Refleksi Bulan Agustus (Dok Pribadi) #Merahputihkantanahairku
TS
sofanfitri
Refleksi Bulan Agustus (Dok Pribadi) #Merahputihkantanahairku
MERDEKA!!!
Terkadang banyak yang lupa setelah kurang lebih selama 70 tahun kita terlena dengan kemerdekaan. disini saya akan menyuguhkan tentang momen-momen bulan kemerdekaan yang sempat saya bikin untuk kemerdekaan Indonesia.
Untuk video yang sempat di bikin
Spoiler for Kebanggaan seorang Penjahit Sang Saka Merah Putih:
Spoiler for Nancepin bendera:
Untuk dokumentasi selama ini
Spoiler for Penari buto di dieng:
Spoiler for keceriaan:
Kumpulan pemeriah #MerahPutihkanTanahAirku
Spoiler for merah putih:
Spoiler for Merah putih:
Spoiler for Merah putih di kapal feri:
Spoiler for Presiden Pertama RI:
Spoiler for Di pinggir kali :
Spoiler for Bunga Merah putih:
Spoiler for Penjual Kantin:
Spoiler for Kantin sastra:
Bagi agan yang suka dengan merah putih segera di upload sekalian buat ngeramein iseng2 yang penting untuk bangsa.
Spoiler for Quotes Untuk Indonesia:
Saatnya membangun, bukan untuk menghujat atau saling mengutuk!!!
Quote Untuk Indonesia dari beberapa tokoh yang membuat TS bangga akan keberadaan mereka
“mencintaimu adalah bahagia & sedih;
bahagia karna memilikimu dalam kalbu;
sedih karena kita sering berpisah”
― W.S. Rendra
“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
“Hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku.”
― Mohammad Hatta
“I’d volunteer to go to prison, as long as there are books. Because with books I am free.”
― Mohammad Hatta
“Indonesia ini memang negeri yang unik, penuh dengan hal-hal yang seram serius, tetapi penuh dagelan dan badutan juga. Mengerikan tapi lucu, dilarang justru dicari dan amat laku, dianjurkan, disuruh tetapi malah diboikot, kalah tetapi justru menjadi amat populer dan menjadi pahlawan khalayak ramai, berjaya tetapi keok celaka, fanatik anti PKI tetapi berbuat persis PKI, terpeleset tetapi dicemburui, aman tertib tetapi kacau balau, ngawur tetapi justru disenangi, sungguh misterius tetapi gamblang bagi semua orang. Membuat orang yang sudah banyak makan garam seperti saya ini geleng-geleng kepala tetapi sekaligus kalbu hati cekikikan. Entahlah, saya tidak tahu. Gelap memprihatinkan tetapi mengandung harapan fajar menyingsing......(menyanyi) itulah Indonesia. Menulis kolooom selesai.
["Fenomena PRD dll," dalam Politik Hati Nurani, hlm. 28].”
― Y.B. Mangunwijaya
“I hate imperialism. I detest colonialism. And I fear the consequences of their last bitter struggle for life. We are determined, that our nation, and the world as a whole, shall not be the play thing of one small corner of the world”
― Sukarno
“sebab mencintai tanah air, nak, adalah merasa jadi bagian dari sebuah negeri, merasa terpaut dengan sebuah komunitas, merasa bahwa diri, identitas, nasib, terajut rapat, dengan sesuatu yang disebut Indonesia, atau Jepang, atau Amerika. Mencintai sebuah tanah air adalah merasakan, mungkin menyadari, bahwa tak ada negeri lain, tak ada bangsa lain, selain dari yang satu itu, yang bisa sebegitu rupa menggerakkan hati untuk hidup, bekerja dan terutama untuk mati..
(Caping 4, h. 80)”
― Goenawan Mohamad
“Kalau suatu negara seperti Amerika mau menguasai samudra dan dunia, dia mesti rebut Indonesia lebih dahulu buat sendi kekuasaan. (Pendahuluan - Melihat ke muka page 35-36)”
― Tan Malaka, Madilog
“Merah putih masih merayap gelisah
mencari Hatta dalam jiwa dua ratus juta kita.”
― Abdurahman Faiz, Nadya: Kisah dari Negeri yang Menggigil
"Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan."
— Anies Baswedan (Indonesia Mengajar)
"Indonesia has vast region with so many islands, comprises so many ethnics, tongues and cultures that make it so hard to be recognized as a single nation.
However, we do recognize it as "Bhinneka Tunggal Ika."
— Toba Beta (My Ancestor Was an Ancient Astronaut)
"Hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka"
— Soe Hok Gie (Catatan Seorang Demonstran)
"Bila seseorang ingin menaiki tangga sosial dan kebudayaan mestilah merdeka lebih dulu dan pengetahuan tentang kemerdekaan, di Baratlah dilahirkan dan dipergunakan."
— Tan Malaka
"Sebagai republik yang merdeka, Indonesia berusia lima puluh tahun, tetapi kedengaran lebih mirip sebuah kekaisaran tak terkendali daripada sebuah negara bangsa modern."
— Richard Lloyd Parry (In the Time of Madness: Indonesia on the Edge of Chaos)
"Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia. "
— Soe Hok Gie
"setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah
(Prahara Budaya, h. 187)"
Spoiler for Bang iwan :
Sinar matamu tajam namun ragu
Kokoh sayapmu semua tahu
Tegap tubuhmu takkan tergoyahkan
Kuat jarimu kalau mencengkeram
Bermacam suku yang berbeda
Bersatu dalam cengkeramanmu
Angin genit mengelus merah putihku
Yang berkibar sedikit malu-malu
Merah membara tertanam wibawa
Putihmu suci penuh kharisma
Pulau pulau yang berpencar
Bersatu dalam kibarmu
Terbanglah garudaku
Singkirkan kutu-kutu di sayapmu oh.....
Berkibarlah benderaku
Singkirkan benalu di tiangmu
Jangan ragu dan jangan malu
Tunjukkan pada dunia
Bahwa sebenarnya kita mampu
Mentari pagi sudah membumbung tinggi
Bangunlah putra putri ibu pertiwi
Mari mandi dan gosok gigi
Setelah itu kita berjanji
Tadi pagi esok hari atau lusa nanti
Garuda bukan burung perkutut
Sang saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan
Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut
Yang hanya berisikan harapan
Yang hanya berisikan khayalan
Tokoh Pewayangan yang jadi Inspirasi untuk Nasionalisme
Kisah
Kumbakarna seperti “kesurupan (kemasukan)” mengumpat dan berceramah laksana guru besar di depan Rahwana, “nrocos” lancar tak ada hentinya. Saking emosinya, hilanglah “suba sita” dan protokloer kerajaan. Tak ada predikat Paduka, tak ada “Yang Mulia”dan tak ada “Baginda” tetapi yang terdengar kamu dan kau. Tenteu saja Rahwana menjadi naik pitam mendengar ceramah Kumbakarna. Kecuali ia adiknya, juga dipandangnya sebagai orang bodoh, tak tahu politik. Keahliannya hanya makan, minum dan tidur mendengkur belaka.
Maka bentaknya :”Drohon diam” ! teriak Rahwana laksana “gelap ngampar”, matanya melotot, giginya kerot seperti hendak menerkam dan mencekik leher Kumbakarna.
“Aku panggil kau dan memberimu makan, bukannya untuk berkotbah dan berteori seperti filsuf. Aku adalah saudara tuamu, aku telah memberi pangkat dan harta, itu bukanlah gaji buta. Tetapi harus ada imbalannya. Aku telah memproklamirkan negara dalam keadaan bahaya “SOB”, tahukah artinya? Artinya siapa yang membantah perintah raja berarti melawan undang undang. Hukumannya hanyalah hukuman mati. Tahukah kamu? bahwa anakmu Kumba Aswani dan Aswani Kumba juga telah gugur berbakti untuk negaranya.”
“Kau benar-benar orang tua pengung, hanya tidur mengorok, tak tahu membalas budi. Pilihlah salah satu. Minggat dari Alengka atau membela Tanah Air. Kapan lagi kau berperang untuk negara…….. Jangan jawab, saya tidak memerlukan jawaban.”
Setelah Kumbakarna mendengar bahwa kedua anaknya telah gugur di medan laga, maka tiba-tiba perutnya merasa muak dan dimuntahkannya segala makanan dan minuman yang telah ditelan masuk keperutnya, laksana curahan hujan. Pendapa kerajaan Alengka menjadi basah laksana tergenang banjir di bulan Januari. Muntahan Kumbakarna memenuhi pendapa Alengka sampai setinggi 70 cm , dan baunya bukan main. Daging yang belum sempat dicerna dan sari makanan yang belum sempat di serap, dimuntahkan semuanya.
Tanpa pamit dan menghormat. Kumbakarna meninggalkan sitihinggil Alengka pergi menuju ke medan laga untuk melawan musuh yang menyerang negaranya. Ia berangkat ke medan perang bukan untuk membela perbuatan kakaknya. Tetapi ia berangkat ke medan perang dengan tekad untuk membela negara, bangsa, leluhur, keluarga dan nenek-moyangnya. Ia tetap memegang teguh sifat kesatriaannya maka ia bersemboyan “lebih baik mati dalam peperangan daripada hidup mewah di Alengka tetapi dijajah, dirusak oleh prajurit kera. Pendek kata ia bersemboyan “Right or wrong it’s my country”.
Demikian orang Inggris berkata:
Kumbakarna is among the best-loved of wayang figures, and the prize example of inner nobility and purity despite of bellying external appearance” (Kumbakarna adalah salah satu diantara wayang yang disenangi dan contoh yang berharga dari watak/budi mulia dan suci walaupun wujudnya jelek). Sampai-sampai ditripomo-kan (three examples);
Kumbakarna was ordered to lead the battle fray. By his brother Dasamuka, and did not refuse. Fulfilling his duty as a satrya. Steadfast in his determination. his only thought was to serve his country. Recalling that his father and mother. And all his ancestors, had won glory and honor in Ngalengka. Which monkey armies now threatened to destroy. He vowed to die in battle (Punagi mati ngrana = lebih baik mati di dalam medan laga).
Kumbakarna kinen mangsa jurit, maring kang raka sira tan nglenggana, nglungguhi kesatriane, ing tekad datang sujud, amung cipta labuh nagari, lah noleh jajah rena, myang leluhur ipun, mangka arsa rinusak ing bala kapi, “punagi mati ngrana”.
Dan benar juga Kumbakarna mati sangat mengerikan dan penuh penderitaan. Tangan putus, kaki pisah dengan gembung, hidup hilang mancungnya, telinga hilang gedohnya, darah mengucur dari badannya. Ia menjerit-jerit mengaduh kesakitan, menimbulkan gara-gara. Namun walau betapapun kesaktian Kumbakarna, tak mampu melawan “Ramawijaya dan Laksmana akhirnya gugurlah Kumbakarna sebagai pahlawan kusuma bangsa.”
Dilihat secara wadag, memang pilihannya benar, tetap sayang ia sebagai satria sejati yang mati sia-sia, karena negaranya toh akan kalah. Sedang secara rohaniah ia dipihak angkara, sehingga sukmanya (untuk beberapa lama) tidak sempurna dan mengembara tak menentu arah tujuannya.
Sumber dari berbagai Buku dan dokumentasi pribadi.
Bonus Chek Dimari
Spoiler for Monggo silahkan di sruput:
Spoiler for Comment+Rate:
Spoiler for Comment:
Spoiler for Rate:
Spoiler for Jungker:
Bencong Thailand
Spoiler for Silent Reader:
Naseebbb
Jayalah Negeriku
Diubah oleh sofanfitri 27-08-2014 00:38
0
4.7K
Kutip
30
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru