

TS
hellorachmad
Kepadamu, Yang Telah Memberi Arti
Kepadamu, yang telah memberi arti.
Kini, takkan ada lagi hari-hari yang kita pernah lalui. Takkan ada lagi senyum dari bibir merah hati yang menghiasi hari. Takkan ada lagi janji yang tanpa sengaja kita selalu ingkari.
Kini, hanya ada hari-hari penuh sepi dengan tetes-tetes hujan yang membasahi, menorehkan titik-titik kenangan yang menjadikannya duri.
Menusuk di jari, lalu memberi luka di hati.
Ah, tidak. Aku paling benci menyebutmu “sang pemberi luka”.
Kamu, perempuan pemberi asa kala senja menyapa.
Lalu, terjebak di antara langit-langit merah jingga, merangkaikan mimpi hingga menjadi nyata.
Bertemankan mendung dan segala rahasianya.
Mencintamu memang tak pernah mudah.
Atau mencintaimu yang memang selalu salah?
Mungkin inginku terlalu sempurna.
Menjadi seorang yang kamu cinta, di antara berjuta sosok-sosok sempurna.
Menjadikanmu seorang yang aku damba, mencintaiku tanpa jeda.
Menjadikanmu seorang yang rela untuk berbagi hidup bersama sampai renta.
Memang benar, aku menginginkan cintamu.
Tetapi, mengubahmu menjadi apa yang aku mau, terasa begitu salah, di saat jauh melangkah, bersamamu.
Bahagiaku sederhana, melihat senyummu.
Namun, cinta tak pernah sesederhana apa aku yang rasa, kasihku.
Mungkin benar, yang kini kita miliki, belum tentu akan berada di sisi.
Kamu, tidak pernah ingin kembali, karena aku tak pernah menjadi tujuan yang kamu nanti.
Kita saling mengiringi, tetapi tidak pernah saling mengisi.
Dan kini, yang tersisa hanya beranda hampa di dalam taman hati.
Kita adalah apa yang terus berjalan tanpa pernah tiba pada sebuah tujuan.
Dan kamu, cahaya yang entah bagaimana diciptakan, yang bilamana terang, aku hanya akan menjadi bayang-bayang, di kelak kemudian.
Aku, gerimis kecil yang akan menyelinap di sela hujan. Menjelma tanah basah, dan mengering pelan-pelan.
Mungkin kita akan bertemu kembali, hanya saja kita tak bisa lagi, saling menemukan.
Hilang sudah semua daya. Penaku tak lagi mampu menggoreskan titik titik hitam impian penuh makna.
Pena yang pernah kita gores bersama, merangkai asa demi asa, tentang kita berdua, sampai akhirnya tergurat sebuah cerita, yang akhirnya kita sebut kisah kita.
Ah, atau mungkin lebih pas apabila aku sebut ini dengan sebutan cerpen kita?
Tidakkah ini terlalu singkat untuk kita sebut kisah kita?
Tetapi, yang pasti, kita, adalah kisah yang takkan hilang meski telah kamu tutup sampulnya.
Untukmu, yang baru saja pergi.
Kini, takkan ada lagi hari-hari yang kita pernah lalui. Takkan ada lagi senyum dari bibir merah hati yang menghiasi hari. Takkan ada lagi janji yang tanpa sengaja kita selalu ingkari.
Kini, hanya ada hari-hari penuh sepi dengan tetes-tetes hujan yang membasahi, menorehkan titik-titik kenangan yang menjadikannya duri.
Menusuk di jari, lalu memberi luka di hati.
Ah, tidak. Aku paling benci menyebutmu “sang pemberi luka”.
Kamu, perempuan pemberi asa kala senja menyapa.
Lalu, terjebak di antara langit-langit merah jingga, merangkaikan mimpi hingga menjadi nyata.
Bertemankan mendung dan segala rahasianya.
Mencintamu memang tak pernah mudah.
Atau mencintaimu yang memang selalu salah?
Mungkin inginku terlalu sempurna.
Menjadi seorang yang kamu cinta, di antara berjuta sosok-sosok sempurna.
Menjadikanmu seorang yang aku damba, mencintaiku tanpa jeda.
Menjadikanmu seorang yang rela untuk berbagi hidup bersama sampai renta.
Memang benar, aku menginginkan cintamu.
Tetapi, mengubahmu menjadi apa yang aku mau, terasa begitu salah, di saat jauh melangkah, bersamamu.
Bahagiaku sederhana, melihat senyummu.
Namun, cinta tak pernah sesederhana apa aku yang rasa, kasihku.
Mungkin benar, yang kini kita miliki, belum tentu akan berada di sisi.
Kamu, tidak pernah ingin kembali, karena aku tak pernah menjadi tujuan yang kamu nanti.
Kita saling mengiringi, tetapi tidak pernah saling mengisi.
Dan kini, yang tersisa hanya beranda hampa di dalam taman hati.
Kita adalah apa yang terus berjalan tanpa pernah tiba pada sebuah tujuan.
Dan kamu, cahaya yang entah bagaimana diciptakan, yang bilamana terang, aku hanya akan menjadi bayang-bayang, di kelak kemudian.
Aku, gerimis kecil yang akan menyelinap di sela hujan. Menjelma tanah basah, dan mengering pelan-pelan.
Mungkin kita akan bertemu kembali, hanya saja kita tak bisa lagi, saling menemukan.
Hilang sudah semua daya. Penaku tak lagi mampu menggoreskan titik titik hitam impian penuh makna.
Pena yang pernah kita gores bersama, merangkai asa demi asa, tentang kita berdua, sampai akhirnya tergurat sebuah cerita, yang akhirnya kita sebut kisah kita.
Ah, atau mungkin lebih pas apabila aku sebut ini dengan sebutan cerpen kita?
Tidakkah ini terlalu singkat untuk kita sebut kisah kita?
Tetapi, yang pasti, kita, adalah kisah yang takkan hilang meski telah kamu tutup sampulnya.
Untukmu, yang baru saja pergi.
0
1K
5
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan