semartpongAvatar border
TS
semartpong
Ancaman Ahok Tak Mempan
JAKARTA, KOMPAS.com — Pengawasan bersama penghuni Rumah Susun Marunda atas pelanggaran ketentuan hunian tak terwujud. Sejumlah penghuni merasa terintimidasi saat berupaya melaporkan dugaan kecurangan. Proses alih sewa dan jual beli rusun terus terjadi meski Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki mengancam tidak segan-segan memenjarakan para pelaku yang terlibat.

Saat mengantar warga korban banjir Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, ke Rumah Susun Marunda di Cilincing, Jakarta Utara, pada kurun Maret-April 2013, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta semua penghuni rusun saling mengawasi. Dia berharap rumah subsidi pemerintah itu dirawat dengan baik dan tidak disalahgunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Ketika itu, Pemerintah DKI Jakarta mewacanakan sanksi renteng, yakni pengusiran bersama semua penghuni satu lantai jika terbukti ada penghuni yang menjual atau mengalihsewakan unit rusun. Sanksi juga diberikan kepada penghuni yang menjual aset yang diberikan pemerintah, seperti kasur, televisi, kulkas, meja, dan kursi.

Akan tetapi, ancaman usir satu lantai tak pernah terwujud. Padahal, alih sewa dan jual beli masih terjadi. Seorang penghuni di Kluster B Rusun Marunda, Senin (8/9/2014), menyebutkan, sejumlah unit di sekitar huniannya telah berganti penghuni.

”Dulu semua penghuni blok ini adalah warga Muara Baru yang direlokasi akibat banjir. Kini, beberapa unit telah berganti penghuni, antara lain warga dari Plumpang, Cilincing, dan Rorotan yang mengurus KTP (kartu tanda penduduk) Muara Baru,” kata Tn (42), penghuni Kluster B Rusun Marunda.

Menurut Tn, KTP menjadi senjata untuk mengelabui pengawasan. Dengan alamat KTP Muara Baru, pengawas tak curiga bahwa unit telah dialihsewakan atau dijual oleh penghuni lama.

Wl (57), penghuni lain, mempertanyakan keseriusan pengelola rusun dan Dinas Perumahan DKI dalam menerapkan aturan. Sebab, praktik alih sewa dan jual beli telah berulang-ulang dilaporkan warga, tetapi pengelola tidak mengambil tindakan.

Menurut Wl dan Tn, warga yang berupaya melaporkan apa yang mereka duga sebagai pelanggaran justru takut karena diintimidasi. ”Beberapa tetangga malah tak suka saya melaporkannya kepada Gubernur atau Wakil Gubernur,” kata Tn.

Sejumlah penghuni menduga, alih sewa dan jual beli unit rusun melibatkan petugas lapangan. Ada warga yang berperan sebagai calo, penghubung antara penjual dan calon pembeli. Mereka curiga karena penghuni baru bisa mengantongi surat rekomendasi hunian dari pengelola.

”Ada beberapa penghuni yang menjual rusun miliknya dan menerima pembayaran dari pembeli, tetapi tidak berani meninggalkan unitnya karena ketahuan pengelola. Pembelinya mendesak segera masuk, sementara penjual takut ketahuan,” ujarnya.

Satu unit rusun sewa yang disubsidi pemerintah itu, kata Tn, dijual dengan harga Rp 5 juta hingga Rp 12 juta per unit. Tak seperti kasus di Kluster A, praktik jual beli di Kluster B relatif lebih rapi dan sulit dilacak antara lain karena manipulasi dokumen dan tanpa bukti transaksi.

Selain jual beli, sejumlah penghuni mengeluhkan keamanan rusun. Setahun terakhir, kasus pencurian sepeda motor terus berulang, tetapi jarang terungkap. Beberapa penghuni mengatakan kehilangan sepeda motor, termasuk salah seorang petugas medis di puskesmas setempat.

Program kacau

Buruknya pengelolaan rusun mengacaukan program perumahan rakyat. Saat sejumlah penghuni rusun mengalihsewakan atau menjual unitnya kepada orang lain yang tidak berhak, warga yang tinggal di pinggiran sungai dan waduk harus berbulan-bulan menunggu penyelesaian pembangunan rusun baru.

Praktik jual beli di Rusun Marunda terjadi saat ribuan warga Muara Baru di pinggiran Waduk Pluit menanti penyelesaian rusun. Mereka harus mengantre untuk mendapatkan unit rusun yang dijanjikan pemerintah.

Durahman (52), warga RW 017 Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, menilai proses penghunian rusun berlangsung tidak sehat. Dia mencontohkan penghuni empat blok Rusun Waduk Pluit yang tidak sesuai dengan prosedur yang dijanjikan pemerintah, yakni melalui proses pengundian yang terbuka. Sejumlah orang bahkan berlaku layaknya preman yang meminta uang sebagai syarat menghuni rusun.

Kepala Unit Pengelola Rusun Wilayah I Jakarta Utara Marhayadi justru meminta data unit- unit rusun yang dialihsewakan atau dijual saat dikonfirmasi mengenai hal itu. ”Saya cek dulu, ya,” ujarnya.

Saat meluncurkan kartu hunian di Rusun Marunda, Kamis (4/9/2014), Basuki berkisah, anggota stafnya pernah diancam akan dibakar oleh sejumlah orang di Rusun Waduk Pluit saat akan mengecek kondisi rusun. Karena itu, dia tidak akan main-main soal pengelolaan rusun.

Basuki mengancam akan memecat atau memidanakan orang-orang yang terbukti menyalahgunakan rusun. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan kartu hunian yang terintegrasi dengan bank.

_____________________________________________________________________________________________________________
http://megapolitan.kompas.com/read/2...hok.Tak.Mempan


sebenernye kalo mw bener-bener dipatuhi, ancaman sanksinya segera dibuktikan aja.....

jangankan maling macem begini, anak smp aja kalo cuman diancem-ancem palingan cuma ketawa-ketawa....
0
983
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan