tatangsutayaAvatar border
TS
tatangsutaya
Bagaimana Kronologis Kasus BCA ?


Baru-baru ini mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak setelah menerima seluruh permohonan keberatan pajak PT BCA Tbk atas transaksi non-performing loan (NPL) sebesar Rp 5,7 triliun dan negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 375 miliar.

Non-Performing Loan adalah istilah dalam dunia perbankan yang dalam bahasa sederhananya adalah kredit bermasalah. Kredit bermasalah ini dapat diklarifikasikan Kredit Kurang Lancar, Kredit Diragukan dan Kredit Macet.

Di sini penulis lebih menekankan bagaimana sengketa pajak terjadi dan bagaimana kronologisnya setelah membaca sumber berita dari http://foto.liputan6.com/show/1/2090...kait-kasus-bcasaya memutuskan untuk menulis artikel ini.

DEFINISI KEBERATAN PAJAK.

Keberatan dalam perpajakan merupakan salah satu upaya hukum yang dilakukan wajib pajak dalam memperoleh keadilan di bidang perpajakan. Keberatan pajak timbul akibat dari adanya ketidak-setujuan Wajib Pajak atas hasil Pemeriksaan Pajak yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak (fiskus). Jika hasil Keberatan tidak memuaskan, Wajib Pajak dapat mengambil upaya hukum yang lebih tinggi yaitu Banding atau Gugatan dengan mendaftarkannya di Pengadilan Pajak.

PEMERIKSAAN PAJAK WAJIB PAJAK BCA

Krisis moneter di tahun 1998, berdampak negatif bagi perbankan, dimana banyak debitur-debitur yang tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur (Bank). BCA membukukan kerugian fiskal sebesar Rp 29,2 triliun. Sesuai UU Perpajakan kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan tahun berikutnya dan dibatasi hingga 5 tahun saja. Atau biasa disebut “tax loss carry forward”.

Setelah beberapa tahun berselang, Wajib Pajak BCA diperiksa oleh fiskus untuk tahun pajak 2002. Dalam pemeriksaan tahun 2002 tersebut, fiskus mendapat temuan dan melakukan koreksi laba fiskal periode 1999, sehingga laba fiskal tahun 1999 menjadi jauh lebih besar yaitu sebesar Rp 6,78 triliun. Sebelumnya BCA mencatat laba fiskal tahun 1999 sebesar Rp 174 miliar.

Pertanyaan di benak penulis adalah apakah tahun pajak 1998 sudah diperiksa oleh fiskus, Hal ini mengingat dalam praktisnya Lebih bayar atau Rugi fiskal, merupakan prioritas pemeriksaan pajak. Sehingga keabsahan “loss carry forward” tahun 1998 secara UU Perpajakan dapat dinilai lebih awal.

Kasus BCA merupakan fenomena gunung es, karena ditenggarai banyak kasus serupa yang terjadi di sektor perbankan. Adapun potensi kerugian negara dari pajak perbankan setiap tahunnya diperkirakan mencapai Rp 10-12 trilyun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera memeriksa petinggi Bank Central Asia (BCA) dalam kasus dugaan korupsi keberatan pajak Bank BCA. Pasalnya, ada beberapa pihak Bank BCA ikut meraup keuntungan dari kasus tersebut.

Lika Liku Pajak Bank BCA

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan satus tersangka, yakni mantan Ketua BPK Hadi Purnomo. Hadi diduga menyalahgunakan wewenangnya saat menjabat sebagai direktur jenderal Pajak. Hadi dan kawan-kawan, kata Abraham, disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Penyertaan sangkaan menggunakan Pasal 55 KUHP juga mempertegas dugaan Hadi tidak sendirian melakukan perbuatan tersebut.

Selaku Direktur Jenderal Pajak periode 2002-2004, Hadi diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan atau perbuatan melawan hukum terkait dengan pengajuan keberatan pajak BCA. Kasus ini berawal ketika BCA mengajukan permohonan keberatan pajak sekitar 2003. Atas keberatan pajak ini, Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) melakukan telaah yang hasilnya mengusulkan Dirjen Pajak untuk menolak permohonan keberatan pajak BCA tersebut.

Namun, Hadi Poernomo justru memutuskan sebaliknya. Dia memerintahkan Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan tersebut sehingga permohonan keberatan pajak BCA dikabulkan. Keputusan yang mengabulkan permohonan pajak tersebut diterbitkan Hadi sehari sebelum jatuh tempo bagi Ditjen Pajak untuk menyampaikan putusannya atas permohonan BCA tersebut.

Karena diputuskan satu hari sebelum jatuh tempo, Direktur PPh tidak memiliki cukup waktu untuk menyampaikan tanggapannya atas putusan Hadi selaku Dirjen Pajak. Padahal, menurut KPK, Hadi sedianya memberikan waktu kepada Direktur PPh, selaku pihak penelaah, untuk menyampaikan tanggapannya. Atas perbuatan ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar.

Saya pribadi berharap KPK dapat menuntaskan kasus ini dengan berani dan tegas tanpa pandang bulu sehingga kasus BCA serta BLBI dapat segera diselesaikan sehingga masyarakat dan negara ini tidak terus menjadi korban para koruptor yang tidak bertanggung jawab. Mari kita kawal terus kasus ini.
0
1.6K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan