mata berjumpa mata
malu kusapa
diamlah kita
tentang cita, harta
lalu apalagi kulupa
tendaku dari semen dan batu
tiangnya tegak dari kayu
kutatap sendu matamu itu
jari terkatup mendoa rindu
pulang kutunggu tak jua datang
hujan menyiksa dua insan
mungkinkah aku dan dia sepasang
atau hanya dua mata menatap awan
sungguh sayang puan, pelangi tlah datang
mungkin tak akan lagi kita berpandang
aku pulang....[/I]
Halte
Spoiler for halte:
Sore ini hujan turun deras sekali, aku baru saja pulang sehabis bekerja ketika hujan yang semula turun rintik-rintik lalu tiba-tiba berubah menjadi sangat deras. Segera aku berlari-lari menuju tempat berteduh, kebetulan sekali kulihat ada halte yang tak jauh dariku. Fyuh, untung saja aku cepat langsung berteduh, kalau tidak bisa basah kuyup bajuku tertimpa hujan sederas ini. bisa mati aku kalau seragam kerjaku ini basah, mau pakai baju apa untuk berangkat besok, untung saja!
Baru saja aku mau duduk dibangku halte ketika kulihat seseorang yang kukenal sedang duduk dibangku halte yang ada tepat disampingku.
“eh… Nisa yah?” tanyaku memastikan
“kamu?..... Bobi kan?”
“iya ini aku..Bobi, kok kamu bisa ada disini?”
“loh aku kan kuliah dikota ini Bob, kamu sendiri?”
“oh iyakah? Hehe… kalo aku kerja disini, belum lama sih baru beberapa bulan.”
“iya..hhaha”
Nisa ini teman sekelasku waktu smp, sudah sejak lulus smp aku dan Nisa sudah tidak pernah bertemu lagi. Makanya aku sempat ragu-ragu waktu mau menyapanya terlebih dahulu. Aku dan Nisa berasal dari kota yang sama di jawa tengah, kota kecil yang terletak dibagian selatan pulau jawa. Kota asal kami masih dalam tahap berkembang, yah walaupun kalaupun ada perkembangan sangatlah sedikit sekali. Hampir tidak terasa adanya perkembangan seperti lapangan pekerjaan, ataupun universitas yang layak bagi mereka-mereka yang pantas mendapatkan pendidikan yang lebih layak. Maka wajar saja kalau para pemuda yang baru lulus dari sekolah merantau ke kota yang lebih besar untuk meraih cita-cita yang mereka impikan. Seperti apa yang kami lakukan ini.
“kamu disini tinggal dimana bob?” tanya Nisa padaku
“aku ngekost disini nis, gak jauh kok dari sini”
“oh gitu, kalo aku disini tinggal dirumah tanteku”
“oh gitu….”
Aku memang orangnya kaku kalau harus berbicara dengan perempuan. Entahlah, mungkin karena aku berasal dari smk yang hampir semua muridnya laki-laki dan aku juga tidak memiliki banyak kawan perempuan. Jadi sampai umurku menginjak angka 19 tahun ini aku masih belum pernah merasakan yang namanya berpacaran. Sedih sih kalau teman teman ku sedang mengejekku “jones”, tapi mau bagaimana lagi memang aku sulit kok kalau harus berurusan dengan perempuan.
Nisa ini cantik sekali menurutku. Jujur, aku tertarik dengan dia, tapi karena aku yang memang kaku saat berhadapan dengan perempuan. Jadi aku hanya diam saja dengan dia.
Melihat air yang bergantian jatuh menimpa jalan, melihat langit yang semakin gelap tertutup awan mendung, dan seekor kucing yang berteduh disamping tiang halte ini. Bosan. Kulihat Nisa yang juga terdiam, rambutnya yang hitam panjang dan basah terkena hujan. Juga wajahnya yang manis. Ahh kualihkan pandangan ku kelangit, seolah aku bertanya pada langit
apakah aku dan dia sepasang? Ataukah hanya dua mata yang menatap hujan?
Tak ada jawaban.
“eh bob…aku duluan yah”
Bis yang ditunggu Nisa tlah datang, aku tersenyum mengiyakan. Lalu kulihat Nisa yang berjalan menaiki bis, pintu bis yang tertutup, bis yang melaju meninggalkan halte, jauh semakin jauh sampai benar benar hilang kuperhatikan. Kemudian aku berdiri dan meninggalkan halte, tak kupedulikan hujan, tak kupedulikan hari esok tanpa seragam, tak kupedulikan apapun yang ada selain sesalku karena diam. sesalku karena diam.
aku hanya ingin cepat pulang.