citox.Avatar border
TS
citox.
Jokowi Dinilai Gagal Rampingkan Kabinet karena Tekanan Parpol, Megawati, dan JK
Jokowi Dinilai Gagal Rampingkan Kabinet karena Tekanan Parpol, Megawati, dan JK
Selasa, 16 September 2014 | 14:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pengamat (LIPI), Syamsuddin Haris, menilai, presiden terpilih Joko Widodo telah gagal membentuk kabinet ramping sesuai keinginannya sejak awal. Menurut dia, hal itu disebabkan tekanan dari parpol pendukung, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, hingga wakil presiden terpilih Jusuf Kalla.

"Kita saksikan pengumuman Jokowi tadi malam, beliau ingin kabinet ramping, tetapi tantangan terlalu besar. Beliau menghadapi parpol di internalnya, Ketua Umum PDI-P, dan senior wakilnya. Wakil, tetapi senior," kata Syamsuddin dalam seminar mengenai Revolusi Mental, di Gedung LIPI, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2014).

Syamsuddin menyayangkan sikap Jokowi yang seolah tersandera dengan orang-orang di sekitarnya. Jokowi seharusnya lebih mementingkan rakyat yang telah memilihnya secara langsung dibandingkan tokoh-tokoh yang ada di sekelilingnya.

"Karena tiga hal ini, format kabinet dari segi jumlah saja tidak berubah (34 kementerian, sama seperti Kabinet Indonesia Bersatu II)," ujarnya.

Meski demikian, Syamsuddin mengapresiasi langkah Jokowi yang menghapus jabatan wakil menteri, kecuali di Kementerian Luar Negeri. Menurut dia, langkah tersebut merupakan sebuah terobosan dan dapat menghemat anggaran negara.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan, 16 kementerian dalam pemerintahannya akan diisi figur menteri profesional dari partai politik. Sebanyak 18 kementerian lain diduduki figur menteri dari kalangan profesional murni.

Kementerian yang dipimpin figur menteri profesional murni antara lain menteri keuangan, menteri badan usaha milik negara, menteri energi dan sumber daya mineral, serta menteri pertanian.

Menurut Jokowi, pemerintahannya akan tetap mempertahankan tiga menteri koordinator. Namun, ia tidak menyebutkan secara rinci mengenai nama kementerian koordinator dan kementerian teknis lain.
http://indonesiasatu.kompas.com/read...campaign=Khlwp


Siapa "King Maker", Kabinet Jokowi-JK, dan Tim Transisi...
Minggu, 7 September 2014 | 13:58 WIB


Presiden terpilih Joko Widodo berpose bersama Kepala Staf Kantor Transisi Rini M Soemarno dan 4 deputi kantor transisi Andi Widjajanto, Hasto Kristiyanto, Anies Baswedan dan Akbar Faisal seusai meresmikan kantor transisi di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta, Senin (4/8/2014).

KOMPAS.com - Sejumlah alternatif postur dan program kabinet presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, disebut dirumuskan oleh Tim Transisi Jokowi-JK. Namun, sejumlah pertanyaan dan pesan muncul, mencermati kerja Jokowi-JK dan tim ini.

Saban hari, setiap opsi kementerian dibahas tim ini lalu dilaporkan langsung kepada Jokowi di sebuah rumah di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat. Seusai pertemuan, Jokowi maupun para deputi tim transisi, menyampaikan beberapa informasi terkait perkembangan persiapan pemerintahan Jokowi tersebut kepada awak media.

Namun, pola komunikasi dan penyebaran informasi oleh tim transisi ini dinilai masih terlalu terbatas dan rawan mengundang spekulasi, termasuk spekulasi kehadiran "King Maker" di balik Jokowi maupun Tim Transisi.

"Bisa jadi pembentukan kementerian dan susunan kabinet tidak hanya digodok oleh Tim Transisi," kata pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, seperti dikutip Antara, pada Sabtu (6/9/2014).

Menurut Emrus, realitas politik yang sesungguhnya adalah segala sesuatu yang terjadi balik panggung. "Mereka yang berpikir, merencanakan, dan bekerja di belakang panggung politik biasanya tim inti yang sangat solid dan menjadi 'king maker' di partai pengusung," ujar dia.

Bisa jadi, kata Emrus, para "king maker" ini menyusun postur kabinet, menyodorkannya ke tim transisi, lalu tim transisi menyerahkannya ke Jokowi-JK. Bila ini yang terjadi, kata dia, Tim Transisi merupakan panggung politik di antara "king maker" dan pelaporan media massa. "Namun, preposisi ini perlu diuji untuk ditolak atau diterima."

Partisipasi publik

Sepanjang Tim Transisi tak melibatkan publik secara terbuka dalam proses penyusunan kabinet, Emrus mengaku tak heran bila publik menilai tim tersebut mengambil posisi eksklusif. Kejengkelan terhadap tim transisi pun, kata dia, bisa jadi muncul dari para kader partai pengusung Jokowi-JK.

Emrus berpendapat, Tim Transisi seharusnya melibatkan publik. Konsep yang mereka buat, kata dia, mestinya baru sebatas masukan kepada Jokowi-JK, bukan keputusan tentang susunan kabinet.

"Kalau publik dilibatkan, partisipasi publik dipastikan menjadi tinggi pada pemerintahan Jokowi-JK. Lagipula, Jokowi-JK selalu mendorong partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahannya lima tahun ke depan," ujar Emrus.

Emrus menegaskan, sepanjang penggodokan penyusunan kabinet Jokowi-JK dilakukan di ruang privat seperti di Rumah Transisi, atau di tempat lain yang hanya melibatkan elite utama partai, akan sangat sulit bagi rakyat mengetahui dasar-dasar penyusunan kabinet.

Secara akademis, kata Emrus, penyusunan kabinet di ruang privat akan rawan politik transaksional. Sebaliknya, bila penyusunan kabinet terjadi di ruang publik, maka penentuan kabinet punya peluang untuk lebih mengutamakan integritas, profesionalitas, dan kapabilitas.

Dagang sapi

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Jokowi-JK soal "pagar" penyusunan kabinet.

"Kabinet Jokowi posturnya harus disesuaikan dengan visi yang akan dijalankan, bukan didasari oleh 'politik dagang sapi'," kata Koordinator ICW Ade Irawan.

Ade menilai sejauh ini pembentukan kabinet Jokowi-JK sudah mulai transparan. Indikasinya adalah munculnya saluran untuk menerima usulan nama menteri yang dijanjikan bakal dipertimbangkan Jokowi untuk masuk ke kabinetnya.

Namun, kata Ade, publik tetap harus mengawal pembentukan kabinet ini. "Agar penentuan posturnya benar-benar tak mendapat tekanan dari pihak luar."

Opsi kabinet

Sejauh ini Tim Transisi telah membahas sejumlah opsi postur kabinet Jokowi-JK. Salah satu yang sempat mengemuka adalah terkait tiga alternatif kementerian koordinator di kabinet mendatang.

"Kementerian koordinator akan tetap ada, tetapi ada tiga alternatif pilihan," ujar Deputi Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla, Andi Widjajanto.

Alternatif pertama, sebut Andi, akan tetap sama dengan kementerian koordinator yang ada sekarang, yaitu Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, serta Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Kemananan.

Alternatif kedua, disusun berdasarkan pilar trisakti yakni Kementerian Koordinator Politik, Kementerian Koordinator Ekonomi Berdikari, serta Kementerian Koordinator Kebudayaan.

Sedangkan opsi ketiga yakni kabinet Jokowi tanpa kementerian koordinator, sehingga fungsi koordinasi seluruh kementerian akan dipegang langsung oleh presiden dan wakil presiden.

Jokowi bersama Tim Transisi juga telah membahas opsi postur kabinet berisi 34 kementerian. Dari opsi ini Jokowi bersama Tim Transisi mengkaji mana saja kementerian eksis, yang bisa dan tidak bisa dileburkan atau dihilangkan.

Terlepas ada atau tidaknya "king maker" di balik Tim Transisi maupun Jokowi-JK, mengutip pesan Ade, "Perampingan kabinet atau ada penggabungan kementerian dan sebagainya, itu teknis saja. Yang penting disesuaikan tujuan pemerintahannya."
http://nasional.kompas.com/read/2014....Tim.Transisi.


JK: Hanya 7 Kementerian yang Murni Diisi Profesional
Selasa, 16/09/2014 15:50 WIB

Jakarta - Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) menyebut hanya 7 Kementerian yang bakal diisi oleh profesional murni. Posisi menteri yang berasal dari profesional partai akan dilihat dari pendidikan dan pengalamannya.

"Murni profesional cuma 7 mutlak. 27 Sisanya bisa dari parpol," ujar JK di kediamannya Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2014).

JK mengatakan, dirinya akan memilih menteri profesional dari parpol berdasarkan pendidikan dan pengalaman. Misalnya menteri UKM dan Perdagangan yang punya latar belakang yang disebutkan di atas.

JK juga menyanggah menteri yang berasal dari parpol akan menjadi mesin pencari uang seperti pada kasus Jero Wacik. "Jero salah tempat. Tidak paham ESDM. Pendidikan dan pengalaman tetap prioritas," terangnya.

"Ini syarat koalisi, ada di pemerintah dan DPR, enggak bisa semua murni profesional, parpol harus dapat tempat. Itu realitas politik kita," tambahnya.

Ke depan, parpol pengusung Jokowi-JK akan mengajukan nama calon menterinya dan Jokowi-JK akan melakuka fit and proper test. "Pasti nama-nama itu tak ada terlibat kasus," tegasnya.

Lalu yang membedakan kabinet SBY dan Jokowi nantinya adalah pada soal target dan cara kerja. "Pertanian 1-2 tahun swasembada pangan. Kerjanya intensif dan harus cepat, sesuai dengan waktu target, kalau tidak ada sanksi, bisa ditegur dan diganti," tegas JK
http://news.detik.com/read/2014/09/1...nal?n991102605

--------------------------

Kan semuanya sudah menjadi hak preogratif Jokowi dan Megawati?


emoticon-Ngakak
0
1.3K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan