- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Gara-Gara Tes Keperawanan, Polri Dikecam Pihak Asing
TS
corocodile
Gara-Gara Tes Keperawanan, Polri Dikecam Pihak Asing
LONDON -- Tidak hanya dari dalam negeri, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dikecam pihak asing karena diisukan memberlakukan tes keperawanan lagi terhadap calon polisi wanita.
"Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan bahwa tes keperawanan menggunakan dua jari yang dilakukan oleh pihak Polri tidak terbukti kebenarannya secara ilmiah," Komisioner Human Right Watch Phelim Kine dalam rilisnya, Sabtu (6/12).
"Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan bahwa tes keperawanan menggunakan dua jari yang dilakukan oleh pihak Polri tidak terbukti kebenarannya secara ilmiah," Komisioner Human Right Watch Phelim Kine dalam rilisnya, Sabtu (6/12).
Quote:
Ia menilai, tes keperawanan adalah pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini melanggar pasal 7 Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan pasal 16 Konvensi Hak Asasi Manusia. Kedua konvensi tersebut padahal sudah diratifikasi oleh Indonesia.
Kine juga menegaskan, Polri tidak bisa menutup mata tentang kasus ini, dan mengatakan tidak tahu menahu dengan alasan perbedaan struktural antara Polri dengan Polwan.
Apalagi, Kine mengklaim, pihak Polri tak melaksanakan anjuran Human Right Watch untuk menghentikan tes keperawanan ini dengan dalih tes keperawanan sebagai ukuran moral.
Kine mendesak pemerintahan Jokowi-JK untuk bisa lebih memberikan perhatian terhadap isu perempuan. Banyaknya pelanggaran yang menimpa perempuan Indonesia menjadi salah satu indikasi negara Indonesia tidak memiliki kepedulian terhadap perempuan.
"Ini kesemapatan bagus bagi pemerintahan baru, seberapa jauh pemerintah peduli terhadap hak-hak perempuan," tegas Kine.
Kine juga menegaskan, Polri tidak bisa menutup mata tentang kasus ini, dan mengatakan tidak tahu menahu dengan alasan perbedaan struktural antara Polri dengan Polwan.
Apalagi, Kine mengklaim, pihak Polri tak melaksanakan anjuran Human Right Watch untuk menghentikan tes keperawanan ini dengan dalih tes keperawanan sebagai ukuran moral.
Kine mendesak pemerintahan Jokowi-JK untuk bisa lebih memberikan perhatian terhadap isu perempuan. Banyaknya pelanggaran yang menimpa perempuan Indonesia menjadi salah satu indikasi negara Indonesia tidak memiliki kepedulian terhadap perempuan.
"Ini kesemapatan bagus bagi pemerintahan baru, seberapa jauh pemerintah peduli terhadap hak-hak perempuan," tegas Kine.
Spoiler for Kadiv Hukum Polri Benarkan Ada Tes Keperawanan bagi Calon Polwan:
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Divisi Hukum Polri Inspektur Jenderal Pol Moechgiyarto membenarkan adanya tes keperawanan bagi calon polisi wanita. Moechgiyarto mengatakan, tes keperawanan tersebut dilakukan untuk menjaga moral calon perwira kepolisian.
"Iya benar, memang itu terjadi. Alat kedokteran kita tidak bisa mendeteksi, ternyata setelah masuk mereka mual-mual, ternyata sudah dua bulan (hamil)," ujar Moechgiyarto saat menjawab pertanyaan moderator dalam sebuah dialog mengenai pekerjaan rumah Jokowi-JK di sektor hukum, Rabu (19/11/2014).
Moechgiyarto mengatakan, kebijakan tersebut merupakan aturan internal Polri. Meski demikian, menurut dia, yang menjadi persoalan bukanlah mengenai masih perawan atau tidak.
"Memang kalau dikaitkan dengan profesi tidak ada pengaruhnya, tapi kita ada aturan main. Ini soal moral, kita tidak mau ada bibit yang tidak baik," kata Moechgiyarto.
Pernyataan Moechgiyarto sempat mendapat kritik dari peserta dialog. Sejumlah perempuan peserta dialog dengan tegas menyatakan aturan tersebut bersifat diskriminatif dan merendahkan kaum perempuan. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Eryanto Nugroho, dalam diskusi tersebut, mengatakan, salah satu isi dalam visi misi Presiden Joko Widodo adalah menghapus regulasi yang melanggar HAM, serta praktik diskriminasi terhadap perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.
Pernyataan Moechgiyarto ini berbeda dengan yang dikemukakan Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto. Menurut dia, yang dilakukan Polri kepada calon polwan sebatas memeriksa kesehatan organ reproduksi. Agus mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah calon polwan tersebut memiliki penyakit atau gangguan pada organ reproduksinya. (Baca: Bantah Tes Keperawanan, Polri Akui Memeriksa Kesehatan Organ Reproduksi)
Dalam laporan yang dipublikasikan di situs resminya kemarin, Human Rights Watch (HRW) mengungkap adanya tes keperawanan setelah melakukan wawancara kepada sejumlah perempuan yang merupakan polwan, mantan polwan, atau pernah mendaftar sebagai calon polwan. Tim HRW juga melakukan wawancara dengan dokter polisi, tim evaluasi seleksi polisi, anggota Komisi Kepolisian Nasional, serta aktivis perempuan. Wawancara dilakukan antara Mei dan Oktober 2014 di enam kota, yaitu Bandung, Jakarta, Padang, Pekanbaru, Makassar, dan Medan.
HRW menjelaskan, tes itu dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 36 menyebutkan calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetrics dan gynaecology (rahim dan genitalia).
"Tes keperawanan yang dilakukan polisi merupakan praktik diskriminasi yang melanggar dan mempermalukan perempuan," kata Nisha Varia, Associate Director untuk Hak Perempuan di HRW, seperti dikutip dari situs HRW. "Mabes Polri harus membatalkan tes itu secepatnya dan secara jelas, dan memastikan perekrutan polisi di seluruh wilayah untuk menghentikan itu," lanjut Nisha.
"Iya benar, memang itu terjadi. Alat kedokteran kita tidak bisa mendeteksi, ternyata setelah masuk mereka mual-mual, ternyata sudah dua bulan (hamil)," ujar Moechgiyarto saat menjawab pertanyaan moderator dalam sebuah dialog mengenai pekerjaan rumah Jokowi-JK di sektor hukum, Rabu (19/11/2014).
Moechgiyarto mengatakan, kebijakan tersebut merupakan aturan internal Polri. Meski demikian, menurut dia, yang menjadi persoalan bukanlah mengenai masih perawan atau tidak.
"Memang kalau dikaitkan dengan profesi tidak ada pengaruhnya, tapi kita ada aturan main. Ini soal moral, kita tidak mau ada bibit yang tidak baik," kata Moechgiyarto.
Pernyataan Moechgiyarto sempat mendapat kritik dari peserta dialog. Sejumlah perempuan peserta dialog dengan tegas menyatakan aturan tersebut bersifat diskriminatif dan merendahkan kaum perempuan. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Eryanto Nugroho, dalam diskusi tersebut, mengatakan, salah satu isi dalam visi misi Presiden Joko Widodo adalah menghapus regulasi yang melanggar HAM, serta praktik diskriminasi terhadap perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.
Pernyataan Moechgiyarto ini berbeda dengan yang dikemukakan Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto. Menurut dia, yang dilakukan Polri kepada calon polwan sebatas memeriksa kesehatan organ reproduksi. Agus mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah calon polwan tersebut memiliki penyakit atau gangguan pada organ reproduksinya. (Baca: Bantah Tes Keperawanan, Polri Akui Memeriksa Kesehatan Organ Reproduksi)
Dalam laporan yang dipublikasikan di situs resminya kemarin, Human Rights Watch (HRW) mengungkap adanya tes keperawanan setelah melakukan wawancara kepada sejumlah perempuan yang merupakan polwan, mantan polwan, atau pernah mendaftar sebagai calon polwan. Tim HRW juga melakukan wawancara dengan dokter polisi, tim evaluasi seleksi polisi, anggota Komisi Kepolisian Nasional, serta aktivis perempuan. Wawancara dilakukan antara Mei dan Oktober 2014 di enam kota, yaitu Bandung, Jakarta, Padang, Pekanbaru, Makassar, dan Medan.
HRW menjelaskan, tes itu dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 36 menyebutkan calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetrics dan gynaecology (rahim dan genitalia).
"Tes keperawanan yang dilakukan polisi merupakan praktik diskriminasi yang melanggar dan mempermalukan perempuan," kata Nisha Varia, Associate Director untuk Hak Perempuan di HRW, seperti dikutip dari situs HRW. "Mabes Polri harus membatalkan tes itu secepatnya dan secara jelas, dan memastikan perekrutan polisi di seluruh wilayah untuk menghentikan itu," lanjut Nisha.
Spoiler for Tentang Tes Keperawanan, Polri: Itu Info Sesat:
Informasi tentang adanya tes keperawanan dalam proses rekrutmen polisi wanita di linhkungan Polri tengah hangat diperbincangkan oleh publik. Terkait hal ini, Polri tegas menyatakan informasi tersebut tidak benar karena bersumber dari sebuah situs internet dengan url [url=http://www.infopendaftaranpolri.com.]www.infopendaftaranpolri.com.[/url]
Pihak Polri menegaskan www.infopendaftaranpolri.comadalah situs palsu, karena situs resmi Polri terkait informasi penerimaan calon anggota Polri adalah [url=http://www.penerimaan.polri.go.id.]www.penerimaan.polri.go.id.[/url] Makanya, Polri mengimbau masyarakat untuk mewaspadai keberadaan situs internet palsu itu.
"Mohon jangan ditanggapi karena infonya menyesatkan," kata Kabagpenum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto, di Jakarta, Jumat.
Dijelaskannya pada situs palsu tersebut mencantumkan logo Humas Polri pada sisi kanan atas. Selain itu, dicantumkan juga adanya tes keperawanan dalam tes kesehatan bagi wanita calon polisi atau dikenal polwan. Ia menengarai situs palsu tersebut menjadi salah satu penyebab munculnya isu tes keperawanan yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini.
"Salah satu poin yang tertulis di situs itu, soal adanya tes keperawanan. Mungkin ini jadi rujukan bagi beberapa pihak tentang adanya tes keperawanan. Padahal Polri nggak secara khusus melakukan tes keperawanan," kata Agus.
Sebelumnya Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapusdokkes) Polri Brigjen dr. Arthur Tampi menjelaskan pemeriksaan obstetri dan ginekologi merupakan bagian dari tes kesehatan yang harus dijalani oleh wanita calon polisi. Ia pun menegaskan tidak ada wanita calon polisi yang tidak lulus karena selaput daranya sudah tidak utuh.
"Hymen (selaput dara) yang nggak utuh, memang nilainya kurang tapi masih lulus," kata Arthur terkait polemik tes keperawanan dalam seleksi kesehatan untuk rekrutmen wanita calon polisi.
Dalam tes kesehatan itu, para peserta dites untuk memastikan bahwa mereka mampu mengikuti pendidikan kepolisian dengan baik. Tes kesehatan tersebut merupakan bagian dari seleksi penerimaan calon anggota Polri yang merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Kepolisian Negara RI. Dalam Pasal 36 disebutkan bahwa calon perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetri dan ginekologi.
Dalam tes kesehatan itu, para peserta dites untuk memastikan bahwa mereka mampu mengikuti pendidikan kepolisian dengan baik. Arthur menjelaskan dalam tes kesehatan, itu dilakukan pemeriksaan fisik dan kejiwaan para peserta. Ada gradasi nilai mulai dari baik, cukup hingga tak memenuhi syarat dalam tes tersebut.
"Misalnya mata, mata normal nilainya baik. Tapi kalau satu mata minus setengah, nilainya cukup. Kalau dua-duanya minus setengah, nilainya kurang. Jika minus diatas itu, maka tidak memenuhi syarat," kata dia.
Sementara untuk menilai kondisi psikologis peserta dilakukan menggunakan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). MMPI ini merupakan tes psikologi yang digunakan untuk mendiagnosa gangguan jiwa seseorang.
Dia menjelaskan pemeriksaan alat kelamin peserta laki-laki dan perempuan dilakukan untuk mengetahui kesempurnaan organ kelamin atau apakah terdapat kelainan bawaan dan cacat pada kelamin peserta. Menurut dia, buah zakar diperiksa untuk mengetahui apakah terdapat kelainan misalnya varikokel (varises pada testis) dan hernia.
"Kalau ada kelainan varikokel, dia (peserta) kan nggak mungkin bisa mengikuti proses pendidikan karena akan sulit berjalan. Ada hernia tidak, kalau iya, nanti pas latihan, dia akan turun berok," katanya.
Sementara pemeriksaan alat kelamin perempuan diantaranya untuk mengetahui adanya kelainan atresia hymenalis.
"Kalau selaput daranya nggak ada bolongnya, dia nggak bisa haid. Darah haid tertampung di rongga rahim, dengan kelainan seperti ini bagaimana bisa mengikuti pendidikan? Selain itu juga dilihat apakah dia hermafrodit (kelamin ganda)," katanya.
Arthur menegaskan dalam memeriksa alat kelamin calon polwan dilakukan oleh dokter-dokter perempuan dengan metode pemeriksaan inspeksi (melihat). "Sama sekali tidak menyentuh selaput dara. Paling hymen hanya dibersihkan dengan kasa steril yang dibasahi cairan desinfektan untuk diamati kondisi hymen-nya," katanya.
Pihak Polri menegaskan www.infopendaftaranpolri.comadalah situs palsu, karena situs resmi Polri terkait informasi penerimaan calon anggota Polri adalah [url=http://www.penerimaan.polri.go.id.]www.penerimaan.polri.go.id.[/url] Makanya, Polri mengimbau masyarakat untuk mewaspadai keberadaan situs internet palsu itu.
"Mohon jangan ditanggapi karena infonya menyesatkan," kata Kabagpenum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto, di Jakarta, Jumat.
Dijelaskannya pada situs palsu tersebut mencantumkan logo Humas Polri pada sisi kanan atas. Selain itu, dicantumkan juga adanya tes keperawanan dalam tes kesehatan bagi wanita calon polisi atau dikenal polwan. Ia menengarai situs palsu tersebut menjadi salah satu penyebab munculnya isu tes keperawanan yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini.
"Salah satu poin yang tertulis di situs itu, soal adanya tes keperawanan. Mungkin ini jadi rujukan bagi beberapa pihak tentang adanya tes keperawanan. Padahal Polri nggak secara khusus melakukan tes keperawanan," kata Agus.
Sebelumnya Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapusdokkes) Polri Brigjen dr. Arthur Tampi menjelaskan pemeriksaan obstetri dan ginekologi merupakan bagian dari tes kesehatan yang harus dijalani oleh wanita calon polisi. Ia pun menegaskan tidak ada wanita calon polisi yang tidak lulus karena selaput daranya sudah tidak utuh.
"Hymen (selaput dara) yang nggak utuh, memang nilainya kurang tapi masih lulus," kata Arthur terkait polemik tes keperawanan dalam seleksi kesehatan untuk rekrutmen wanita calon polisi.
Dalam tes kesehatan itu, para peserta dites untuk memastikan bahwa mereka mampu mengikuti pendidikan kepolisian dengan baik. Tes kesehatan tersebut merupakan bagian dari seleksi penerimaan calon anggota Polri yang merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Kepolisian Negara RI. Dalam Pasal 36 disebutkan bahwa calon perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetri dan ginekologi.
Dalam tes kesehatan itu, para peserta dites untuk memastikan bahwa mereka mampu mengikuti pendidikan kepolisian dengan baik. Arthur menjelaskan dalam tes kesehatan, itu dilakukan pemeriksaan fisik dan kejiwaan para peserta. Ada gradasi nilai mulai dari baik, cukup hingga tak memenuhi syarat dalam tes tersebut.
"Misalnya mata, mata normal nilainya baik. Tapi kalau satu mata minus setengah, nilainya cukup. Kalau dua-duanya minus setengah, nilainya kurang. Jika minus diatas itu, maka tidak memenuhi syarat," kata dia.
Sementara untuk menilai kondisi psikologis peserta dilakukan menggunakan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). MMPI ini merupakan tes psikologi yang digunakan untuk mendiagnosa gangguan jiwa seseorang.
Dia menjelaskan pemeriksaan alat kelamin peserta laki-laki dan perempuan dilakukan untuk mengetahui kesempurnaan organ kelamin atau apakah terdapat kelainan bawaan dan cacat pada kelamin peserta. Menurut dia, buah zakar diperiksa untuk mengetahui apakah terdapat kelainan misalnya varikokel (varises pada testis) dan hernia.
"Kalau ada kelainan varikokel, dia (peserta) kan nggak mungkin bisa mengikuti proses pendidikan karena akan sulit berjalan. Ada hernia tidak, kalau iya, nanti pas latihan, dia akan turun berok," katanya.
Sementara pemeriksaan alat kelamin perempuan diantaranya untuk mengetahui adanya kelainan atresia hymenalis.
"Kalau selaput daranya nggak ada bolongnya, dia nggak bisa haid. Darah haid tertampung di rongga rahim, dengan kelainan seperti ini bagaimana bisa mengikuti pendidikan? Selain itu juga dilihat apakah dia hermafrodit (kelamin ganda)," katanya.
Arthur menegaskan dalam memeriksa alat kelamin calon polwan dilakukan oleh dokter-dokter perempuan dengan metode pemeriksaan inspeksi (melihat). "Sama sekali tidak menyentuh selaput dara. Paling hymen hanya dibersihkan dengan kasa steril yang dibasahi cairan desinfektan untuk diamati kondisi hymen-nya," katanya.
"Benar atau tidaknya, yang jelas itu tidak boleh dilakukan lagi!"
Diubah oleh corocodile 07-12-2014 23:41
0
3.9K
Kutip
21
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan