Hari Kesehatan Mental Sedunia: Stres itu Harus Dihadapi, bukan Dihindari!
TS
fckita
Hari Kesehatan Mental Sedunia: Stres itu Harus Dihadapi, bukan Dihindari!
Jumat kemarin, 10 Oktober 2014, diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Oleh Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental, tema yang diangkat pada tahun ini adalah “Depression: A Global Crisis”. Ternyata, bukan hanya ketahanan pangan atau masalah ekonomi saja yang bisa mengancam keselamatan populasi manusia di dunia. Masalah kesehatan mental telah dianggap sebagai hal serius yang jika dibiarkan akan mengancan kondisi dunia. Tapi untuk artikel ini saya tidak menyinggung soal depresi dan dampaknya bagi dunia. Saya hanya akan membahas mengenai stres, sebuah kondisi psikologis yang seringkali menemui kita, namun sering tak bisa dikelola dengan baik.
Secara awam, stres sering diartikan sebagai ketegangan ketika kita berada dalam sebuah situasi. Tidak sepenuhnya salah, meskipun stres sendiri sebenarnya lebih kompleks daripada situasi tersebut. Kondisi stres muncul ketika kita berada dalam situasi yang dianggap mengancam dan terlalu banyak tekanan. Hal-hal yang bisa memicu stres biasa disebut dengan stressor.
Agar pembaca lebih mudah memahaminya, saya akan berikan sebuah ilustrasi. Misalkan, ada seorang karyawan yang sudah mempersiapkan sebuah presentasi bisnis dengan atasannya. Sepanjang perjalanan ke kantor, dia sangat senang karena yakin presentasi tersebut bagus dan akan diterima oleh sang atasan. Tapi di tengah perjalanan, mesin mobilnya mogok dan dia tidak tahu cara memperbaiki mesin mobil. Sementara dia juga tidak tahu bengkel terdekat ada dimana dan dia juga tidak memiliki nomor orang yang bisa dihubungi terkait dengan bengkel mobil.
Nah, situasi seperti di atas berpotensi menjadi stressor bagi si karyawan. Mengapa saya katakan berpotensi? Karena menjadi stress atau tidak itu tergantung dari cara si karyawan menghadapi stressor tersebut. Jika ia panik dan takut tidak bisa presentasi di hadapan sang bos, bisa jadi situasinya akan semakin runyam. Sementara jika ia tetap berpikir jernih dan mencoba mencari bantuan dari mobil lain yang lewat, bisa jadi ia bisa keluar dari situasi stres tersebut.
Poinnya adalah, stres itu sebuah kondisi yang pasti dialami oleh setiap manusia. Kita semua pasti mengalaminya. Jadi stress itu harus dihadapi dan dikelola, bukan dihindari. Lalu bagaimana cara mengelola stress?
Spoiler for 1:
Pertama, kita harus mengetahui bahwa stres itu tidak selamanya berakibat negatif bagi kesehatan mental. Pernah mendengar istilah eustress? Ya eustress adalah kondisi stres yang justru membuat kita menjadi lebih terpacu dan bersemangat untuk mengerjakan sesuatu. Kalau begitu, apakah stres itu dibutuhkan? Tentu saja, sama seperti rasa takut, stres diperlukan dalam kadar tertentu agar kita dapat terpacu untuk melakukan sesuatu yang positif.
Misalkan, seorang mahasiswa sedang mengerjakan proyek esai. Tekanan diperlukan agar esai tersebut bisa selesai dengan hasil yang memuaskan. Tekanan bisa saja muncul dalam bentuk kompetitor yang tangguh misalnya. Kuncinya, eustress atau tekanan yang positif akan muncul jika kita mengawali sebuah kegiatan dari rasa suka. Jika Anda melakukan pekerjaan yang dibenci, saya jamin yang muncul adalah distress.
Distress sendiri adalah stres yang tekanan yang meninmbulkan dampak negatif dan menggangu keseimbangan mental manusia. Inilah yang biasanya dsebut dengan stres dalam bahasa awam sehari-hari.
Spoiler for 2:
Cara kedua untuk mengelola stres adalah kenali faktor protektif dan faktor risiko dalam hidup kita yang terkait dengan stres. Faktor protektif adalah segala hal yang bisa membuat kita nyaman dan merasa berharga. Sementara faktor risiko adalah segala sesuatu yang bisa membuat kita terancam (secara fisik dan psikologis). Misalkan, Anda baru saja dimarahi oleh atasan di kantor karena materi presentasi bisnis yang tidak menarik. Anda diminta untuk segera merevisi materi tersebut dan harus segera diserahkan kesesokan harinya. Kondisi ini bisa menimbulkan stres dan bisa jadi membuat Anda mati ide untuk merevisi.
Tapi Anda tidak perlu khawatir jika mengenali faktor protektif yang Anda miliki. Misalkan Anda punya beberapa orang sahabat dekat yang selalu siap untuk menjadi pendengar setiap masalah yang Anda hadapi. Anda bisa bertemu dengan mereka dan bercerita mengenai masalah yang sedang dialami. Hobi juga bisa menjadi faktor protektif dari stres. Jika Anda suka melukis misalnya, lakukan saja ketika Anda sedang stres. Sekadar sebagai media katarsis agar tekanan itu bisa berkurang.
Faktor risiko pun perlu dikenali. Misalkan Anda adalah orang yang tidak suka dengan sesuatu yang berantakan. Maka pastikan sebelum berangkat kerja, rumah atau kamar Anda sudah berada dalam keadaan rapi. Karena kalau semuanya masih berantakan dan Anda pulang kerja dengan kondisi perasaan yang tidak baik, bisa dipastikan kondisi kamar akan menjadi pemicu munculnya stres.
Spoiler for 3:
Cara ketiga untuk mengelola stres adalah dengan memberikan penghargaan yang pantas bagi diri kita setelah mampu mengerjakan sesuatu. Bisa jadi sesuatu itu berupa tugas kantor, tugas di rumah, atau tugas di perkuliahan yang menyita cukup banyak energy. Penghargaan tersebut dapat berupa membeli makanan kesukaan, menonton film favorit, atau melakukan apa saja yang kita senangi. Intinya, hargai usaha yang telah kita lakukan. Sebelum meminta orang lain, ada baiknya kita terlebih dahulu yang memberikan penghargaan.
Spoiler for 4:
Cara keempat dan seterusnya, biar Anda saja yang melanjutkan. Sejatinya setiap orang punya cara yang unik dalam menghadapi stress. Jadi, tak ada lagi kata lari dari stres. Mulai sekarang, ubahlah stres Anda menjadi sebuah karya positif dan bernilai bagi orang lain. Tentu saja hal tersebut bisa membuat kondisi kesehatan mental kita menjadi lebih positif.