Kenalan? Nama saya Exis Wijaya. Biasa dipanggil Kamfreat. Anaknya lumayan ganteng. Pernah punya pacar cantik tapi sekarang udah gak mau lagi diajak balikan, katanya nyesel, dan saya tadi abis mandi. udah wangi.
Sore ini mau membuka sebuah cerita di kaskus. Nantinya, mungkin dua hari sekali, akan nambah cerita di sini. Sekalian juga di blog : Kamfreat.blogspot.com, Ceritanya ya aktifitas sehari-hari. Gak menambah ilmu sama sekali, kok. Jadi kalau takut kecewa mending jangan baca. Soalnya cerita memang diperuntukan untuk yang pinter, kan, mereka gak nambah ilmu lagi. Udah pinter?
Gak ada peraturan apa-apa. Peraturan hukum aja udah ribet. Ditambah peraturan sebuah thread tengil. Tambah lah ribet dunia ini.
Quote:
Quote:
Dilarang Ganggu di Hari Minggu
Hari minggu lalu. Saya lupa tanggal berapa, pokoknya bulan agustus, hari minggu terakhir. Kalau penasaran tanggalnya, boleh dicek sendiri. Saya bersama dua orang cewek dan satu orang guru berangkat ke perlombaan puisi. Setelah sebelumnya, di hari kemarin, saya sudah sempat menandai tanggal perlombaan itu dengan bolpoin merah. Tanda saya tak suka. Tanggal-tanggal lain polos tak bertanda, sementara tanggal itu, satu-satunya saya hias dengan gambar kepala setan. Ehm, sesuatu yang manusia benci tak jarang menjadi yang paling spesial juga.
Kembali ke cerita,pokoknya hari itu saya jadi berangkat. Tentunya dengan sangat ogah-ogahan. Saya memang yang paling benci ke hal-hal itu. Pertama, orang yang mencoba mengganggu saya di hari minggu. Kedua, orang yang mengganggu saya di hari minggu. Kenapa mereka kejam sekali? Saya hanya punya hari minggu, tapi mereka merebutnya tanpa pikir-pikir.
Tapi saya tak mau mengeluh. Saya berangkat sambil terus berpikir positif semoga setelah kesialan ini, keberuntungan bisa datang. Siapa tahu saya
jadi juara?
Cewek yang ikut berlomba dengan saya, mukanya lumayan. Tapi ada yang tubuhnya segede gentong. Saya sih sudah pasti gak naksir, begitu juga mereka pada saya. Dan alasan yang paling mengena, bukan karena wajah saja. Mereka sudah punya pacar. Bahkan ada yang 3. Dunia sungguh tak adil.
Akhirnya saya mencoba membaca buku. Supir yang guru saya ajak, yang kebetulan suaminya, menyetir lumayan ngebut. Kalau saya masih mencoba untuk membaca, mata saya akan berkunang-kunang. Saya tak mau muntah. Itu memalukan. Terlebih di depan cewek.
Saya memilih untuk diam. Maunya sih denger music, tapi takut nanti kelepasan nyanyi. Soalnya suara saya cuma bagus di tempat tertentu. WC.
Singkat cerita, sebenarnya sungguh tak singkat, kami harus bertanya sana-sini. Ditambah ada Car free day, jalanan macet, dan lain-lain. Tempat yang seharusnya bisa dicapai dalam waktu 1 jam bila semua manusia di tempat itu diplester dengan semen lalu di taruh di pinggir jalan. Malah memakan waktu lebih dari 2 jam, karena tak mungkin manusia diplester begitu. Mereka manusia, tidak bisa diperlakukan seperti hewan. Ehm, bahkan hewan pun tak boleh diperlakukan seperti itu. Mereka sekarang sudah langka.
Sampai di sana, kami di sambut snack. Saya senang bukan kepalang karena dapet makan, sempat berpikir juga kalau nanti pasti dikasih nasi. Ternyata snack itu untuk acara start sampai finish. Tapi untungnya guru saya baik, beliau mentraktir saya makan sate kambing. Eh, masalah lombanya saya lupa. Keinget makanan soalnya. Lombanya saya seperti biasa gak dapet apa-apa. Ya, orang saingannya gak sepadan. Saya SMA, sedang beberapa saingan adalah mahasiswa jurusan sastra. Ditambah keberanian mereka memang pantas diacungi jempol. Ada yang nari-nari di atas panggung, teriak-teriak, pokoknya persis kayak orang gila deh. Tapi keren. Sementara saya, bacanya cupu abis. Sederhana. Tapi dengan begitu saya gak gila.
Pulangnya saya puas. Gak dapet juara gak apa-apa. Yang penting hari sial itu telah selesai. Keberuntungan gak selamanya berupa jadi juara. Saat kita bisa melihat sudut pandang lain, keberuntungan bisa juga diartikan saat kita merasa bahagia. Dan saya bahagia, beban saya telah hilang. Sampai…
“Halo,” kata seseorang di seberang sana.
“Ya, Saya di sini,”
“Exis, ini Ibu. Ibu mau bilang besok tolong bawa buku referensi bahasa.”
“Kenapa, Bu?”
“Besok kita pembinaan. Kamu Ibuk ikut sertakan lomba nulis cerpen.”
“Lombanya kapan, Bu?”
“Hari minggu.”
Monyet Aseeeeeeemmmm!!!