KOMPAS.com/ICHA RASTIKA
Rabu, 19 November 2014 | 09:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengemukakan, pemerintah sudah cukup banyak dirugikan karena menanggung risiko dari buruknya sistem lembaga keuangan swasta. Oleh karena itu, sebut pria yang akrab dipanggil JK ini, pemerintah tidak lagi menyediakan kebijakan blanket guarantee (penjaminan secara menyeluruh).
JK dalam pemaparannya di acara Risk And Governance Summit 2014, Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2014), menegaskan pemerintah siap mengambil risiko, tapi tidak untuk buruknya sistem lembaga keuangan swasta.
"Tidak selalu negara menanggung risiko sistem keuangan yang tidak baik. Pemerintah tidak akan mengambil risiko dari perbuatan-perbuatan yang bersifat false dari sistem, yang merusak negeri ini," katanya.
Wapres mengatakan, lembaga-lembaga keuangan dan perusahaan swasta memang telah membayar pajak. Pemerintah, sebut dia, membalas itikad baik itu dengan membangun infrastruktur untuk mempermudah investasi, untuk memajukan tingkat ekonomi Indonesia.
Ia menyinggung krisis ekonomi pada 1998 lalu. Negara terpaksa berutang ribuan triliun rupiah dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk memperbaiki ekonomi, dan utang tersebut berikut bunganya masih harus dibayar pemerintahan sekarang setelah 16 tahun. Oleh karena itu, kata dia, bila kasus serupa berulang, pemerintah tidak akan mengambil kebijakan yang sama.
"Itulah tahun 98, anak cucu kita menanggung risiko itu. Kalau anda bubar, bubarlah, kita tidak akan menanggung risiko," ujarnya.
Pada kiris 1998 nilai tukar rupiah terhadap dollar AS anjlok dari sekitar Rp 2.000 menjadi di atas Rp 10.000 dan banyak bank yang bangkrut. Setelahnya Bank Indonesia menyalurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Bantuan tersebut banyak yang diselewengkan, dan kasusnya pun belum tuntas hingga kini.
"Itulah penting untuk diketahui, kita menanggung sesuatu, tapi risiko itu bagian dari bisnis, bukan pemerintah," ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa tidak ada satu hal pun yang tak berisiko, namun risiko tersebut bisa diminimalisir.
JK juga menyinggung kebijakan pengurangan subsidi BBM yang diumumkan Senin (17/11/2014) lalu. Kata dia hal tersebut berisiko, namun pemerintah berani untuk mengambil risiko tersebut untuk mengamankan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).
"Risiko pemerintah bisa macam-macam, bisa masuk penjara, bisa juga tidak dipilih lagi. Anda pun juga berisiko," tuturnya.
JK mengajak para petinggi lembaga keuangan yang hadir di acara itu untuk sama-sama berani mengambil risiko. Wakil Presiden juga mengajak mereka untuk sama-sama bekerja keras memajukan ekonomi Indonesia, dan pemerintah memberikan jaminan untuk infrastruktur bisnis yang lebih baik. (Nurmulia Rekso Purnomo)
Penulis: Erlangga Djumena
Editor: Erlangga Djumena
kompas
.
.
.