zapataAvatar border
TS
zapata
Demokrasi Membutuhkan Kita Semua
Setelah penantian hampir dua minggu, Komisi Pemilihan Umum akhirnya menyelesaikan hitungan akhir suara yang masuk. Beakhirnya hitungan ini juga menandai berakhirnya keresahan banyak orang setelah munculnya quick count tandingan dari capres Prabowo dan Hatta. Hasil akhir KPU tak jauh berbeda dengan quick count beberapa lembaga survey, dimana Joko Widodo dan Jusuf Kalla unggul atas saingan mereka.

Bagi semua orang hasil KPU ini adalah penantian yang panjang mengingat begitu sengit dan bahkan juga kotor persaingan antara keduanya. Fitnah bertebaran dan bahkan juga uang. Politik memang bisa menjadi kotor tetapi bukan berarti itu karakter mutlak politik. Ada banyak cara yang lebih mulia untuk meraih kekuasaan tetapi ada juga yang tergiur dengan cara-cara licik. Politik memberikan ruang bagi keduanya. Dan pemilu kali ini adalah contoh bagaimana kedua cara bekerja.

Hitungan KPU sebelum pengumuman sudah menunjukkan bahwa Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengungguli lawannya Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Tentunya bagi pendukung Jokowi, perkembangan ini adalah kabar gembira. Sementara bagi Prabowo adalah malapetaka--berbagai upaya tengah dilakukan oleh kubu Prabowo untuk menangkal malapetaka ini, termasuk mengusulkan pengulangan pemilu.

Sekalipun kemenangan sudah tampak didepan mata. Perjalanan belumlah selesai. Ada banyak pekerjaan menunggu baik yang tertera dalam visi dan misi capres pemenang maupun kerja-kerja yang muncul di kemudian hari. Walapun memiliki kuasa yang sah untuk mengerjakan itu semua, bukanlah tugas yang mudah bagi pemenang. Mengingat kualitas anggota dewan yang ada dan juga saratnya korupsi di kalangan wakil rakyat membuat kerja-kerja ke depan jauh lebih berat. Di tambah lagi dengan perubahan undang-undang MD3 yang membuat pemeriksaan terhadap anggota dewan yang terlibat korupsi lebih sulit.

Namun demikian kerja-kerja dan mimpi itu bukan mustahil dikerjakan. Prosesnya bergantung pada kemauan dan konsistensi pemerintah dan yang terpenting adalah dukungan rakyat. Di sini peran baik pendukung capres pemenang dan capres yang kalah sangatlah penting. Belum lepas dari ingatan kita bagaimana relawan Jokowi tumpah ruah, berjalan beriringan mengawasi dan berpartisipasi dalam pemilu. Ini modal yang besar. Bahkan sangat besar dan penting untuk melancarkan jalannya pemerintahan yang baru. Sama halnya dengan pendukung Prabowo-Hatta. Kekalahan capres mereka memang bukan kabar baik, tetapi bukan berarti tidak ada kesempatan bagi mereka untuk ikut berpartisipasi dalam melancarkan pemerintahan yang baru. Jokowi dan Jusuf Kalla bukanlah dewa, mereka senantiasa membutuhkan kita semua agar mengingatkan pemerintah untuk fokus ke kerja-kerja yang ada.

Sebaliknya beroposisi lantaran hendak membuat pemerintah yang baru terlihat jelek dan gagal adalah bukti kekerdilan kita dalam berdemokrasi. Memang betul bahwa Prabowo dan timnya berencana untuk mendelegitimasi pemilu dengan berbagai macam cara: penundaan rekapitulasi, pemilu ulang dan melaporkan kecurangan ke MK. Ini semua contoh bahwa ketidakdewasaan berdemokrasi menemukan bentuknya yang paling nyata. Lebih dari itu, kancah politik pun memberikan pilihan-pilihan ini semua, sekalipun tak mulia.

Mengapa saya perlu membuat usulan agar pendukung Prabowo bisa ikutan bekerja bersama? Alasannya sederhana. Dalam pesta besar demokrasi pemilih selalu dianggap sebagai satu entitas abstrak yang bernama: massa. Ia diperlukan untuk mobilisasi dan unjuk kekuatan. Sebaliknya proses partisipasi massa yang terjadi dalam kubu Jokowi justru menunjukkan sebaliknya. Massa merupakan kumpulan orang-orang dengan berbagai macam latar belakang bergerak bersama membuat jalan menuju perubahan bagi Indonesia. Di sini saya lihat bagaimana kedua kubu berbeda dalam memahami massa. Yang satu partisipasi dan satunya mobilisasi.

Salah satu cara untuk keluar dari 'kotak massa' tersebut adalah menolak mobilisasi dan malah aktif terlibat dalam pengawasan dan juga memberikan kontribusi lain. Pemilu adalah kontrak politik, dan keterlibatan secara aktif berarti memahami apa yang kita tandatangani dan juga menekankan otonomi kita sebagai mahkluk politik. Otonomi ini tak akan sempurna jika kita acuh dengan pemerintahan yang berjalan. Sebab sikap tak peduli ini mengembalikan kita pada ‘kotak massa’ dan sama seperti kumpulan sapi yang siap digeret-geret pada pesta berikutnya.

Kembali lagi pada masalah pilihan dan politik. Kubu Prabowo dan Hatta masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki semua. Tinggal mengambil jalan yang justru tak bertentangan dengan demokrasi: menerima kekalahan dan ikut bekerja dalam memajukan negeri ini. Begitu juga para pendukungnya. Mereka juga perlu keluar dari kotak massa dan menjadi bagian dari warga demokratis yang aktif namun otonom.
0
744
4
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan