- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
harapan energi masa depan indonesia


TS
nandazak
harapan energi masa depan indonesia
Berkah kaliandra berkat pelet kayu
4 bulan lalu | Dibaca 13493 kali
Oleh Monalisa
Surabaya (ANTARA News) - Sarolan menenteng
celurit seraya memamerkan jejeran pohon-pohon
kaliandra merah (Caliandra callothyrsus) yang ia
tanam di antara pohon jati dan sengon di lahan
seluas 22 hektare miliknya.
Kaliandra merah merupakan jenis tanaman
perintis yang mudah dan cepat tumbuh di lahan
miskin hara, miskin air, dan bisa menyuburkan
tanah melalui fiksasi Nitrogen dalam tanah.
Sarolan memotong salah satu pohon kaliandra
merah dengan cerulitnya. Ia meninggalkan sedikit
batang yang akan menjadi tunas. Tiga bulan lagi,
tunas tersebut akan siap ditebang dan dijual.
"Awal menanam kaliandra merah ada keluhan
juga kritik karena masih ragu apakah nanti bisa
dijual. Tetapi sekarang justru banyak yang mau
tanam juga bahkan ada yang menyesal kenapa
dulu tidak ikut menanam," kata petani asal
Kecamatan Geger, Bangkalan, Madura, tersebut.
Wajah Sarolan berseri. Ia menunggu panen kedua
meskipun baru mulai menanam setahun lalu. Ia
tidak harus risau menunggu masa panen pohon
jati yang lamanya 50 tahun dan delapan tahun
untuk sengon.
"Panen pertama baru tiga mobil pick up, kalau
total masih menunggu sekitar 65 mobil pick up ,"
ujar Sarolan.
Menurut Sarolan, pohon kaliandra merah dulu
tidak berarti apa-apa, bahkan kayunya biasa
dibuang dan daunnya untuk makanan ternak.
Tetapi kini, kayu kaliandra merah adalah pundi-
pundi uang.
Harga jual 1,5 ton kayu kaliandra merah
mencapai Rp550 ribu. Warga di Geger tentu saja
antusias karena menanam pohon kaliandra
merah sangat mudah.
Setidaknya sudah ratusan petani dari Desa
Kombangan, Geger, dan Togubang yang
menanam kaliandra merah di hutan rakyat
Gerbang Lestari, yang luasnya 214 hektare dan
disebut kebun energi.
Kaliandra merah kini menjadi berkah bagi mereka
karena bisa menambah penghasilan.
Kayu kaliandra merah menjadi bahan baku untuk
pelet kayu (wood pellet ) yang tengah
dikembangkan di Desa Kombangan.
Pabrik pelet kayu CV Gerbang Lestari dibangun
dengan sumbangan dari donatur yang disalurkan
oleh Indonesia Climate Change Trust Fund
(ICCTF) dalam rangka menjalankan ekonomi
rendah karbon dan meningkatkan ketahanan
terhadap perubahan iklim.
Pelet kayu dari serbuk kayu merupakan bahan
bakar berbasis biomasa yang dapat menjadi
alternatif pengganti batu bara namun lebih ramah
lingkungan karena emisi CO2 yang dikeluarkan
sangat rendah dan dapat diabaikan atau disebut
carbon neutral .
Penerapan konsep carbon neutral melalui
integrasi kebun energi kaliandra dan pabrik pelet
kayu seperti di hutan rakyat Kecamatan Geger
ini baru pertama kali dilakukan.
Hasilnya ternyata bukan hanya meningkatkan
tutupan lahan pada areal kritis dan mengurangi
emisi lewat penyerapan karbon, namun juga
mampu meningkatkan ekonomi warga.
Petani yang menanam kaliandra merah tidak
hanya memperoleh insentif ekonomi melalui
penjualan kayunya, mereka juga bisa
memanfaatkan daun kaliandra untuk makanan
ternak serta usaha lebah madu yang bisa
berlangsung terus menerus selama 15 tahun
selama terubusan kaliandra merah tumbuh.
"Dulu kayu hanya dibuang tetapi dengan adanya
pelet kayu ternyata bisa meningkatkan
pemasukan karena kami bisa menjual kayu
kaliandra ke pabrik untuk bahan baku pelet kayu.
Pendapatan saya sekarang ada terus, kalau dulu
kan musiman," ujar Muhali, yang juga berdagang
sembako.
Yang dibuang kini menjadi uang
Menurut penelitian Institut Pertanian Bogor,
kaliandra merah merupakan bahan baku terbaik
untuk pelet kayu.
Penelitian yang dilakukan atas permintaan Korea
Selatan itu menunjukkan, kaliandra merah lebih
unggul dari pohon gamal, petai cina, dan sengon
buton dalam segi laju pertumbuhan dan berat
jenis yang lebih tinggi yang berpengaruh pada
kadar abu yang lebih rendah. Umur kaliandra
bahkan bisa mencapai 29 tahun dari sekali
tanam.
Pemuka agama di Geger, Kyai Haji Irham Rofii,
mengungkapkan menanam pohon pernah
dianggap kafir karena alasan politik di Madura.
"Dulu di Geger sangat gersang sedangkan kalau
musim hujan juga banjir. Sehingga kami berpikir
kalau Madura begini-begini saja, orang Madura
enggak akan kerasan (betah)," katanya.
"Tetapi dulu menanam kayu bisa disebut kafir,
tidak sah salatnya karena alasan politik. Setelah
kyai mulai menanam, baru halal," jelas Irham,
pemimpin Pondok Pesantren Darul Ittihad.
Pengaruh kyai di Madura sangat besar. Irham
mengatakan, ayahnya Kyai Haji Rofii adalah
orang pertama yang membawa bibit rambutan ke
Geger.
Irham yang juga gemar menanam pohon itu telah
berhasil mengajak warga mengurangi lahan-
lahan kritis sampai saat ini.
Ia juga diminta Kementerian Kehutanan untuk
ikut studi banding mengenai pelet kayu yang kini
mulai dikembangkan di Geger.
"Awalnya saya kumpulkan sepuluh kelompok
petani andalan di sini lalu dibentuk 10 kelompok
tani FMU Gerbang Lestari yang terdiri dari 30
orang untuk menanam kaliandra merah.
Sekarang masyarakat mulai ikut tanam kaliandra
merah bahkan sudah di luar kawasan binaan
kami," tutur Irham, yang juga melibatkan
santrinya untuk mengurus koperasi Gerbang
Lestari.
Berkat pelet kayu
Inkubator industri pelet kayu dari pabrik CV
Gerbang Lestari baru menjalani uji coba sebulan
namun pembeli maupun perantara pelet kayu
lokal dan dari luar negeri sudah berbondong-
bondong datang.
Pabrik yang terletak di Desa Kombangan di
tengah-tengah hutan rakyat Gerbang Lestari itu
dirancang memiliki kapasitas satu ton per jam.
Dengan kapasitas tersebut dan jam kerja delapan
jam sehari, akan dibutuhkan sekitar 12 ton bahan
baku pelet kayu setiap harinya. Sementara harga
jual pelet kayu Rp1,4 juta hingga Rp2,5 juta per
ton.
Project Manager Daru Asycarya mengatakan
para pembeli sudah berdatangan dengan
permintaan mereka yang fantastis, salah satunya
Korea Selatan yang sudah memesan 300 ton
pelet kayu per bulan.
Namun, lanjut Daru, karena produksi mesin
terbatas, maksimal menghasilkan sembilan ton
per hari, maka permintaan pembeli tidak semua
bisa dipenuhi.
"Pelet kayu adalah bahan bakar yang lebih ramah
lingkungan dari batu bara. Beberapa pembeli
datang dengan permintaan yang fantastis. Ini jadi
pendorong masyarakat di sini untuk menanam
kaliandra semakin banyak karena ini menjadi
ikon," jelasnya.
Pelet kayu memang bisa menjadi masa depan di
Geger bahkan desa lainnya karena keuntungan
pelet ditaksir mencaai Rp86.250.000 per bulan.
Kepala Sekretariat ICCTF Syamsidar Thamrin
mengatakan pelet kayu dari serbuk kaliandra
seharusnya menjadi kampanye nasional untuk
memenuhi kebutuhan energi.
Pemasukan yang besar dari pabrik pelet kayu di
Geger sudah menanti dengan banyaknya peminat
namun masih membutuhkan tambahan mesin
penunjang.
"Masalahnya sekarang pembeli sudah siap
tinggal pastikan mesinnya. Permintaan yang
banyak belum bisa dipenuhi. Pelet kayu ini
potensi besar dan mudah pengelolaannya," ujar
Syamsidar.
Ahli pelet kayu dan energi terbarukan dari Institut
Pertanian Bogor Profesor Yanto Santosa
menambahkan pelet kayu juga bisa digunakan
sebagai sumber energi di rumah tangga untuk
keperluan memasak.
"Bayangkan kalau tiap desa dan pulau-pulau
terpencil punya industri pelet kayu untuk listrik,
masak, dan lainnya jadi enggak perlu beli minyak
di luar. Pemerintah harus berani menggunakan
biomasa energi dengan wood pellet ," kata Yanto.
http://m.antaranews.com/berita/44089...kat-pelet-kayu
4 bulan lalu | Dibaca 13493 kali
Oleh Monalisa
Surabaya (ANTARA News) - Sarolan menenteng
celurit seraya memamerkan jejeran pohon-pohon
kaliandra merah (Caliandra callothyrsus) yang ia
tanam di antara pohon jati dan sengon di lahan
seluas 22 hektare miliknya.
Kaliandra merah merupakan jenis tanaman
perintis yang mudah dan cepat tumbuh di lahan
miskin hara, miskin air, dan bisa menyuburkan
tanah melalui fiksasi Nitrogen dalam tanah.
Sarolan memotong salah satu pohon kaliandra
merah dengan cerulitnya. Ia meninggalkan sedikit
batang yang akan menjadi tunas. Tiga bulan lagi,
tunas tersebut akan siap ditebang dan dijual.
"Awal menanam kaliandra merah ada keluhan
juga kritik karena masih ragu apakah nanti bisa
dijual. Tetapi sekarang justru banyak yang mau
tanam juga bahkan ada yang menyesal kenapa
dulu tidak ikut menanam," kata petani asal
Kecamatan Geger, Bangkalan, Madura, tersebut.
Wajah Sarolan berseri. Ia menunggu panen kedua
meskipun baru mulai menanam setahun lalu. Ia
tidak harus risau menunggu masa panen pohon
jati yang lamanya 50 tahun dan delapan tahun
untuk sengon.
"Panen pertama baru tiga mobil pick up, kalau
total masih menunggu sekitar 65 mobil pick up ,"
ujar Sarolan.
Menurut Sarolan, pohon kaliandra merah dulu
tidak berarti apa-apa, bahkan kayunya biasa
dibuang dan daunnya untuk makanan ternak.
Tetapi kini, kayu kaliandra merah adalah pundi-
pundi uang.
Harga jual 1,5 ton kayu kaliandra merah
mencapai Rp550 ribu. Warga di Geger tentu saja
antusias karena menanam pohon kaliandra
merah sangat mudah.
Setidaknya sudah ratusan petani dari Desa
Kombangan, Geger, dan Togubang yang
menanam kaliandra merah di hutan rakyat
Gerbang Lestari, yang luasnya 214 hektare dan
disebut kebun energi.
Kaliandra merah kini menjadi berkah bagi mereka
karena bisa menambah penghasilan.
Kayu kaliandra merah menjadi bahan baku untuk
pelet kayu (wood pellet ) yang tengah
dikembangkan di Desa Kombangan.
Pabrik pelet kayu CV Gerbang Lestari dibangun
dengan sumbangan dari donatur yang disalurkan
oleh Indonesia Climate Change Trust Fund
(ICCTF) dalam rangka menjalankan ekonomi
rendah karbon dan meningkatkan ketahanan
terhadap perubahan iklim.
Pelet kayu dari serbuk kayu merupakan bahan
bakar berbasis biomasa yang dapat menjadi
alternatif pengganti batu bara namun lebih ramah
lingkungan karena emisi CO2 yang dikeluarkan
sangat rendah dan dapat diabaikan atau disebut
carbon neutral .
Penerapan konsep carbon neutral melalui
integrasi kebun energi kaliandra dan pabrik pelet
kayu seperti di hutan rakyat Kecamatan Geger
ini baru pertama kali dilakukan.
Hasilnya ternyata bukan hanya meningkatkan
tutupan lahan pada areal kritis dan mengurangi
emisi lewat penyerapan karbon, namun juga
mampu meningkatkan ekonomi warga.
Petani yang menanam kaliandra merah tidak
hanya memperoleh insentif ekonomi melalui
penjualan kayunya, mereka juga bisa
memanfaatkan daun kaliandra untuk makanan
ternak serta usaha lebah madu yang bisa
berlangsung terus menerus selama 15 tahun
selama terubusan kaliandra merah tumbuh.
"Dulu kayu hanya dibuang tetapi dengan adanya
pelet kayu ternyata bisa meningkatkan
pemasukan karena kami bisa menjual kayu
kaliandra ke pabrik untuk bahan baku pelet kayu.
Pendapatan saya sekarang ada terus, kalau dulu
kan musiman," ujar Muhali, yang juga berdagang
sembako.
Yang dibuang kini menjadi uang
Menurut penelitian Institut Pertanian Bogor,
kaliandra merah merupakan bahan baku terbaik
untuk pelet kayu.
Penelitian yang dilakukan atas permintaan Korea
Selatan itu menunjukkan, kaliandra merah lebih
unggul dari pohon gamal, petai cina, dan sengon
buton dalam segi laju pertumbuhan dan berat
jenis yang lebih tinggi yang berpengaruh pada
kadar abu yang lebih rendah. Umur kaliandra
bahkan bisa mencapai 29 tahun dari sekali
tanam.
Pemuka agama di Geger, Kyai Haji Irham Rofii,
mengungkapkan menanam pohon pernah
dianggap kafir karena alasan politik di Madura.
"Dulu di Geger sangat gersang sedangkan kalau
musim hujan juga banjir. Sehingga kami berpikir
kalau Madura begini-begini saja, orang Madura
enggak akan kerasan (betah)," katanya.
"Tetapi dulu menanam kayu bisa disebut kafir,
tidak sah salatnya karena alasan politik. Setelah
kyai mulai menanam, baru halal," jelas Irham,
pemimpin Pondok Pesantren Darul Ittihad.
Pengaruh kyai di Madura sangat besar. Irham
mengatakan, ayahnya Kyai Haji Rofii adalah
orang pertama yang membawa bibit rambutan ke
Geger.
Irham yang juga gemar menanam pohon itu telah
berhasil mengajak warga mengurangi lahan-
lahan kritis sampai saat ini.
Ia juga diminta Kementerian Kehutanan untuk
ikut studi banding mengenai pelet kayu yang kini
mulai dikembangkan di Geger.
"Awalnya saya kumpulkan sepuluh kelompok
petani andalan di sini lalu dibentuk 10 kelompok
tani FMU Gerbang Lestari yang terdiri dari 30
orang untuk menanam kaliandra merah.
Sekarang masyarakat mulai ikut tanam kaliandra
merah bahkan sudah di luar kawasan binaan
kami," tutur Irham, yang juga melibatkan
santrinya untuk mengurus koperasi Gerbang
Lestari.
Berkat pelet kayu
Inkubator industri pelet kayu dari pabrik CV
Gerbang Lestari baru menjalani uji coba sebulan
namun pembeli maupun perantara pelet kayu
lokal dan dari luar negeri sudah berbondong-
bondong datang.
Pabrik yang terletak di Desa Kombangan di
tengah-tengah hutan rakyat Gerbang Lestari itu
dirancang memiliki kapasitas satu ton per jam.
Dengan kapasitas tersebut dan jam kerja delapan
jam sehari, akan dibutuhkan sekitar 12 ton bahan
baku pelet kayu setiap harinya. Sementara harga
jual pelet kayu Rp1,4 juta hingga Rp2,5 juta per
ton.
Project Manager Daru Asycarya mengatakan
para pembeli sudah berdatangan dengan
permintaan mereka yang fantastis, salah satunya
Korea Selatan yang sudah memesan 300 ton
pelet kayu per bulan.
Namun, lanjut Daru, karena produksi mesin
terbatas, maksimal menghasilkan sembilan ton
per hari, maka permintaan pembeli tidak semua
bisa dipenuhi.
"Pelet kayu adalah bahan bakar yang lebih ramah
lingkungan dari batu bara. Beberapa pembeli
datang dengan permintaan yang fantastis. Ini jadi
pendorong masyarakat di sini untuk menanam
kaliandra semakin banyak karena ini menjadi
ikon," jelasnya.
Pelet kayu memang bisa menjadi masa depan di
Geger bahkan desa lainnya karena keuntungan
pelet ditaksir mencaai Rp86.250.000 per bulan.
Kepala Sekretariat ICCTF Syamsidar Thamrin
mengatakan pelet kayu dari serbuk kaliandra
seharusnya menjadi kampanye nasional untuk
memenuhi kebutuhan energi.
Pemasukan yang besar dari pabrik pelet kayu di
Geger sudah menanti dengan banyaknya peminat
namun masih membutuhkan tambahan mesin
penunjang.
"Masalahnya sekarang pembeli sudah siap
tinggal pastikan mesinnya. Permintaan yang
banyak belum bisa dipenuhi. Pelet kayu ini
potensi besar dan mudah pengelolaannya," ujar
Syamsidar.
Ahli pelet kayu dan energi terbarukan dari Institut
Pertanian Bogor Profesor Yanto Santosa
menambahkan pelet kayu juga bisa digunakan
sebagai sumber energi di rumah tangga untuk
keperluan memasak.
"Bayangkan kalau tiap desa dan pulau-pulau
terpencil punya industri pelet kayu untuk listrik,
masak, dan lainnya jadi enggak perlu beli minyak
di luar. Pemerintah harus berani menggunakan
biomasa energi dengan wood pellet ," kata Yanto.
http://m.antaranews.com/berita/44089...kat-pelet-kayu
0
2.1K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan