- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Menyoal Diskualifikasi Peserta Pilpres oleh MK


TS
hamrunimae
Menyoal Diskualifikasi Peserta Pilpres oleh MK

Bola liar sengkarut perselisihan hasil Pilpres masih terus menggelinding di ruang keadilan Mahkamah Konstitusi. Salah satu yang santer terdengar adalah adanya opsi mendiskualifikasi salah satu peserta Pilpres karena disinyalir terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan massif. Bila isu itu benar, barangkali akan menjadi pilihan keputusan paling ekstrim dan tak banyak diduga oleh masyarakat. Walau tak mudah, pilihan mendiskualifikasi peserta Pilpres sangat mungkin dilakukan bila memang ditemukan bukti-bukti kuat dan akurat terjadinya pelanggaran berat yang disodorkan selama persidangan.
Opsi mendiskualifikasi tak semudah membalik telapak tangan. Saya kira, MK butuh lebih dari sekadar bukti kecurangan untuk menetapkan mendiskualifikasi salah satu pasang kandidat. Para hakim butuh injkesi energi nyali atau keberanian untuk menegakkan konstitusi. Karena itu, marak muncul dukungan kepada MK agar berani mengambil keputusan, termasuk dukungan yang digalang lewat petisi online MK HARUS JUJUR. Upaya dukungan kepada MK ini sebagai kekuatan moral agar MK tak gentar oleh berbagai bentuk intimidasi, termasuk intimidasi cantik dan memesona berupa iming-iming jabatan dari pihak yang berperkara dan yang terkait.
Mendiskualifiaksi peserta Pilpres bakal berimplikasi signifikan terhadap dinamika politik dan sosial sehingga menimbulkan kerentanan sebab bisa membalik 180 derajat peta politik yang ada. Khususnya mengenai kelanjutan pemerintahan dan rezim baru yang akan bertahta. Terlepas dari opsi mendiskualifikasi salah satu peserta Pilpres bila memang ada fakta kuat tentang kecurangan yang dilakukan, sebagai lembaga Negara penjaga tegaknya konstitusi, MK yang hari-hari ini menjadi sorotan dan diawasi gerak geriknya oleh publik harus bisa menjelaskan kepada masyarakat apapun nanti keputusannya.
Bila menilik ke belakang, mendiskualifikasi kontestan dalam pemilihan umum (dalam hal ini Pilkada), bahkan yang telah dinyatakan menang oleh KPU, pernah di lakukan oleh MK pada tahun 2010. Kala itu, vonis MK menganulir Keputusan KPU Kotawaringin Barat Nomor 62/Kpts-KPU-020.435792/2010 tanggal 12 Juni 2010 tentang penetapan hasil perolehan suara dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat yang memenangkan pasangan Sugianto-Eko Soemarno. MK memerintahkan KPU Kabupaten Kotawaringin Barat untuk menetapkan surat Keputusan yang menetapkan pasangan calon nomor urut dua, Ujang Iskandar-Bambang Purwanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat karena kemenangan Sugianto-Eko, berdasarkan temuan bukti dan fakta selama sidang sengketa, ditemukan terjadinya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2012, menurut mantan Ketua MK, Mahfud MD ada 3 pemilukada lain yang mengalami nasib serupa yakni di Bengkulu Selatan, Tebing Tinggi, dan Pati. Jumlah tersebut, kata Mahfud MD sebagaimana dikutip dari JPNN, merupakan bagian kecil dari total 392 pemilukada yang harus berakhir di MK.
Kecurangan terstruktur, sistematis dan massif berarti ada persekongkolan yang dilakukan pihak penyelenggara pemilu untuk mengarahkan kemenangan kepada calon tertentu, dan untuk mencapai tujuan tersebut, semua sumber daya penyelenggara pemilu dikerahkan merekayasa hasil pemilu. Adapaun penjelasan yang dimaksud massif adalah ketika hasil grand design kecurangan tersebut berimplikasi signifikan atas keseluruhan hasil pemilu. Maka terkait gugatan sengketa hasil Pilpres di MK yang bergulir saat ini, tanda-tanda putusan MK bakal mendiskualifikasi salah satu peserta Pilpres sebenarnya bisa kita terka dari bukti-bukti yang dibeberkan selama persidangan.
Merekayasa hasil pilpres untuk mengunggulkan calon tertentu dalam skala nasional maupun untuk kemenangan per daerah, adalah kejahatan luar biasa yang harus kita lawan bersama. Merekayasa hasil pilpres dengan tujuan menggiring agar diraih kemenangan oleh calon tertentu, sama saja merampas kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpinnya. Kedaulatan memilih pemimpin adalah hak absolut tertinggi yang dimiliki secara personal dan dijamin serta dilindungi konstitusi. Hak politik tersebut tak dapat diganggu gugat oleh siapapaun juga. Disinilah arti penting keberadaan MK untuk melindungi, bahkan walau hanya ada sepotong suara rakyat yang dirampas kedaulatannya.
Karena itulah mengapa ada opsi, dan telah ada sejarahnya dilakukan oleh MK mendiskualifikasi peserta pemilihan umum sebab terbukti melakukan pelanggaran hak politik paling asasi seorang warga Negara secara terstruktur, skistematis dan massif. Jelang putusan sidang MK, kita menagih janji para hakim yang terhormat untuk berani mengambil putusan dengan meletakkan konstitusi di atas track yang semestinya dan tidak mencederai kedaulatan rakyat yang coba terus kita bangun di atas pranata-pranata demokrasi yang sehat. sumber http://hukum.kompasiana.com/2014/08/...k-673896.html
Diubah oleh hamrunimae 19-08-2014 07:56
0
889
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan