- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah-Kisah Guru di Daerah Terpencil


TS
jkx
Kisah-Kisah Guru di Daerah Terpencil
Quote:
Quote:
Spoiler for Baca sembari dengerin lagu2 ini:
Quote:
Di Hari Guru Nasional yang jatuh pada hari ini, ane mau berbagi kisah mengenai guru-guru yang berjuang untuk mengajar di daerah terpencil. Yuk disimak.

Quote:
Quote:
Kisah 1
Hidup Serba Terbatas, Harap Dapat Rumah Layak
Hidup Serba Terbatas, Harap Dapat Rumah Layak
Spoiler for 1:
PENGABDIAN Murdiyana sebagai guru di daerah terpencil (gurdacil) selama 22 tahun di Pulau Kambuno, Kecamatan Pulau Sembilan tak sia-sia. Pemerintah memberinya apresiasi dengan mengundangnya hadir di Istana Negara, 12-17 Agustus lalu. Ia adalah salah satu dari dua gurdacil yang terpilih mewakili Sulsel ke Jakarta. Bagaimana suka duka ia mengajar di Pulau Sembilan. Berikut wawancaranya
Apa harapannya sebagai gurdacil? Wartawan Harian Fajar Abubakar AR mewawancarai di rumahnya yang berukuran 3 X 3 meter di Pulau Kambuno, akhir pecan lalu. Berikut petikannya.
Bisa diceritakan bagaimana Anda diundang ke Istana Negara mengikuti Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus tahun ini?
Waktu itu Dinas Pendidikan Sinjai memanggil saya dan menyampaikan saya diutus ke Jakarta untuk memenuhi undangan Presiden RI. Katanya di sana saya dan 65 guru dearah terpencil dari seluruh Indonesia mendapat penghargaan sebagai gurdacil dari presiden.
Bagaimana perasaan Anda diundang ke Istana Negara bertemu Ibu Negara dan sejumlah pejabat penting lainnya?
Saya sangat gembira sewaktu pertama kali mendegar kabar keberangkatan saya ke Jakarta. Saya pribadi sangat senang karena ini merupakan kesempatan besar dan penghargaan bagi saya untuk pertama kali menginjak Istana Negara dan Ibukota Jakarta.
Bahkan kami diperlakukan seperti tamu kehormatan atau seperti pejabat yang dijamu, dilayani, dan dikawal ketat saat memasuki Istana Negara untuk bertemu Ibu Ani Yudhoyono dan beberapa menteri seperti Menteri Luar Negeri.
Berkhayal pun tidak pernah, kalau ternyata saya bakal bertemu dan bertatap muka langsung dengan Ibu Negara dan sejumlah menteri serta pembesar negara lainnya.
Apakah Anda sempat berbincang dengan Ibu Negara atau menteri?
Saya pribadi tidak sempat mendapat giliran bicara, karena itu diatur dan ada beberapa dari 66 gurdacil yang menyampaikan unek-uneknya dan itu dianggap sebagai perwakilan menyampaikan kondisi yang dialami gurdacil.
Wakil Presiden yang didampingi Menteri Pendidikan juga menyampaikan kabar baik kalau gaji guru akan dinaikkan tahun depan, khususnya yang sudah disertifikasi.
Menteri Pendidikan Nasional menarik kesimpulan gurdacil mesti mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Karena gurdacil setiap saat berhadapan dengan berbagai macam persoalan yang kompleks seperti masalah air bersih, sanitasi, transportasi, dan kehidupan ekonomi.
Sudah berapa lama Anda mengabdi sebagai guru di daerah terpencil?
Kurang lebih 22 tahun. Sejak pertama kali melamar jadi guru, saya langsung ditempatkan di daerah terpencil di Pulau Kambuno Kecamatan Pulau Sembilan. Satu kalipun belum pernah dipindah-pindah ke tempat lain, tetap di daerah terpencil.
Bisa diceritakan saat-saat menyenangkan mengabdi di daerah terpencil?
Yang membuat senang atau betah mengajar di daerah terpencil karena ikatan kekeluargaan dan persaudaraan antara guru, orang tua murid, dan murid itu sendiri masih sangat dijunjung tinggi. Menjadi guru di daerah terpencil terasa masih lebih dihormati oleh orangtua murid maupun murid dibanding guru di perkotaan.
Kalau dukanya seperti apa?
Yang susah dan merepotkan itu adalah ketersediaan kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan papan. Maklum kita hidup di pulau jadi kita sangat kesulitan air bersih. Kebutuhan makan sulit didapat.
Apalagi kebutuhan papan atau perumahan. Kami hidup serba terbatas, karena rumah yang kami tempati, tak ubahnya kandang kambing saat ini. Kami berharap pemerintah lebih memperhatikan perumahan bagi guru di daerah terpencil. Kami kerap dijanjikan oleh pemerintah setempat untuk direhab, tapi sampai saat ini belum terealisasi.
Lantas apa yang mendorong Anda untuk tetap memilih bertahan menjadi gurdacil?
Saya bisa bertahan dan merasa betah, karena rasa persaudaraan yang tinggi telah terbangun selama saya menetap di pulau. Apalagi penghargaan terhadap guru di pulau masih tetap tinggi. Guru di pulau cukup dihormati dan didengar perkataannya.
Apa saja yang menjadi tantangan atau kendala menjadi guru dipulau?
Tantangannya adalah masih sangat tinggi kasus drop out (DO) murid karena anak pulau atau pantai lebih mementingkan kerja membantu orangtuanya. Kalau sudah kerja, pasti sudah lupa dengan sekolah. Situasi seperti ini yang umumnya sangat berat dihadapi oleh seorang guru di daerah terpencil.
Saya kadang menyampaikan kepada orangtua dan murid bahwa sekolah itu sangat penting apalagi di pulau siswa baru bisa pegang buku, kalau di sekolah, jadi sebaiknya dimanfaatkan baik-baik waktu saat belajar disekolah, karena anak pulau tak punya banyak waktu untuk belajar di rumah.
Lalu apa upaya yang Anda lakukan selama ini untuk menekan angka DO bagi murid di Pulau Sembilan?
Kalau untuk saya sendiri, kerap bila sudah sepekan anak berturut-turut tidak masuk kelas, pendekatan yang saya lakukan dengan kekeluargaan seperti bersilaturahmi ke orangtuanya dan membujuk untuk kembali dan tetap sekolah.
Apa yang Anda rasakan dari dukungan atau perhatian pemerintah daerah terhadap nasib gurdacil?
Perhatian pemerintah dari tahun ketahun terus meningkat bila diukur dari peningkatan gaji guru. Ini adalah kabar baik bagi guru pada umumnya. Pemerintah juga sudah mulai menunjukkan niat atau perhatian kepada guru terpencil. Selama ini guru di daerah terpencil hanya berharap pada gaji semata, meski itu hanya mencukupi untuk sandang dan pangan.
Apa yang menjadi harapan Anda kepada pemerintah sebagai gurdacil?
Sebaiknya pemerintah memfasilitasi masalah transportasi bagi guru di daerah terpencil. Seperti misalnya yang mengajar di pulau disiapkan transportasi perahu dinas agar bisa mobile dalam menjalankan tugasnya. Selain itu pemerintah perlu juga memperhatikan perumahan bagi guru di daerah terpencil.
Sumber
Quote:
Kisah 2
Sepenggal Kisah Pendidik dari Pulau Mamburit
Sepenggal Kisah Pendidik dari Pulau Mamburit
Spoiler for 2:
Aroma ikan cakalang asap menyeruak di tengah malam yang dingin. Tiga pemuda dan seorang pria paruh baya duduk lesehan di pelataran kelas sebuah sekolah. Dengan wajah ramah, Pak Nurul, pria paruh baya itu, mempersilakan para tamunya untuk menikmati hidangan lezat yang dimasak istrinya. “Sambalnya ini yang mantap,” ujarnya setengah promosi sambil menyodorkan sepiring sambal kacang dengan irisan cabai yang menggugah selera. Dengan penuh semangat, ketiga pemuda yang menjadi tamunya menyantap sajian makan malam yang jarang mereka nikmati itu.
Ikan cakalang adalah salah satu makanan khas Pulau Mamburit, pulau kecil yang terletak nun jauh di sebelah timur Pulau Madura. Pulau ini termasuk dalam gugusan Kepulauan Kangean yang terletak 10 jam perjalanan laut dari pelabuhan Kalianget, Sumenep. Dengan luas 8 hektar, Pulau Mamburit dihuni oleh sekitar 600 KK dengan jumlah penduduk hampir 2.000 orang. Mayoritas penduduknya hidup sederhana dari hasil melaut atau berkebun. Di siang hari, pulau dengan pantai dan taman laut yang indah ini bahkan tidak dialiri listrik dari PLN.
Malam itu, Pak Nurul tampak begitu senang menerima kedatangan para tamunya. Ketiga pemuda tersebut adalah pelancong alias backpacker dari Pulau Jawa yang datang untuk menikmati keindahan alam bawah laut Pulau Mamburit. Pak Nurul sendiri dulunya adalah seorang guru senior yang telah puluhan tahun mengajar di SDN Kalisangka 2, satu-satunya sekolah yang ada di pulau tersebut. Rumah kediaman beliau juga terletak di dalam kompleks sekolah. Namun karena suatu masalah internal, Pak Nurul dipindahtugaskan ke Sekolah Dasar lainnya di Pulau Kangean.
Di antara gemerisik daun pepohonan yang tertiup angin laut, Pak Nurul sedikit demi sedikit menceritakan kisahnya. “Jumlah murid di sini 136 orang mas, totalnya ada 6 kelas. Tapi gurunya cuma 5 orang, sudah termasuk kepala sekolah. Semuanya orang Kangean. Setiap hari mereka berangkat naik perahu menyeberang ke Mamburit. Kalau lancar tidak kena ombak, jam 8 baru sampai sekolah, jam 8.15 baru mulai mengajar, dan jam 11 sudah dibubarkan,” paparnya dengan wajah prihatin.
Pak Nurul mengaku dahulu dirinyalah satu-satunya guru asal Mamburit yang mengajar di SD tersebut. Jika guru lainnya belum datang, beliau lah yang menangani murid kelas-kelas lain. “Sekarang setelah saya dipindah, anak-anak jadi semakin terlantar,” tuturnya dengan nada sedih.
Dedikasi Pak Nurul dalam mengajar murid-muridnya tampak tak perlu diragukan lagi. Beliau berprinsip untuk mendidik mereka melalui keindahan seni. Berulang kali beliau membuat sendiri karya seni berupa puisi, lukisan, dan musik sebagai sarana pendidikan bagi para siswanya. “Pernah saya buat lukisan pemandangan alam sepanjang 5 meter, lalu ditanya oleh pengawas ‘untuk apa Bapak membuat lukisan ini?’ Saya jawab, ini kan juga media pembelajaran. Di lukisan ini ada sawah, gunung, sungai…masak anak-anak harus dibawa langsung ke sana, di Mamburit kan hanya ada laut. Lewat lukisan ini anak-anak jadi tahu objek alam yang lain,” kenangnya.

Pak Nurul juga pernah mendirikan orkes musik untuk para muridnya. Di situ beliau mengajari mereka bermain gitar hingga bisa mengadakan pentas musik sendiri. Beliau juga kerap mengadakan kegiatan perkemahan seperti Persami di halaman sekolah. “Anak-anak semangat kalau diajak kemah, buat api unggun begitu,” ujarnya. Sayangnya, langkah itu sempat ditentang oleh pihak manajemen sekolah yang memiliki konflik dengan dirinya. Meski begitu, beliau bersikeras mengadakan kegiatan tersebut bahkan dengan menggunakan dana pribadi.
Secara umum, kondisi pendidikan di Pulau Mamburit tidak dapat dikatakan baik. Untuk melanjutkan sekolah, para siswa SD Mamburit harus menyeberang ke SMP yang hanya ada di Pulau Kangean. Sebetulnya beberapa tahun lalu sempat didirikan SMP yang bangunannya menjadi satu dengan SD di Pulau Mamburit. Namun SMP itu kemudian dibubarkan sehingga anak-anak harus melanjutkan SMP ke Pulau Kangean.
“Sebetulnya murid di sini itu pintar-pintar mas,” katanya dengan sungguh-sungguh. “Pernah ada guru SMP di Kangean bilang begitu. Murid saya banyak yang dapat ranking di sana. Cuma ya itu, sayang waktu SD belajarnya kurang maksimal. Padahal aslinya mereka IQ-nya bagus. Kan sering makan ikan. Ibaratnya, sudah ada wadahnya cuma tidak pernah diisi.”
Pak Nurul mengeluhkan tindakan pihak manajemen sekolah yang dianggapnya mengganggu proses pembelajaran dan berpotensi membunuh karakter anak didik. Adanya pungli biaya, kekerasan verbal, dan pembatasan kreativitas pengajar menjadikan proses pembelajaran di satu-satunya sekolah di Pulau Mamburit itu kurang maksimal. Meskipun sudah tidak lagi mengajar di SD tersebut, Pak Nurul masih menaruh kepedulian tinggi terhadap proses pembelajaran di sekolah yang telah menjadi tempatnya mengabdi sejak baru lulus kuliah itu.
