Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor Yunus Saflembolo terlihat emosi saat bersaksi untuk terdakwa Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk. Ia mengatakan, di Indonesia, suatu proyek akan mudah diterima oleh pusat apabila ada pemberian uang.
"Di sini negara minta-minta semua. Kita harus bawa uang juga baru bisa gol proyeknya," ujar Yunus di pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/9/2014).
Yunus mulai terlihat emosi saat hakim menyinggung apakah ia pernah menerima sejumlah uang dari Direktur PT Papua Perkasa Teddy Renyut. Yunus mengaku menerima Rp 50 juta setelah memintanya dari Teddy.
"Saya minta untuk operasional saya di Jakarta. Karena bukan perjalanan dinas, ya, boleh saja," ujarnya.
Mendengar pernyataan Yunus, hakim menggelengkan kepalanya tanda tidak menyetujui.
"Wah ini, kalau boleh minta uang bagaimana ini," kata hakim.
Sikap duduk Yunus mendadak menegang. Ia menegaskan, sulit bagi orang yang mengajukan proyek bisa disetujui oleh pusat apabila tidak dibantu dengan uang pelicin.
"Praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) ada di pusat yang kemudian dibawa ke daerah. DI pusat, kalau kita golkan sesuatu harus bayar. Orangnya saya enggak perlu kasih tahu," kata Yunus.
Yunus mengaku emosi karena membela apa yang telah dilakukan Yesaya untuk Biak. Menurut dia, kasus dugaan suap yang menjerat Yesaya merupakan imbas dari upayanya menyejahterakan masyarakat Biak.
"Bupati ini, walau pun baru tiga bulan dia sudah sangat kerja keras bangun Biak dan menyejahterahkan masyarakat sampai terjerumus ini," ujar Yunus.
Yesaya didakwa menerima suap dari Teddy agar proyek pembangunan rekonstruksi talud abrasi pantai diserahkan kepada Teddy. Proyek tersebut merupakan proyek yang tengah diusulkan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Yesaya disebut menerima uang sebesar 63.000 dollar Singapura dan 37.000 dollar Singapura secara terpisah dari Teddy Renyut.
Teddy bersedia menyediakan uang yang diminta asalkan Yesaya menyerahkan program di bidang bencana untuk Biak Numfor yang dianggarkan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal kepadanya. Anggaran untuk proyek tersebut ditaksir sebesar Rp 20 miliar.
Yesaya terancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf (a) Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI No.20 Tahun 2001 tentang perubauan atas Undang-undang RI No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 ayat (1 ) KUHP.
Embeer
Komeng :
Demi mensejahterakan rakyat Biak, mereka rela untuk menyuap orang pusat.
Dan orang pusat selalu minta jatah untuk dapat menggolkan anggaran daerah yang tertinggal.
Miris, namun itulah faktanya.
Mau bagaimana lagi,............
Mmemang sudah terbentuk karakter dari zaman dulu, revolusi mental harus dimulai dari kapan ?
Ane harap untuk kedepannya orang orang pusat yang minta jatah abis disikat KPK, dan ane berdoa orang orang pusat di rukyah niih biar mentalnya kagak korup,
