prabowo2014Avatar border
TS
prabowo2014
Membangun Negara Berjiwa Qur’ani


Oleh: Novi Arizatul Mufidoh

Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi wewenang dan kepercayaan oleh rakyat, untuk menjalankan roda kenegaraan dan menegakkan peraturan perundang-undangan yang Rasulullah tinggalkan. Oleh karena itu, seorang pemimpin juga harus mempunyai tanggung jawab kepada Allah dan rakyatnya atas kepemimpinannya, serta mampu memegang amanah yang diberikan rakyat atas dirinya. Al-Qur’an merupakan kumpulan firman Allah yang di dalamnya terdapat pedoman dari segala aturan dan merupakan panduan hukum yang paling tinggi. Maka dari itu, untuk menjadikan sebuah negara yang sejahtera, diperlukan para pemimpin yang memahami ajaran Al-Qur’an agar terwujud negara yang berjiwa Qur’ani. Secara normatif, ajaran Islam yang berdasarkan kitab suci Al-Qur’an juga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua orang, baik untuk individu, anggota masyarakat, maupun pemimpin negara. Doktrin tersebut merupakan salah satu prinsip Islam yang harus ditegakkan kapanpun dan dimanapun, demi menjadikan sebuah negara yang damai dan sejahtera. Dalam kitab suci Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang terkait dengan prinsip utama pemerintahan. Diantaranya ialah; as-Syura atau musyawarah, yaitu prinsip tentang cara pengambilan keputusan untuk menentukan sebuah hukum. “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Syura: 38) al-‘Adalah atau keadilan, artinya dalam menegakkan hukum dan rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana, tanpa ada kolusi dan nepotisme. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. an-Nahl: 90) al-Musawah atau kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dan dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif . Dijelaskan juga sifat al-Amanah, artinya sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain, yang harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. an-Nisa’: 58) Kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri. Amanah dalam kepemimpinan mempunyai dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah dan yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat; dan masih banyak lagi panduan dalam Al-Qur’an mengenai hukum kenegaraan. Jadi, untuk dapat mewujudkan negara yang penuh damai dan sejahtera, haruslah mempunyai pemimpin yang mampu menjadi panutan rakyat dan memenuhi kriteria pemimpin sesuai dengan aturan agama dan negara. Dalam membuat suatu keputusan negara ataupun mengatur struktural kenegaraan, harus dilakukan dengan jalan musyawarah dan ditegaskan dengan keadilan. Keadilan yang dimiliki pemimpin harus direalisasikan tanpa pandang bulu, meski harus menyangkal dari keinginan pribadinya atau menimpakan hal yang kurang baik bagi keluarganya. Negara bisa dikatakan sebagai negara Islam apabila Indonesia mempunyai para pemimpin yang dapat mahami betul tentang aturan yang ada di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah, sehingga mampu menjalankan roda kenegaraan berdasarkan hukum-hukum Ilahi. Karena jabatan pemimpin merupakan sebuah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa diminta, orang yang mendapat amanah tersebut seharusnya prihatin, bukan malah bersyukur dan menyelewengkannya. Inilah etika Islam. Negara harus dibangun oleh kader-kader intelektual yang profesional dan berkeadilan. Oleh karena itu, Al-Qur’an merupakan solusi yang paling tepat sebagai sandaran para pemimpin bangsa. Untuk menciptakan generasi muda yang mampu memahami aturan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an, perlu adanya kesadaran bagi masing-masing individu untuk mau mempelajari Al-Qur’an dan mempraktikannya sejak dini. Tentu saja, peran orang tua sangatlah penting bagi setiap anaknya untuk mau mempelajarinya. Karena, kalau bukan umat Islam yang mau mempelajarinya, lalu siapa lagi ? Untuk memberi motivasi bagi para generasi muda calon pemimpin bangsa, hendaknya pemerintah turut andil dalam memberikan penghargaan bagi anak bangsa yang telah mampu menghafal Al-Qur’an, terlebih yang sudah bisa memahami dan mempraktikkan dalam kehidupaannya. Jika pemerintah memahami akan pentingnya ajaran Islam dan Al-Qur’an, kemudian mau memerintah berdasarkan Al Qur’an, Insya Allah untuk kedepannya Indonesia akan menjadi negara yang damai sejahtera, serta bersih dari segala penyakit korupsi, kolusi, nepotisi, dan berbagai tindakan kecurangan yang sekarang sedang merajalela. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al A’raf :96) Wallahu a’lam bi al-shawaab. *Penulis adalah Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang jurusan Ilmu Falak.

/

mantap, sayangnya indonesia sekarang dimenangkan orang yang curang
0
2.1K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan