- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Merdeka Dari Stigmatisasi Separatis


TS
semangatgaruda
Merdeka Dari Stigmatisasi Separatis
Mungkin suatu kebetulan belaka, di tahun politik (2014) ini, angka “2” menjadi angka keramat. Paket nomor urut “2” keluar sebagai pemenang Pilpres sebagaimana diumumkan KPU tanggal “22” Juli lalu.
Tentu ini sebuah kebetulan belaka, jika di bulan yang sama, di Tanah Papua terjadi “2” kali aksi teror (tanggal 16 dan 28 Juli 2014) dengan korban meninggal dunia : dua anggota Polri dan seorang sopir truk logistik. Namun jika dihitung sepanjang tahun 2014 ini (Januari-Juli), dalam catatan saya terjadi “22” aksi penembakan dan kekerasan dengan jumlah korban meninggal: 2 anggota Polri, 2 anggota TNI, 2 anggota OPM (Organisasi Papua Merdeka), 2 tukang ojek, dan 2 sopir truk logistik. (Baca: “Inilah Kasus Kekerasan di Papua 5 Bulan terakhir”)
Sekali lagi, angka “2” di atas hanyalah sebuah kebetulan belaka. Lagi pula jumlah kasus penembakan dan jumlah korban bisa jadi lebih banyak dari apa yang bisa saya himpun. Yang perlu menjadi keprihatinan bersama kita sebagai sebuah bangsa yang cinta damai dan menjunjung tinggi HAM adalah bagaimana meminta perhatian lebih dari Pemerintahan mendatang era Jokowi – Jusuf Kalla untuk menghentikan aksi-aksi penembakan di Papua itu.
Mengapa? Karena insiden demi insiden yang terjadi di pegunungan Papua seakan menjadi amunisi bagi para “pedagang isu Papua” di luar maupun di dalam negeri. Amunisi untuk menuding Pemerintah Indonesia telah gagal menciptakan suasana aman dan gagal melindungi warga sipil di Papua dari aksi-aksi penembakan kelompok kriminal bersenjata. Sejalan dengan itu, patut pula kita simak ‘warning’ dari Ketua Pusat Studi Keamanan dan Politik Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi yang meminta negara segera mengambil sikap tegas untuk menyudahi teror kelompok bersenjata di Papua.
Muradi menilai, selama ini pemerintah masih menganggap para perusuh bersenjata di Papua sebagai ancaman keamanan biasa. Padahal menurutnya, kelompok diduga kuat Organisasi Papua Merdeka (OPM) itu adalah ancaman serius terhadap disintegrasi bangsa. Gerakan separatisme di Papua, tidak dapat dinafikkan, memiliki lingkup permasalahan yang masih besar. Tuntutan pemisahan diri atau kemerdekaan oleh kelompok atau masyarakat Papua, tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga nasional bahkan intenasional. Kelompok-kelompok separatis juga semakin menguatkan eksistensinya di luar negeri dengan memanfaatkan isu pelanggaran HAM dan genocide.
Mereka mengembangkan propaganda dan membangun jaringan di Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Afrika.
“Mereka kini memiliki 15 perwakilan di berbagai negara di dunia. Sebagian besar di negara-negara kepulauan Pasifik, seperti Vanuatu, Palau, Solomon. Di Eropa, mereka besar di Inggris, Jerman dan Belanda,” kata Muradi
Nah, kelompok inilah yang saya maksudkan sebagai “pedagang isu Papua”. Di tangan merekalah besar-kecilnya gejolak Papua ditentukan. Selain pedagang isu yang perlu diwaspadai dan dibendung pengaruh buruknya, penyelesaian gerakan separatis di Papua harus juga dipahami secara khusus karena semua gerakan separatisme, pada awalnya adalah gerakan politik atau ideologi. Tujuannya sudah jelas, untuk membentuk negara sendiri sesuai dengan platform politik dan ideologinya. Ada NII, Aceh Merdeka, Papua Merdeka atau Republik Maluku Selatan. Sekarang, gerakan yang menuntut kemerdekaan, tidak secara otomatis berarti akan memisahkan diri atau membentuk negara sendiri. Kemerdekaan bisa dalam arti lebih universal, terbebas dari ketertindasan, ketidakadilan, atau memperoleh jaminan perlindungan.
Bagaimana menangani kelompok ini, menjadi pekerjaan rumah pula bagi Pemerintahan Jokowi-JK nanti. Secara pribadi saya optimis. Jika di masa bhakti pertama JK berhasil “merangkul” kelompok GAM (Gerakan Aceh Merdeka), mudah-mudahan di masa bhakti kedua ini -lagi-lagi angka “2″- dengan dukungan seluruh anak bangsa, JK juga bisa “mengembalikan” kelompok OPM ke pangkuan NKRI begitu juga dengan RMS. Semoga kesejahteraan dan keadilan dapat terwujud tidak hanya di Papua namun juga di seluruh wilayah NKRI sehingga bangsa ini dapat benar-benar merasakan makna KEMERDEKAAN yang sesungguhnya.











Tentu ini sebuah kebetulan belaka, jika di bulan yang sama, di Tanah Papua terjadi “2” kali aksi teror (tanggal 16 dan 28 Juli 2014) dengan korban meninggal dunia : dua anggota Polri dan seorang sopir truk logistik. Namun jika dihitung sepanjang tahun 2014 ini (Januari-Juli), dalam catatan saya terjadi “22” aksi penembakan dan kekerasan dengan jumlah korban meninggal: 2 anggota Polri, 2 anggota TNI, 2 anggota OPM (Organisasi Papua Merdeka), 2 tukang ojek, dan 2 sopir truk logistik. (Baca: “Inilah Kasus Kekerasan di Papua 5 Bulan terakhir”)
Sekali lagi, angka “2” di atas hanyalah sebuah kebetulan belaka. Lagi pula jumlah kasus penembakan dan jumlah korban bisa jadi lebih banyak dari apa yang bisa saya himpun. Yang perlu menjadi keprihatinan bersama kita sebagai sebuah bangsa yang cinta damai dan menjunjung tinggi HAM adalah bagaimana meminta perhatian lebih dari Pemerintahan mendatang era Jokowi – Jusuf Kalla untuk menghentikan aksi-aksi penembakan di Papua itu.
Mengapa? Karena insiden demi insiden yang terjadi di pegunungan Papua seakan menjadi amunisi bagi para “pedagang isu Papua” di luar maupun di dalam negeri. Amunisi untuk menuding Pemerintah Indonesia telah gagal menciptakan suasana aman dan gagal melindungi warga sipil di Papua dari aksi-aksi penembakan kelompok kriminal bersenjata. Sejalan dengan itu, patut pula kita simak ‘warning’ dari Ketua Pusat Studi Keamanan dan Politik Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi yang meminta negara segera mengambil sikap tegas untuk menyudahi teror kelompok bersenjata di Papua.
Muradi menilai, selama ini pemerintah masih menganggap para perusuh bersenjata di Papua sebagai ancaman keamanan biasa. Padahal menurutnya, kelompok diduga kuat Organisasi Papua Merdeka (OPM) itu adalah ancaman serius terhadap disintegrasi bangsa. Gerakan separatisme di Papua, tidak dapat dinafikkan, memiliki lingkup permasalahan yang masih besar. Tuntutan pemisahan diri atau kemerdekaan oleh kelompok atau masyarakat Papua, tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga nasional bahkan intenasional. Kelompok-kelompok separatis juga semakin menguatkan eksistensinya di luar negeri dengan memanfaatkan isu pelanggaran HAM dan genocide.
Mereka mengembangkan propaganda dan membangun jaringan di Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Afrika.
“Mereka kini memiliki 15 perwakilan di berbagai negara di dunia. Sebagian besar di negara-negara kepulauan Pasifik, seperti Vanuatu, Palau, Solomon. Di Eropa, mereka besar di Inggris, Jerman dan Belanda,” kata Muradi
Nah, kelompok inilah yang saya maksudkan sebagai “pedagang isu Papua”. Di tangan merekalah besar-kecilnya gejolak Papua ditentukan. Selain pedagang isu yang perlu diwaspadai dan dibendung pengaruh buruknya, penyelesaian gerakan separatis di Papua harus juga dipahami secara khusus karena semua gerakan separatisme, pada awalnya adalah gerakan politik atau ideologi. Tujuannya sudah jelas, untuk membentuk negara sendiri sesuai dengan platform politik dan ideologinya. Ada NII, Aceh Merdeka, Papua Merdeka atau Republik Maluku Selatan. Sekarang, gerakan yang menuntut kemerdekaan, tidak secara otomatis berarti akan memisahkan diri atau membentuk negara sendiri. Kemerdekaan bisa dalam arti lebih universal, terbebas dari ketertindasan, ketidakadilan, atau memperoleh jaminan perlindungan.
Bagaimana menangani kelompok ini, menjadi pekerjaan rumah pula bagi Pemerintahan Jokowi-JK nanti. Secara pribadi saya optimis. Jika di masa bhakti pertama JK berhasil “merangkul” kelompok GAM (Gerakan Aceh Merdeka), mudah-mudahan di masa bhakti kedua ini -lagi-lagi angka “2″- dengan dukungan seluruh anak bangsa, JK juga bisa “mengembalikan” kelompok OPM ke pangkuan NKRI begitu juga dengan RMS. Semoga kesejahteraan dan keadilan dapat terwujud tidak hanya di Papua namun juga di seluruh wilayah NKRI sehingga bangsa ini dapat benar-benar merasakan makna KEMERDEKAAN yang sesungguhnya.











0
874
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan