Kaskus

News

hamrunimaeAvatar border
TS
hamrunimae
Jangan ada Dusta diantara Capres
Banyak orang beranggapan, dari dulu memang pemilu curang. Ketika Pemilu Orde Baru terjadi penggiringan massa untuk memilih partai penguasa. Tujuannya untuk melanggengkan penguasa Orba. Terjadilah apa yang disebut sebagai Terstruktur, Sistemik dan Massif (TSM). Jauh sebelum masa kampanye sudah ada Penataran, santiaji atau pembekalan. Penataran diadakan, bahkan dari pemilih pemula atau pelajar SMA (Sekolah Menengah Atas) atau SMU sekarang. Sebagaimana penataran alias intimidasi juga dilakukan di birokrat Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia). Pembaca tentu masih ingat Luber diplesetkan menjadi ‘Lubangi Beringin’.
Jurdil dan Luber, serta seabrek istilah pemilu lainnya hanya jargon, bedak pemanis muka penguasa. Padahal aslinya pemilu penuh bopeng disana-sini. Saat itu pemilu benar-benar pesta untuk penguasa. Kebohongan yang terus menerus sudah diterima menjadi sebuah kebenaran. Kalau pemilu curang memang sudah dari sononya!
Jadi masyarakat sudah maklum, untuk apa dipermasalahkan. Apalagi masyarakat sudah letih, kita harus segera membangun. Segera mempersatukan apa yang terserak selama pemilu (Pilpres) kemarin. Kira-kira begitu anggapan yang ingin disebarkan sekarang ini.
Tapi, tentu saja lain dulu lain sekarang. Sekarang era refromasi, tak ada tekanan penguasa. Tak ada intimidasi tentara. Sekarang tinggal mau atau tidak kita memperbaiki diri. Kejujuran dipertaruhkan. Apalagi fasilitas untuk menerapkan kejujuran bagi pemilu bersih memang tersedia, ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Diluar itu ada, Polisi dan Tentara yang netral. Ada saksi-saksi di TPS yang bisa diandalkan. Ada pihak kampus, mahasiswa dan dosen yang mengawal. Ada juga pihak asing yang memantau. Sekali lagi semua bekerja tanpa tekanan. Karena memang tak ada partai dominan. Iklim Demokrasi sangat menunjang untuk pemilu bersih.
Tinggal terpulang kepada bangsa ini sendiri maukah di era reformasi ini kita memperbaiki diri. Mari kita manfaatkan fasilitas ini, iklim yang kondusif ini. Jadi jargon luber dan jurdil bukan hanya idealism di kampus-kampus atau pidato-pidato penataran saja. Tapi benar-benar bisa dilaksanakan, tak hanya merdu kedengaran di tataran filosofis belaka.
Penyimpangan inilah yang disoal Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis. Menurutnya, daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) yakni pemilih yang menggunakan KTP tidak sesuai konstitusi. DPKTb tidak diatur dalam undang-undang.

"Pemilu itu dilaksanakan dalam negara hukum dan demokratis. Maka tidak ada pelanggaran pemilu yang tidak didasarkan pada hukum. Dalam konteks itu saya ingin menyatakan bahwa khusus mengenai apa DPKTb tidak sah karena tidak diatur dalam undang-undang," ujar Margarito saat menyampaikan pendapatnya di ruang sidang utama MK, Jakarta, Jumat (15/8/2014).

Margarito mengatakan memilih merupakan hak warga negara. Namun, kata dia, jika jalan pikirannya adalah demi tergunakannya hak-hak warga negara tanpa landasan undang-undang, maka pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak perlu ada. Jadi, asal berusia 17 tahun atau sudah menikah masyarkat bisa menggunakan hak pilihnya tanpa harus terdaftar sebagai pemilih.

"Saya berpendapat DPKTb bertentangan dengan hukum tidak punya dasar hukum dan harus dikualifikasi sebagai pelanggaran konstitusi," kata Margarito.

Dengan adanya pelanggaran tersebut, lanjut Margarito, Pemilu yang telah dilaksanakan menyebabkan hilangnya keabsahan konstitusional Pemilu itu sendiri. Sebab kata dia, Pemilu adalah peristiwa hukum konstitusi.

"Pelanggaran terhadap prosedur berakibat tertangguhkan bahkan menyebabkan hilangnya keabsahan konstitusional Pemilu presiden itu. Ketidakabsahaan Pilpres tidak didasarkan sifat pelanggaran atas prosedurnya atau jangkauan pelanggaran itu dalam hal ini TSM (terstruktur, sistematis, dan masif)," tukas Margarito.

Sebelumnya penambahan jumlah pemilih dalam DPKTb menjadi dalil permohonan Prabowo-Hatta dalam sengketa Pemilu di Mahkamah konstitusi (MK).
Selain Margarito, ahli yang dihadirkan Tim Advokasi Prabowo-Hatta Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin. Senada dengan pendapat Margarito Kamis diatas, Irman juga mengatakan Kecurangan Pemilu dalam bentuk apapun atau skala apapun merupakan Pelanggaran Hak Konstitusional.

“Yang pasti pelanggaran apa saja, apakah itu terstruktur, sistematis dan masif atau tidak, sesungguhnya sudah bisa jadi inkonstitusional, kalau hasilnya tidak sempurna dalam memenuhi hak,” kata Irman.

Menurut Irman, setiap warga negara berhak memberikan suaranya dalam pemilu yang luber dan jurdil. Jika hak tersebut tidak terpenuhi maka pemilu dapat dianggap inkonstitusional.

Terlalu Idealis? Apa bisa Pemilu dapat sempurna dengan memenuhi semua unsur-unsur itu? Bagaimana mungkin filosofi Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil bisa sempurna diterapkan pada sebuah Pemilu seluas Indonesia?

Idealisme Margarito bukan utopis, tapi memang sudah seharusnya seorang akademisi berbicara seperti itu. Seorang pakar atau akademisi memang harus bicara dalam tataran idealis, seperti seorang ustadz yang tanpa kompromi dengan dosa. Ketika seseorang bertanya pada ustadz apakah berbohong itu dosa? Tentu dia harus menjawab dengan benar, tanpa kecuali. Padahal, kecuali nabi adakah manusia yang tidak berdosa? Atau adakah manusia yang seumur-umur tidak berbohong?
Akademisi atau pakar juga begitu, ketika dia melihat —dengan kepakarannya bahwa telah terjadi deviasi— maka dia harus meluruskan. Salah ya salah. Curang yang curang. Hanya berpihak kepada kebenaran yang diyakininya. Karena dia yakin, kalau penyimpangan dibiarkan, maka kecelakaan, kehancuran akan terjadi di negeri ini. Ibarat pepatah, guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
Dus, Margarito mengatakannya di tempat yang benar, pengadilan. Mahkamah Konstitusi sebagaimana pengadilan adalah tempatnya kejujuran dan kebenaran diungkapkan. Jadi persoalannya bukan masalah utopis, idealism yang melangit atau mungkin tidak mungkin. Tapi, ini masalah kejujuran. Agar tidak ada dusta diantara kita. sumber http://politik.kompasiana.com/2014/0...es-680866.html
Diubah oleh hamrunimae 18-08-2014 08:59
0
958
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan