- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kentangnya Perpolitikan Indonesia


TS
alienwap
Kentangnya Perpolitikan Indonesia

bismillahirrahmanirrahim
PERBEDAAN HASIL “QUICK COUNT” ANTAR LEMBAGA SURVEY PADA 9 JULI 2014

image courtesy of tribunnews.com
Masih ingat hasil quick qount pemilihan presiden 9 Juli lalu menyebabkan masyarakat bingung.
dikarenakan hasil yang berbeda
ya pending dulu harapan masyarakat ingin mengetahui siapa sih capres berikutnya

image courtesy of jakartaforum.org
Hari Jum'at (9/05/2014) merupakan batas akhir KPU mengumumkan hail perhitungan PI-LEG 2014. Setelah rapat Marathon selama 20 jam dari kemarin hingga dinihari tadi baru 26 provinsi yg selesai dan disahkan sehingga masih 7 provinsi dan akan dikebut pengesahannya hari ini.
Banyak pihak yang meragukan KPU bisa mengumumkan hasil Pileg tepat waktu, mengingat banyak permasalahan di KPU khususnya di tingkat daerah yg belum terselesaikan dan sekarang ini masih menumpuk di KPU tingkat Pusat.
pending lagi gan

image courtesy of liputan6.com
Sidang gugatan sengketa Pemilihan Presiden 2014 hampir menuju babak akhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengajukan protes atas dugaan kecurangan di lebih dari 55.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Indonesia, dalam permohonan setebal 147 halaman.
Untuk itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta menggelar pemungutan suara ulang di 33 provinsi dan membatalkan rakapitulasi suara yang memenangkan Jokowi-Jk.
Ingin menyaksikan sidang perdana dari dekat, massa pendukung Prabowo-Hatta membanjiri gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat dan sekitarnya.

image courtesy of metrotvnews.com
Kamis (25/9) Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bakal ditetapkan menjadi Undang Undang (UU) oleh DPR RI.
Sebagaimana kita ikuti dalam berbagai pemberitaan di media massa, pembahasan RUU tersebut mengarah pada dua opsi penting yaitu Pilkada yang akan dilakukan (melalui) DPRD (tidak langsung/perwakilan) atau tetap dipilih langsung oleh rakyat sebagaimana yang berlaku sekarang. Pilkada tidak langsung dimotori Koalisi Merah Putih (KMP), sedangkan Pilkada langsung dibawah kendali PDIP dan teman koalisinya.
Masing-masing opsi memiliki argumen yang kuat dan logis baik pada tataran akademis maupun teknis. Keduanya juga memiliki kelebihan dan kekurangan, dan keduanya pula sudah pernah kita lakukan. Yang mana bakal diketok sangat tergantung dari pertarungan politik di lembaga legislatif.

image courtesy of nefosnews.com
pengumuman nama nama menteri kabinet Jokowi-JK Rabu malam lalu, rencana pengumuman kabinet justru simpang siur. Bahkan awak media yang menanti sepanjang hari hingga malam tadi, kembali harus gigit jari.
Presiden Joko Widodo menegaskan, ia belum akan mengumumkan susunan nama-nama menteri di kabinet yang disebut-sebut, bernama Kabinet Trisakti itu, lantaran masih menunggu jawaban dari DPR, mengenai perubahan nama nomenklatur.
Sementara itu, Wakil Presiden Yusuf Kalla memastikan, walaupun nama-nama para pembantu presiden dan wakil presiden belum diumumkan, namun roda pemerintahan tetap akan berjalan dengan baik.
Spoiler for Intermezo gan:
Quote:
Bagi wartawan asing dan pengamat pemilu internasional, pemilu legislatif Indonesia merupakan pemilu paling kompleks di dunia. Beberapa media internasional pernah mengulas soal ini panjang lebar setelah mengikuti Pemilu 2004.
Padahal pemilu sesudahnya, situasinya jauh lebih rumit. Jika Pemilu 1999 menggunakan sistem proporsional daftar tertutup, Pemilu 2004 menggunakan sistem setengah terbuka, sejak Pemilu 2009 kita menggunakan sistem proporsional terbuka.
Dalam proporsional daftar tertutup, pemilih hanya diperkenankan memilih partai, sehingga meskipun Pemilu 1999 diikuti 48 partai politik, pemilih bisa mengidentifikasi dengan cepat pilihannya. Kali itu sesungguhnya pemilih menghadapi 144 pilihan untuk memilih tiga lembaga (DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota).
Pemilu 2004 mengalami berubahan signifikan. Tak hanya jumlah lembaga yang harus dipilih bertambah menjadi 4 dengan hadirnya DPD, tetapi juga cara memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berubah. Perubahan ini merupakan konsekuensi diterapkannya sistem proporsional setengah terbuka.
Dalam sistem setengah hati itu terdapat ketetuan "aneh" dalam UU No. 12/2003: memilih partai, sah; memilih calon, tidak sah; tapi kalau memilih partai dan calon, baru sah. Surat suara menjadi lebar, karena harus memuat daftar calon. Di sini formula terpilihnya: calon mendapat suara 100 persen BPP atau kuota suara satu kursi (yaitu jumlah suara sah dibagi jumlah kursi di daerah pemilihan); jika tidak ada calon yang mencapai 100 persen BPP, kursi diberikan berdasarkan nomor urut.
Pada saat itu, pemilih menghadapi 24 partai, dan masing-masing partai mengajukan 120 persen calon dari jumlah kursi yang tersedia di setiap daerah pemilihan. Itu artinya, jika daerah pemilihan berkursi paling kecil, yakni 3 kursi, berarti 4 calon x 24 partai x 3 lembaga = 288 calon; jika daerah pemilihan berkursi paling besar, yakni 12 kursi, berarti 15 calon x 24 partai 3 lembaga = 1.080 calon. Itu pun masih ditambah 20 calon DPD.
UU No 10/2008 sebetulnya masih mempertahankan sistem pemilu proporsional daftar terbuka setengah hati, dengan formula calon terpilih diturunkan, yakni 30 persen BPP. Artinya jika tidak ada calon yang meraih 30 persen BPP, kursi diberikan berdasar nomor urut. Namun ketentuan ini dihapus MK. Selanjutnya MK memaksa KPU untuk menetapkan calon terpilih berdasar suara terbanyak.
Yang jadi masalah adalah, meskipun calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, tetapi pemilih masih diperkenankan memilih partai politik. Bahkan memilih partai politik dan calon pun suaranya dianggap sah. Inilah yang menyebabkan mengapa pada Pemilu 2009, banyak TPS yang menghitung jumlah suara lebih banyak daripada jumlah pemilih. Sebab, KPPS menghitung dobel suara pemilih yang memilih partai dan calon sekaligus.
Meskipun metode pemberian suara itu tidak sesuai dengan prinsip pemilu proporsional daftar terbuka dan membingungkan pemilih, melalui UU No 8/2012 tetap dipertahankan. Dengan demikian dalam Pemilu 2014 ini, terdapat tiga cara memberikan suara: memilih partai, memilih calon, dan memilih partai dan calon.
Jika memilih partai, suara akan dihitung masuk suara partai, yang akan digunakan untuk menentukan perolehan kursi partai; jika memilih calon, suara akan dihitung suara calon sehingga bisa digunakan menetapkan calon terpilih, dan; jika memilih partai dan calon, suara akan dihitung calon, sesuai dengan prinsip pemilu proporsional.
Nah, tiga cara yang tak lazim dalam pemilu proporsional terbuka itu, masih ditambah lagi kreasi KPU. Melalui PKPU No 26/2013 KPU menyatakan, pemilih yang memilih dua atau lebih calon, suaranya dinyatakan sah, dan dimasukkan sebagai suara partai.
Dalih KPU, pengesahan suara yang memilih dua atau lebih calon dalam satu partai ini, demi menyelamatkan suara pemilih. Meskipun kalau balik ke prinsip dasar pemilu proporsional, suara yang benar adalah yang memilih calon, karena memilih calon berarti memilih partai politik.
Artinya, kalau pemilih memilih dua atau lebih calon, mereka memang tidak mengerti cara memilih atau berniat tidak memilih. Kalau tidak mengerti cara memilih, berarti KPU, partai, dan calon gagal menyosialisasikan tata cara memberikan suara; nah, kalau memang berniat tidak memilih, ya tentu saja suara tidak bisa dipaksakan masuk partai.
Demikianlah, jika Pemilu 2004 saja disebut orang asing sebagai pemilu paling rumit di dunia, maka Pemilu 2014 takkan terkejar oleh oleh praktik pemilu di belahan dunia lain. Bahkan jika di akhirat nanti ada pemilu, maka pemilu kita merupakan pemilu paling rumit di dunia dan di akhirat.
nah berdasarkan kerumitannya itu apa kah penjebab pendingnya beberapa hasil dari pemilu tsb sehingga kita lama menanti-nantinya
Source merdeka.com
Padahal pemilu sesudahnya, situasinya jauh lebih rumit. Jika Pemilu 1999 menggunakan sistem proporsional daftar tertutup, Pemilu 2004 menggunakan sistem setengah terbuka, sejak Pemilu 2009 kita menggunakan sistem proporsional terbuka.
Dalam proporsional daftar tertutup, pemilih hanya diperkenankan memilih partai, sehingga meskipun Pemilu 1999 diikuti 48 partai politik, pemilih bisa mengidentifikasi dengan cepat pilihannya. Kali itu sesungguhnya pemilih menghadapi 144 pilihan untuk memilih tiga lembaga (DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota).
Pemilu 2004 mengalami berubahan signifikan. Tak hanya jumlah lembaga yang harus dipilih bertambah menjadi 4 dengan hadirnya DPD, tetapi juga cara memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berubah. Perubahan ini merupakan konsekuensi diterapkannya sistem proporsional setengah terbuka.
Dalam sistem setengah hati itu terdapat ketetuan "aneh" dalam UU No. 12/2003: memilih partai, sah; memilih calon, tidak sah; tapi kalau memilih partai dan calon, baru sah. Surat suara menjadi lebar, karena harus memuat daftar calon. Di sini formula terpilihnya: calon mendapat suara 100 persen BPP atau kuota suara satu kursi (yaitu jumlah suara sah dibagi jumlah kursi di daerah pemilihan); jika tidak ada calon yang mencapai 100 persen BPP, kursi diberikan berdasarkan nomor urut.
Pada saat itu, pemilih menghadapi 24 partai, dan masing-masing partai mengajukan 120 persen calon dari jumlah kursi yang tersedia di setiap daerah pemilihan. Itu artinya, jika daerah pemilihan berkursi paling kecil, yakni 3 kursi, berarti 4 calon x 24 partai x 3 lembaga = 288 calon; jika daerah pemilihan berkursi paling besar, yakni 12 kursi, berarti 15 calon x 24 partai 3 lembaga = 1.080 calon. Itu pun masih ditambah 20 calon DPD.
UU No 10/2008 sebetulnya masih mempertahankan sistem pemilu proporsional daftar terbuka setengah hati, dengan formula calon terpilih diturunkan, yakni 30 persen BPP. Artinya jika tidak ada calon yang meraih 30 persen BPP, kursi diberikan berdasar nomor urut. Namun ketentuan ini dihapus MK. Selanjutnya MK memaksa KPU untuk menetapkan calon terpilih berdasar suara terbanyak.
Yang jadi masalah adalah, meskipun calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, tetapi pemilih masih diperkenankan memilih partai politik. Bahkan memilih partai politik dan calon pun suaranya dianggap sah. Inilah yang menyebabkan mengapa pada Pemilu 2009, banyak TPS yang menghitung jumlah suara lebih banyak daripada jumlah pemilih. Sebab, KPPS menghitung dobel suara pemilih yang memilih partai dan calon sekaligus.
Meskipun metode pemberian suara itu tidak sesuai dengan prinsip pemilu proporsional daftar terbuka dan membingungkan pemilih, melalui UU No 8/2012 tetap dipertahankan. Dengan demikian dalam Pemilu 2014 ini, terdapat tiga cara memberikan suara: memilih partai, memilih calon, dan memilih partai dan calon.
Jika memilih partai, suara akan dihitung masuk suara partai, yang akan digunakan untuk menentukan perolehan kursi partai; jika memilih calon, suara akan dihitung suara calon sehingga bisa digunakan menetapkan calon terpilih, dan; jika memilih partai dan calon, suara akan dihitung calon, sesuai dengan prinsip pemilu proporsional.
Nah, tiga cara yang tak lazim dalam pemilu proporsional terbuka itu, masih ditambah lagi kreasi KPU. Melalui PKPU No 26/2013 KPU menyatakan, pemilih yang memilih dua atau lebih calon, suaranya dinyatakan sah, dan dimasukkan sebagai suara partai.
Dalih KPU, pengesahan suara yang memilih dua atau lebih calon dalam satu partai ini, demi menyelamatkan suara pemilih. Meskipun kalau balik ke prinsip dasar pemilu proporsional, suara yang benar adalah yang memilih calon, karena memilih calon berarti memilih partai politik.
Artinya, kalau pemilih memilih dua atau lebih calon, mereka memang tidak mengerti cara memilih atau berniat tidak memilih. Kalau tidak mengerti cara memilih, berarti KPU, partai, dan calon gagal menyosialisasikan tata cara memberikan suara; nah, kalau memang berniat tidak memilih, ya tentu saja suara tidak bisa dipaksakan masuk partai.
Demikianlah, jika Pemilu 2004 saja disebut orang asing sebagai pemilu paling rumit di dunia, maka Pemilu 2014 takkan terkejar oleh oleh praktik pemilu di belahan dunia lain. Bahkan jika di akhirat nanti ada pemilu, maka pemilu kita merupakan pemilu paling rumit di dunia dan di akhirat.
nah berdasarkan kerumitannya itu apa kah penjebab pendingnya beberapa hasil dari pemilu tsb sehingga kita lama menanti-nantinya
Source merdeka.com
Quote:
Quote:
PERBEDAAN HASIL “QUICK COUNT” ANTAR LEMBAGA SURVEY PADA 9 JULI 2014

image courtesy of tribunnews.com
Masih ingat hasil quick qount pemilihan presiden 9 Juli lalu menyebabkan masyarakat bingung.
dikarenakan hasil yang berbeda

ya pending dulu harapan masyarakat ingin mengetahui siapa sih capres berikutnya

Quote:
Quote:
MENANTI HASIL KPU

image courtesy of jakartaforum.org
Hari Jum'at (9/05/2014) merupakan batas akhir KPU mengumumkan hail perhitungan PI-LEG 2014. Setelah rapat Marathon selama 20 jam dari kemarin hingga dinihari tadi baru 26 provinsi yg selesai dan disahkan sehingga masih 7 provinsi dan akan dikebut pengesahannya hari ini.
Banyak pihak yang meragukan KPU bisa mengumumkan hasil Pileg tepat waktu, mengingat banyak permasalahan di KPU khususnya di tingkat daerah yg belum terselesaikan dan sekarang ini masih menumpuk di KPU tingkat Pusat.
pending lagi gan

Quote:
Quote:
Menanti Keputusan Mahkamah Konstitusi

image courtesy of liputan6.com
Sidang gugatan sengketa Pemilihan Presiden 2014 hampir menuju babak akhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengajukan protes atas dugaan kecurangan di lebih dari 55.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Indonesia, dalam permohonan setebal 147 halaman.
Untuk itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta menggelar pemungutan suara ulang di 33 provinsi dan membatalkan rakapitulasi suara yang memenangkan Jokowi-Jk.
Ingin menyaksikan sidang perdana dari dekat, massa pendukung Prabowo-Hatta membanjiri gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat dan sekitarnya.
Quote:
Quote:
Menanti Keputusan RUU Pilkada

image courtesy of metrotvnews.com
Kamis (25/9) Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bakal ditetapkan menjadi Undang Undang (UU) oleh DPR RI.
Sebagaimana kita ikuti dalam berbagai pemberitaan di media massa, pembahasan RUU tersebut mengarah pada dua opsi penting yaitu Pilkada yang akan dilakukan (melalui) DPRD (tidak langsung/perwakilan) atau tetap dipilih langsung oleh rakyat sebagaimana yang berlaku sekarang. Pilkada tidak langsung dimotori Koalisi Merah Putih (KMP), sedangkan Pilkada langsung dibawah kendali PDIP dan teman koalisinya.
Masing-masing opsi memiliki argumen yang kuat dan logis baik pada tataran akademis maupun teknis. Keduanya juga memiliki kelebihan dan kekurangan, dan keduanya pula sudah pernah kita lakukan. Yang mana bakal diketok sangat tergantung dari pertarungan politik di lembaga legislatif.
Quote:
Quote:
MENANTI KABINET JOKOWI JK

image courtesy of nefosnews.com
pengumuman nama nama menteri kabinet Jokowi-JK Rabu malam lalu, rencana pengumuman kabinet justru simpang siur. Bahkan awak media yang menanti sepanjang hari hingga malam tadi, kembali harus gigit jari.
Presiden Joko Widodo menegaskan, ia belum akan mengumumkan susunan nama-nama menteri di kabinet yang disebut-sebut, bernama Kabinet Trisakti itu, lantaran masih menunggu jawaban dari DPR, mengenai perubahan nama nomenklatur.
Sementara itu, Wakil Presiden Yusuf Kalla memastikan, walaupun nama-nama para pembantu presiden dan wakil presiden belum diumumkan, namun roda pemerintahan tetap akan berjalan dengan baik.

0
1.9K
Kutip
21
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan