sumber =
http://www.beritasatu.com/politik/19...ader-muda.html
Quote:
Kamis, 31 Juli 2014 | 08:56
Jakarta - Terus bergulirnya dorongan digelarnya musyawarah nasional (Munas) Golkar oleh tokoh senior maupun kader mudanya menandakan konflik di dalam partai berlambang beringin itu belum juga reda. Bahkan, memperjelas kalau peluang Golkar dipimpin oleh tokoh muda sangat kecil.
"Tokoh muda di Golkar masih sulit tampil. Kecuali dengan sengaja didukung oleh Jusuf Kalla (JK). Tapi kalau ini terjadi akan muncul perpecahan baru," kata Direktur Riset Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, kepada SP, di Jakarta, Kamis (31/7).
Menurutnya, dari sejumlah nama-nama yang muncul sebagai suksesor Aburizal Bakrie (ARB) sebagai ketum, hanya kader senior saja yang memiliki peluang besar untuk memimpin Golkar ke depan seperti, MS Hidayat, dan Agung Laksono. Sedangkan Zainal Bintang masih kalah kuat secara logistik ketimbang dua nama tersebut.
Nama-nama kader muda seperti Agus Gumiwang Kartasasmita, Priyo Budi Santoso, dan Erwin Aksa kendati potensial namun tidak cukup kuat jika didorong menjadi ketum mengingat salah satu penyebab konflik Golkar sekarang ini adalah konflik lama antara pendukung ARB dengan pendukung JK yang belum mereda.
Dengan munculnya JK sebagai wapres terpilih mendampingi Jokowi sebagai presidennya otomatis, pendukung JK di Golkar sedang di atas angin. Artinya, titik berat penyelesaian konflik Golkar ada di pihak JK dengan menempatkan sosok yang dipercayainya sebagai ketum.
"Maka pertarungan menjadi, apakah kubu JK harus memajukan tokoh muda atau tokoh tua?" kata Djayadi.
Djayadi berpandangan, belum banyak kader muda Golkar mumpuni yang muncul ke permukaan. Padahal, tren kepemimpinan partai ke depan adalah eranya anak-anak muda sebagaimana di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang banyak memunculkan tokoh-tokoh muda seperti Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Budiman Sudjatmiko, termasuk Jokowi.
Hal itu menurutnya menjadi persoalan baru yang bakal dialami Golkar karena nama-nama kader muda yang muncul tak cukup kuat dalam mengurus partai. Artinya, Golkar masih berkutat dalam nama-nama kader seniornya untuk menggantikan ARB.
Sebab, nama-nama yang sekarang ada di kubu JK belum tentu dekat dengan JK, tapi lebih karena kepentingan politik pragmatis.
"Ada masalah dengan tokoh muda Golkar yang muncul. Priyo Budi Santoso harusnya potensial, tapi dia tercoreng citranya karena tidak mampu terpilih lagi sebagai anggota DPR padahal dia wakil ketua DPR. Erwin Aksa kalau dimajukan, akan menimbulkan citra KKN karena dia keponakan JK. Yang paling mungkin Agus Gumiwang tapi apakah dia memiliki kedekatan hubungan yang memadai dengan JK? Kita belum tahu," jelasnya.
Djayadi menilai, menguatnya gerakan mendorong Munas Golkar menjadi mendesak untuk dilakukan mengingat PDI-P juga perlu tambahan parpol pendukung Jokowi untuk mengamankan parlemen.
Jika Golkar lambat, maka bukan tidak mungkin posisi tersebut bakal diambil Demokrat.
"Di sisi lain, ada kebutuhan yang jelas dari pihak Jokowi-JK untuk menambah kekuatan koalisi pemerintahannya dengan bergabungnya satu atau lebih partai dari kubu Prabowo. Golkar perlu cepat-cepat merapat karena kalau didahului Demokrat atau PAN, posisi tawar Golkar menjadi lebih rendah," kata Djayadi.
Menurut ane Golkar udah bener2 siap tenggelam ke dasar kalau masih ngotot mempertahankan Dagumen and the Gank
berdasarkan pengamatan ane pas melihat rekap di TPS pas Pemilu Legislatif aja setiap kali suara dari caleg Golkar muncul malah mendadak semua anggota TPS (kecuali SAKSI) langsung teriak nyindir "TIDAK PELIT UNTUK RAKYAT"
(hal ini karena salah satu caleg DPR RI di DIY (dapil ane) yaitu Gandung Pardiman punya TAG LINE TIDAK PELIT UNTUK RAKYAT

)
dan GANDUNG termasuk sesepuh Golkar
padahal zaman awal pemilu di era Orba (Pemilu 1971) Golkar punya basis kekuatan di Angkatan '66
ya macam Cosmas Fahmi Idris Abdul Gafur Wanandi bersaudara Akbar Tandjung bahkan Abang AH Nasution