keldaniAvatar border
TS
keldani
KETIKA FIRAUN DAN MUSA BERPOLEMIK MASALAH BUDAYA PEMIMPIN.
Terlepas dari kemukjizatan Musa yang mampu meruntuhkan dinasti kekuasaan Firaun, ternyata didalamnya menyisakan polemik kebudayaan yang selalu bertindak represif, arogan, dan diskriminatif.

Mungkin pada saat itu dalam pikiran Firaun akan selalu berasumsi untuk membangun stigma kekuasaannya melalui logika publik yang disistemisasi untuknbefantasi pada budaya paguyuban. Dimana masyarakat menyerahkan sepenuhnya pada itikad baik pemimpin. Tapi faktanya berbeda, karena apapun bentuk kekuasaan, termasuk dalam lingkup struktur yang paling kecil, ternyatwbtelah menghimpun watak budaya pragmatis dan opportunis.

Maka jangan heran, pada posisi seperti kharakter Machiavelis ini, akan selalu mengelaborasi dalam membangun struktur kekuatan tersendiri dalam mempertahankan kekuasaan politik tertentu. Terlepas sepakat atau tidak, faktanya Machiaveli telah berhasil merumuskan secara gamblang perihal watak dasar budaya kekuasaan tersebut.

Potret Machiaveli itulah yang dikembangkan Firaun. Firaun berhasil membangun mistikasi persepsi kebangsaan yang teokratik. Firaun menjelmakan dirinya tidak saja sebagai wakil Tuhan di muka bumi, melainkan Firaun juga telah membalut dirinya menjadi tuhan. Kepatuhan massa, meskipun dibangun melalui proses kamuplase dan vandalisme, tapi bagi Firaun yang terpenting adalah terbentuknya kepasrahan massif.

Pada situa yang demikian Tuhan menghadirkan Musa. Musa adalah potret anak hilang yang dianggap tidak memiliki rimba kekuasaan. Apalagi untuk menaklukkan kekuasaan Firaun yang agung itu. Meskipun demikian, telah banyak tokoh spiritualis yang mengingatkan Firaun adanya bahaya laten kekuatan Musa. Tapi karena dianggap tidak memiliki relasi struktur kekuasaan, Firaun tetap erogan dan meremehkan kehadiran Musa.

Memang kalau ditilik dari kronologi perjalanan sejarah, Musa bukanlah sosok yang cerdik cendekia. Bahkan dalam uji kompetensi kenabian yang pernah dilakukan Haidlir, Musa bisa dikatakan tidak lolos. Tapi justeru dari balik peristiwa Musa itu, kelihatannya Tuhan seakan ingin membuktikan jati diri keperkasaannya, dan sekaligus mendegradasi kebenaran logika kemanusiaan Haidlir.

Pada saat itulah Musa diberi mukjizat oleh Tuhan berupa kekuatan material dan spiritual untuk melumpuhkan kekuasaan Firaun. Ketika itu Musa tidak saja berhasil meruntuhkan dinasti kekuasaan Firaun, tetapi juga memporak porandakan struktur kebangsaan dan logika kebudayaan Firaun yang berkembang saat itu, yang kultis dan manipulatif. Meskipun dengan 'cost social' dan 'cost politic' yang besar, tapi bagi Tuhan Melalui Musa telah menghadirkan cita perubahan budaya yang manusiawi dan beretika sosial.

Sebagai narasi kesimpulan, hal menarik dari pernyataan Zastrow Ngatawi, mantan ajudan Gus Dur. Menurut Zastrow, dalam kompleksitas struktur kekuasaan, akan berhimpun seluruh komponen untuk mengambil manfaat kepuasan kekuasaan. Dalam interaksi lingkaran kekuasaan itu ada Malikat, Manusia, Setan, Jin, dan sebagainya. Anehnya, kata Zastrow, semua komponen itu akan merubah wajah secara semu menjadi malaikat. Sehingga kita akan sulit mengidentifikasi antara malaikat beneran dan yang malaikat - malikatan. Dan itulah potret wajah budaya lingkar kekuasaan.

Tapi apapun yang terjadi dalam proses sejarah perubahan budaya, pergulatan antara nilai kebenaran dan kebathilan, pada akhirnya akan terjawab melalui proses hukum seleksi alam yang sejatinya tidak akan pernah runtuh oleh logika konspirasi apapun. Meskipun terkadang mangalami pasang surut. Itulah potret sejarah polemik kebudayaan pemimpin Firaun dan Musa. Sebuah polemik tata nilai budaya pemimpin dan kepemimpinan.***(SC/AK)
#Edunation Indonesia
0
1.2K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan