- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
SbY meniru sang pengecut politik pontius piLatus 2000 tahun


TS
karate.kid
SbY meniru sang pengecut politik pontius piLatus 2000 tahun

SearchMenu
SBY, Meniru Pengecut Politik Pontius Pilatus 2000 Tahun Lalu
| Jumat, 26 September 2014 - 22:30 WIB | 179 Views
Pontius Pilatus sang prefek (gubernur) Provinsi Yudea Kekaisaran Romawi adalah sosok yang populer
Pontius Pilatus sang prefek (gubernur) Provinsi Yudea Kekaisaran Romawi adalah sosok yang populer. Ia memiliki kisah yang dipelajari turun temurun. Pilatus adalah cerita klise tentang seorang yang populer dan berkuasa pada jamannya, ia bukan seorang jahat, namun seringkali antagonis karena memiliki hati yang lemah. Ia adalah tipikal pemimpin lembek yang tega mengorbankan kebenaran yang ia tahu demi karir dan citra pribadi.
Citra tersebut terbentuk 2000 tahun lalu. Kisah itu terbentuk saat ada seorang tahanan yang dituduh tetua tetua Yahudi untuk dihukum mati. Para tetua menuduh sang tahanan sebuah eksekusi mati karena menganggapnya sebagai sebuah ancaman bagi kekaisaran Romawi. Pontius Pilatus sebagai gubernur diperhadapkan pada sebuah tanggung jawab untuk mengambil keputusan. Ketika itu, Pilatus sudah melakukan eksaminasi cermat. Hasilnya ia menyatakan: ”Aku tidak menemukan kejahatan pada pria ini.”
Para tetua Yahudi marah besar dan berteriak-teriak mengetahui bahwa Pilatus membela sang tahanan. Pilatus terdesak, ia tahu mana yang benar mana yang tidak. Para Yahudi makin bergerombol banyak dan penuh dengki ingin si tahanan segera dibunuh terlepas punya salah atau tidak. Ketika para Yahudi di luar istana berteriak: “Melepaskannya, berarti musuh Kaisar”, Pontius Pilatus akhirnya memilih alur cerita hidupnya. Ia meminta air, lalu mencuci tangannya, lalu menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah atas hukuman mati yang dijatuhkannya kepada sang tahanan. Tahanan akhirnya dihukum mati. Dalam catatan sejarah tahanan itu adalah Yesus Kristus.
SBY, Aksi Cuci Tangan, dan Pontius Pilatus dalam Keputusan Pilkada Tidak Langsung (DPRD)
Kisah di atas menarik karena memiliki kisah moral yang mendalam, terutama pada sosok sang antagonis. Ia memberi sebuah corak tersendiri dalam memaknai integritas. Integritas bukan hanya soal mengetahui kebenaran. Integritas adalah soal berkomitmen untuk membela kebenaran yang diketahuinya. Sebuah integritas tidak akan membiarkan seorang individu untuk menjual masa depan orang lain demi membeli masa depannya.
Susilo Bambang Yudhoyono, paling tidak bagi banyak rakyatnya, bisa jadi adalah bentuk sebuah Pontius Pilatus baru di zaman modern. Seorang presiden yang lahir lewat demokrasi selama 2 periode, namun dengan ironis diujung pemerintahannya membiarkan demokrasi sekarat dan mati dengan tragis di depan mata kepalanya sendiri.
SBY diluar kelihaiannya bermain gitar dan mencipta lagu, bukanlah seorang presiden yang spesial. Ia bukan Soekarno yang bagai mercusuar Asia yang berani menghentak Barat. Ia bukan Soeharto yang dengan keras mencekam rakyat untuk sebuah stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. SBY adalah seorang presiden yang raport pemerintahannya medioker. Tidak ada yang spesial, kalau tidak mau dibilang nilainya merah-merah. Meski minim prestasi rakyat berharap paling tidak SBY adalah penjaga gawang demokrasi. 10 tahun belakangan, SBY memang terlihat seperti pilar demokrasi.
Namun, akhirnya semalam terkuak yang sebenarnya di mana posisi SBY. Akhirnya tersingkap, apakah SBY itu seorang demokrat sejati atau seorang biduan politik pencari popularitas. Beberapa waktu yang lalu di tengah gencarnya perlawanan rakyat terhadap gagasan Pilkada dipilih DPRD, SBY dengan gagah berani mengambil sikap. Ia bilang: Ia memilih Pilkada Langsung tetap dipertahankan. Rakyat bersorak, koalisi rakyat bersorak karena tahu akan memenangkan parlemen.
Semua juga tahu, SBY adalah kaisar Partai Demokrat, pemilik saham terbesar Demokrat, CEO Demokrat, apa pun yang dipilihnya sangat tidak mungkin dilawan kadernya.
Namun apa yang terjadi? Di tengah rapat Paripurna DPR, Fraksi Partai Demokrat Walk Out. Konstelasi suara voting langung berubah. Pilkada Tidak Langsung (yang dipilih DPRD) langsung menjadi dominan. Fraksi Demokrat tentu mengerti, bersikap abstain saat voting dan Walk Out, sama saja berarti membantu Pilkada Tidak Langsung untuk memenangkan voting. Pun benar, keputusan Pilkada Tidak Langsung sudah disahkan di DPR. Demokrasi mati.
SBY di mana? SBY setelah pengambilan keputusan barulah berbicara menyatakan kekecewaan dan keprihatinan karena Pilkada Tidak Langsung yang menang. Aneh nan ajaib, setelah demokrasi babak belur karena partainya Walk Out, kini dengan super pandainya menyatakan bahwa Demokrat akan mengajukan gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi. Dagelan! #ShameOnYouSBY
SBY dari dulu memang presiden plintat plintut. Terkesan demokrat ternyata tidak mampu memimpin kadernya untuk mempertahankan demokrasi pemilihan langsung. Sekarang sudah terlambat bicara prihatin dan kecewa. Rakyatlah yang seharusnya bilang kecewa. Satu-satunya hak rakyat yang hanya bisa dipakai 5 tahun sekali, direnggut jua. Stop bilang prihatin, sudah tidak mempan. Konsekuenlah pak SBY, kalau memang Anda dan partai setuju Pilkada Tidak Langsung (dipilih DPRD) bilang saja, bilang dengan kstaria seperti prajurit pada umumnya. Bilang ini dadaku! Kami rakyat pasti bisa mengerti karena setiap orang juga memiliki hak untuk memilih jalan hidup dan pikirannya. Malah jangan memuakkan seperti ini. Dengan bilang prihatin, kecewa, mau menuntut, tapi kekalahan demokrasi justru terjadi karena proses walk out: jangan salahkan kami kalau rakyat menganggap kata “prihatin / mau menuntut” Anda cuma sekadar baskom cuci tangan ala Pilatus!
SBY adalah Pontius Pilatus Politik?
© 2013 baranews.co
http://m.baranews.co/web/read/22100/...d#.VCWLn7kayc0
Cocok banged dah gan. Biar beda agama tp iman Nya sama.
0
5K
33


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan