

TS
madokafc
[Cerita bersambung] L'amour de l'Est
Quote:
BAB I
"Jacques, Jacques!! “
Aku mendengar seseorang memanggil namaku dari kejauhan, tapi entah siapapun yang memanggilku aku sekarang sedang sibuk dan tidak ingin pekerjaanku diganggu. Aku mengambil batu-batuan di ladang milik ayahku ini dengan tangan kananku, sementara tangan kiriku masih menggenggam sebuah garpu besar yang kugunakan untuk membersihkan ladang ini.
“Jacques, Jacques!!!” seseorang memanggilku kembali dan kini suaranya nampak terdengar lebih jelas
Aku menengokan kepalaku kepada orang yang memanggilku dari kejauhan itu, dan oh ternyata dia Tristan temanku dari kecil. Di desa kecil ini, hanya ada sedikit saja anak muda seusiaku termasuk aku Jacques D’Languerre dan Tristan Lavant hanya ada sekitar 18 orang saja lainnya dan aku mengenal mereka semua dengan baik walaupun beberapa diantaranya cukup bermasalah denganku. Ada Denis dan Jerome Rouve dua orang mengesalkan dari keluarga Rouve, Albert Dupontel seorang laki-laki tinggi besar dan juga paling penakut di desa kami, Michel Robin yang paling sering menggoda adik perempuanku Nicole karena tergila-gila padanya, lalu ada tiga orang Duquesne bersaudara Cecil, Bouli dan Francois, lalu aku teringat kepada Dressner von Rosenberg yang satu keluarganya merupakan pelarian dari Bavaria, lalu ada Christian Laverdou, Armand Paroux, Clement Le Claire, Ethan dan Etienne Dubois, Camille Moreau, Patrick Bruel dan yang terakhir Emanuel Roux si Bengal tanpa ayah itu.
Desa kami ini adalah sebuah desa kecil yang tidak memiliki banyak penduduk. Tapi karena itulah kami semua dapat saling mengenal satu sama lainnya dengan baik. Desa Roubaix ini terletak sekitar dua hari perjalanan darat dari kota Lille, kota terbesar di wilayah French Flanders.
“Jacques, aku punya kabar penting! Hah-hah-hah, sebentar aku ambil nafas dulu!” Terdengar suara kepayahan dari Tristan yang mungkin saja dia sudah berlari dari jarak yang sangat jauh, entah darimana dia berlari
“Oke-oke aku dengar dan sekarang berikan aku kabar pentingmu, atau kalau kau tidak punya kau bisa pergi dan aku melanjutkan pekerjaanku kembali. Kau bisa lihat sendiri, ladang ini memiliki lebih banyak batu daripada batu yang digunakan untuk membangun rumah kami?” Kataku seraya ber hiperbola.
“Dengar, Jacques, dengar baik-baik. Aku kemarin baru saja pergi ke kota bersama pamanku dan aku mendengar kabar bahwa sekarang kita sudah tidak memiliki Raja!” Katanya sambil tersenyum lebar
Ya aku tahu, mereka para Revolusionaris itu sudah merebut tahtanya sejak lama dan itu bukan berita baru bagiku. Kataku dengan ketus sambil bersiap dengan garpu ladangku
“Raja sudah ditangkap ketika akan pergi meninggalkan Perancis, bersama Ratu ia mengkhianati negeri ini. Nasibnya sudah jelas, ia akan berada dibawah Guillotine di awal tahun depan paling lambat. Dan kini orang-orang Habsburg itu atas seizin dari Paus menyatakan perang terhadap Perancis mereka akan bergabung dengan orang-orang Inggris laknat itu untuk menghancurkan Revolusi. Sekarang di seluruh kota besar, para Jenderal dari National Assembly sedang mengumpulkan para pemuda untuk bertempur melawan tirani dan penindasan. Kita sedang berperang Jacques!!” Katanya dengan sangat antusias dan berapi-api
“Liberte, Egalite dan Fraternite mereka semua sedang melantangkannya keras-keras diseluruh penjuru negeri. Dan kini mereka hendak menghancurkannya, Jacques dan ini kesempatan kita untuk membuktikan semangat Revolusi!!” Tambahnya lagi
Aku yang mendengarnya sambil setengah tidak percaya melepaskan garpu ladangku tanpa sengaja dari tangan kiriku, mendengar hal itu tiba-tiba semangatku menggelora dan membara. Aku tahu darah mudaku ini sudah tidak dapat dibendung lagi, sudah lama aku ingin bergabung dengan pasukan Revolusi Paris Communee di bawah Robespierre, tapi ayahku melarang karena menganggapnya mereka adalah kelompok Radikal yang berbahaya. Tapi kini keadaannya berbeda, Perancis sedang diserang, tidak ada kata lain selain kami yang muda-muda ini untuk bergabung dengan pasukan National Assembly.
“Jacques dengarkan, aku, Armand, Patrick, Etienne, Ethan, Cecile, dan Michel Robin sepakat untuk bergabung dengan pasukan Revolusi dibawah pimpinan Jenderal Theobald Dillon di kota Lille besok. Kita akan bertempur melawan pasukan Habsburg yang akan datang untuk membebaskan Raja dan Ratu yang pengkhianat itu. Kalau kau ingin ikut bersama kami temui kami di kedai bir Paman Joseph sebelum matahari terbit, kita semua akan berangkat menuju Lille di pagi buta.” Terangnya dengan detail
“Oke Jacques, kami semua menunggu besok pagi! Jangan lupa! Aku akan pulang ke rumah untuk menyiapkan perlengkapanku sebelum berangkat!” katanya sambil tersenyum
“For France!” teriaknya ke arahku sambil mengepalkan tangannya dan mengacungkannya keatas tinggi-tinggi
“For France!” jawabku dengan lantang
Lalu aku langsung merapikan perlengkapan berladangku dan memakai alas kakiku yang kutaruh di pinggir ladang kami. Aku langsung berlari pulang ke rumah sekuat tenaga.
Mama dimana ayah? Aku tidak melihatnya di lumbung? Sesampainya di rumah aku langsung mencari ayahku di lumbung dan aku hanya melihat mama di teras rumah yang sedang menjahitkan bordir di sebuah kain.
“Ayahmu tadi bilang dia pergi ke rumah paman Martin, dia bilang diminta memasang sepatu baru untuk kudanya paman Martine. Ada apa nak? Kau nampak tergesa-gesa sekali? Tanya mamaku dengan penuh rasa ingin tahu
“Tidak ada apa-apa ma, aku hanya ingin meminta izin Ayah atas sesuatu yang ingin kulakukan” jawabku sekenanya
“mama tidak akan melarangmu dan bertanya lebih jauh, tapi setidaknya mama ingin kau tahu. Apapun yang Ayahmu akan katakan nanti, itulah bukti kasih sayangnya padamu dan janganlah kau salah paham dalam mengartikannya…...” Balas ibuku dengan sangat tenang dan penuh pengertian
“Dan ibu tahu tentang apa yang terjadi di luar sana, ibu akan selalu mendukungmu. Bukankah kau anak ibu yang paling pemberani” lanjutnya dengan tersenyum dan tampak satu tetesan air mata membasahi pipinya.
Aku tidak bisa berkata lebih banyak lagi, tampaknya ibuku sudah mengetahui tentang perang ini dan seakan semua rencanaku sudah berhasil dia bongkarnya dengan mudahnya. Ah, bagaimanapun juga dia mamaku tentunya dia sudah mengetahui apa yang dipikirkan oleh putranya ini.
“terima kasih mama….. “ jawabku dengan lirih dan tak kuasa menatap pandangan matanya
"Jacques, tolong ambilkan topi phyrgianmu mama akan menjahitkan sesuatu di topimu." pinta ibuku
Baik ma dan aku pun langsung mengambil topi berwarna biru kesayanganku itu dan memberikannya kepada mama. Aku kemudian menuju ke gudang bawah tanah kami, disana aku membongkar peti lama milik ayah. Disana aku mengambil senapan flintlock milik ayah, sebuah alat untuk membuat bola peluru, tempat mesiu, tali, sebuah tomahawk milik suku Indian yang menjadi souvenir ayahku dimasa mudanya dulu, sangkur dengan ring cincin untuk melekatkannya ke-senapan dan sebuah pisau belati. Aku mengambil semua itu dan membawanya keluar rumah. Aku meletakan barang-barang itu dibalik tumpukan jerami yang sudah dikeringkan oleh ayah kemarin. Aku ingin agar aku mudah membawa barang-barang itu keluar besok pagi sekiranya ayah tidak mengizinkanku sama sekali.
Oke semua sudah hampir siap sekarang. Kataku dalam hati
Aku tinggal menyiapkan pakaianku saja. Aku tidak mungkin mengambil dan menggunakan seragam pasukan raja milik ayahku, bunuh diri itu namanya. Walaupun warna putihnya memang cukup bagus untuk kugunakan, tapi tidak mungkin. Tunic dan pakaian yang kami para pria biasa gunakan sehari-hari nampaknya akan cukup untuk sementara. Dan aku yakin pasukan Revolusi pasti akan memberikan kami seragam yang baru dan bagus untuk kami gunakan nanti. Lalu aku menuju kamarku dan bersiap-siap untuk melengkapi apa yang ingin kubawa besok pagi sembari menunggu ayah pulang.
Dari kamarku ini aku mendengar pintu rumah berderit pertanda ada seseorang yang membukanya dan akupun segera keluar kamar. Dan yah, benar itu adalah ayah. Adikku Nicole segera menyambutnya dan membawakannya segelas minuman hangat ke meja di ruang utama tempat Ayah duduk dan menyandarkan dirinya. Aku yang tadinya ingin mengatakan keinginanku menjadi ragu karena ayah hanya diam saja dan berwajah masam sejak kepulangannya dari rumah paman Martine. Baiklah aku akan menunggu hingga saat makan malam tiba.
Makan malampun tiba. Suasana di meja makan lebih sepi dari biasanya. Mama yang biasanya ceria dan senang bersenandung, saat ini tidak lagi mengeluarkan senandungnya. Nicole adik perempuanku yang cerewet dia sama sekali tidak bersuara malam ini dan lebih banyak diamnya. Bastian adik laki-lakiku juga hanya bisa diam saja dan lebih banyak bersender di dekat mama. Sementara Ayah hanya diam saja dan menikmati makan malam kami, yang entah kenapa menjadi sedikit lebih mewah dari biasanya. Ya kuputuskan, aku akan mengatakannya sekarang atau tidak sama sekali.
"Ayah, bolehkah aku sedikit bicara. Dan yang lain mohon dengarkan juga dengan baik!" Kataku dengan sedikit gugup
"Katakan saja apa maumu, aku harap ini sesuatu yang bagus. Aku tidak ingin mendengar omong kosong di saat makan malam." Jawab ayahku dengan nada tidak suka
"Baiklah, dengarkan aku Ayah dan kalian semuanya. Aku bersama Tristan, Armand, Patrick, Etienne, Ethan, Cecile, dan Michel kami semua akan pergi untuk bergabung dengan pasukan Revolusi, dan kami semua akan berangkat menuju kota Lille besok pagi. Kami semua akan pergi berperang melawan pasukan kerajaan Habsburg...."
Mendengar perkataanku itu, semua yang ada di meja makan langsung diam dan berhenti melakukan aktivitas mereka. Suasana hening dalam sekejap menyelimuti ruangan itu.
"Kakak, benarkah itu, dan kak Michel juga?" Tanya adikku Nicole.
"Kakak…! "Aku melihat adikku Bastian menangis dan memegang lengan baju mama erat-erat
"Ya, itu benar. Kami semua sudah bertekad dan tidak akan ada yang bisa melarang kepergian kami. Jadi untuk itulah aku akan pamit kepada kalian semua…."
"Diam dan hentikan omong kosongmu itu!!!" Teriak ayah sambil menaruh garpu dan pisau makannya ke atas piring dan meninggalkan meja makan
"Tapi ayah…."
"Aku ingin kau segera tidur malam ini, dan besok bangun pagi kau akan pergi menemani ayah untuk kembali ke ladang. Camkan ini baik-baik, kau anak laki-laki paling dewasa di rumah ini, dan seharusnya kau tidak membuat ayahmu kecewa." Kata ayah seraya meninggalkan meja makan dan menuju ke teras rumah kami
Sementara mama mengambil sapu tangannya dan mengusap air matanya, dan aku melihat Nicole juga menangis. Kemudian akupun meninggalkan meja makan sambil membersihkan piring milikku dan ayah. Setelah itu akupun menuju kamarku dan bergegas untuk tidur. Tapi aku tidak bisa tidur sama sekali malam itu.
Pagi buta esok harinya, aku yang terbangun langsung mencuci wajahku di baskom kayu yang berisi air yang ada diujung kamarku dan bersiap untuk berangkat. Aku mengenakan tunic warna biru dan celana berwarna putih kesayanganku. Dengan mengendap-endap aku mencoba keluar dari rumah ini. Aku tidak ingin membangunkan keluargaku, apalagi ayah.
Jacques, apa yang kau lakukan pagi-pagi buta begini. Tiba-tiba ada yang memanggilku dan itu adalah suara ayah, ketika aku hendak menuju teras rumah. Lalu aku melihat sudah ada seluruh keluargaku disana, ada Ayah, Mama, Nicole dan si kecil Bastian disana. Aku kaget bukan kepalang.
"Ayah, mama, adik-adik, apa yang kalian lakukan disini?" kataku dengan keheranan
"Jacques, kesini kau nak." Kata ibuku dengan lembut
"Kami tahu dirumah ini tidak ada orang yang bisa mengalahkan keras kepalanya Ayahmu selain anak laki-lakinya." Katanya sambil tersenyum tapi aku melihat dengan jelas matanya telah basah oleh air mata.
"Ini gunakan topi ini, aku telah menjahitkan bunga lili di topi kesayanganmu nak." kata mamaku sambil memberikan topi phyrgian kesayanganku
"Kak, tolong bawa sapu tangan ini, kata Nicole kepadaku. Dan aku ingin menitipkan surat ini pada Michel." Kata adik perempuanku satu-satunya itu, yang setelah memberikan surat untuk Michel itu padaku dia berlari menuju kedalam rumah sambil menangis. Aku melihat di sapu tangan yang dia berikan kepadaku terdapat paraf namanya dan borderan bunga lili disana
"Kakak, jangan tinggalkan Bastian. Aku ingin kakak mengajari Bastian berburu dan memancing lagi bersama dengan kak Tristan. Katanya sambil menangis kencang dan memelukku.
"Kakak berjanji akan pulang sesegara mungkin setelah perang ini usai, dan kita akan berburu dan memancing lagi seperti dulu" kataku sambil mengusap-usap rambut Bastian yang berwarna keemasan itu
"Jacques, aku tahu tidak akan ada yang bisa menghalangimu. Tapi aku hanya akan menitipkan pesan ini padamu, dengarkan. Tidak peduli apa yang kau hadapi diluar sana, camkan bahwa kau memiliki keluarga di rumah ini yang akan terus menunggu kepulanganmu. Jadi bertahanlah dan pulanglah ke rumah ini kapanpun kau menginginkannya. Dan jangan lupa, bahwa di medan tempur kau bisa mengandalkan orang-orang yang berdiri disebelahmu dan anggaplah mereka itu saudara-saudara kandungmu karena bagaimanapun juga kalian akan berbagi hidup dan mati bersama-sama." Kata ayahku dengan wajah yang sangat kaku
"Baik ayah aku akan mencamkan semua kata-katamu itu"
"Jacques, aku mengajarkanmu untuk menjadi seorang pria, dan bagaimana seorang pria tidak pernah memperlihatkan punggungnya kepada musuh-musuhnya. Jangan pernah lari dari medan tempur dan pertahankan harga dirimu disana. Aku menitipkan ini untukmu, kembalikan ini padaku kalau kau sudah menjadi seorang pria dan prajurit sejati. Aku mendapatkannya ketika aku menjadi seorang pria diluar sana." Ayah menggenggamkan pistol flintlock kesayangannya kepadaku. Sebuah pistol indah dengan inkripsi Louis XV berlabur emas disana
"Tentu saja ayah aku akan menjaganya dan aku akan mengembalikannya nanti kalau aku sudah menjadi seorang pria sejati." Balasku
“Baiklah sekarang berangkatlah, aku sudah menyiapkan Brego untuk kau tunggangi pagi ini. Dan aku juga sudah menaruh semua barang-barang yang kau letakan di bawah jerami di atas sadelnya. Kau kira aku tidak tahu semua itu apa dasar anak bodoh.” Kata ayahku sambil menepuk pundakku dengan tersenyum kiranya itu adalah senyum pertamanya sejak hari kemarin. Dan aku melihat Nicole menuntun Brego menuju depan teras rumah ini rupanya ia mengeluarkan Brego
"Baiklah ayah, mama, dan adik-adikku. Aku sekarang akan berangkat, doakan agar kita bisa kembali ke desa ini dengan selamat." Kataku dengan mengeluarkan titik air mata
“Tentu saja, hati-hatilah selama di jalan.” Kata ibuku
Akupun segera menunggangi Brego dan memacunya kencang-kencang menuju kedai bir paman Joseph. Pagi itu aku tidak lagi berani memandang kembali rumah yang kutinggalkan. Ayah, mama doakan putramu ini agar bisa kembali kerumah dengan selamat……..
0
2.3K
Kutip
11
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan