi (Remathoid Artitis) sejak tahun 1981. Gara-gara penyakitnya itu, ia harus berhenti menjadi guru BP di SMA Sindanglaut Cirebon. Een merupakan lulusan D3 Bimbingan Penyuluhan IKIP Bandung (sekarang UPI).
Karena penyakinya itu, tangan dan kakinya mengecil dan bengkok. Sehingga ia tak bisa berjalan maupun makan sendiri.
http://m.detik.com/news/read/2014/12...mbil-berbaring
Selamat jalan bu.. Semoga amal baik, jasa ibu, pengorbanan ibu, dibterima di sisi allah swt... Amin saya hanya bisa membantu doa
Ibu adalah contoh bagi guru" yg ada di indonesia... Walau keadan ibu yg lemah ibu msh bisa tersyum mengajar,... Selamat jalan bu een sukaisih