“Harapan saya, semoga saja ada pemerhati pendidikan lain yang mau peduli dengan kondisi di sekolah ini,” tuturnya mengakhiri kisahnya. Pak Nurul hanyalah satu dari sekian banyak pendidik idealis lainnya yang rela mengabdi di pulau-pulau terpencil demi mendidik putra bangsa. Pulau Mamburit saja, yang masih termasuk ke dalam wilayah Jawa Timur, masih menyimpan potret pendidikan yang memprihatinkan. Bagaimana dengan sekolah-sekolah lain di pulau-pulau yang lebih terpencil? Sudah saatnya kita memberi perhatian khusus pada pendidikan di daerah pelosok Indonesia.
Sumber
Quote:
Kisah 3
Pengabdian Hasifah, Guru di Daerah Terpencil Pulau Sebuku, Lamsel
Pengabdian Hasifah, Guru di Daerah Terpencil Pulau Sebuku, Lamsel
Spoiler for 3:
Empat Jam Arungi Lautan, Dibayar Rp200 ribu per Triwulan
Cinta Hasifah pada pendidikan mengalahkan segalanya. Lautan pun ia seberangi demi kasihnya kepada anak didiknya di SDN Pulau Sebuku. Bertahun-tahun pengabdiannya tak surut, meski yang ia terima hanya Rp200 ribu per triwulan.
Setiap 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Sebuah pengingat bahwa guru adalah pahlawan bagi negeri ini. Karenanya, ironis ketika melihat pendidik di daerah terpencil masih banyak yang belum sejahtera.
Seperti Hasifah, yang mengajar pendidikan agama Islam (PAI) di SDN Pulau Sebuku, Lamsel, dengan taruhan nyawa. Dia gigih mendidik siswa tanpa fasilitas memadai, mengarungi lautan hanya untuk mencerdaskan anak bangsa.
Lantaran kemarin (1/5) adalah hari libur nasional, Hasifah pulang ke rumahnya di Jl. Pesisir Canggung, Rajabasa, Lamsel, untuk berkumpul bersama keluarga. Libur menjadi hal yang berharga bagi dirinya.

Maklum, setiap minggu pukul 11.00 WIB, ia harus berangkat menyeberangi lautan menggunakan cukung (sejenis perahu) untuk dapat mengajar pada esok harinya. Lalu, kembali pulang Sabtu.
’’Ya lumayan jauh sih. Kalau naik cukung sekitar 1 jam dan lamanya bisa empat jam ketika gelombang tinggi. Tapi demi sebuah pengabdian untuk pendidikan, rasa capek itu tidak pernah dirasakan,’’ ucap perempuan kelahiran Canggung, 15 Januari 1967, itu.
Dia menjadi guru honor sejak 1988 di SDN Canggung. Sampai pada Juli 2012, dia mendengar ada SD negeri di Pulau Sebeku. Nuraninya terpanggil untuk mengabdi sehingga lulusan STIT Agus Salim, Metro, itu melamar ke sana.
SD tersebut memiliki 33 murid di kelas 1–5 dengan tujuh orang pendidik. Di antaranya, Kepala Sekolah Suhami, Kamah, Salamah yang PNS, serta dibantu Gita Lestari dan Hamnah honorer murni.
Ia tak pernah mengeluh, meski honor yang diterima hanya Rp200 ribu per triwulan dari BOS. Padahal, gaji guru terpencil dari APBD Lamsel adalah Rp500 ribu per bulan dan gaji guru terpencil dari pusat dianggarkan Rp1,5 juta per bulan.
’’Saya tidak pernah menghitung itu. Yang terpenting bagi saya bagaimana bisa berbagi ilmu sehingga anak didik bisa pintar,’’ tuturnya. ’’Biarlah Allah SWT yang mencukupkan rezeki saya,’’ lanjutnya.
Dia juga ikhlas kehilangan anak bungsunya, Rizkia Pitaningrum (3,5), pada 25 Oktober 2013. Gadis cilik itu sakit lantaran kelelahan keseringan dibawa mengajar mengarungi lautan. ’’Ya, anak saya meninggal tahun lalu,’’ lirihnya.
Kini, berkat keikhlasannya mendidik, istri Edi Sampurno itu lulus honorer kategori dua (K-2). Allah SWT membalas keikhlasannya dengan memberinya hadiah menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Sumber
Lanjut ke pos 2
Diubah oleh jkx 24-11-2014 23:15
0
6.5K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan