"...Apa yang kalian sana pikirkan? Ini benar-benar Tolol, tolol, tolol!...."
Halo agan2, saya ingin berbagi informasi saja mengenai beberapa kegiatan intelejen yang melibatkan cara2 halus yang tidak kita sadari. Berawal dari mulai banyaknya teori konspirasi, terutapa yang melibatkan negara adidaya, kemudian terbongkarnya beberapa skandal oleh wikileaks dan Snowden , dan yang baru terjadi akhir tahun lalu kita dikejutkan oleh adanya penyadapan oleh negara tetangga yang menjadi sekutu negara adidaya tersebut.
Baru saja kemarin kita melakukan pemilu yang menurut saya paling 'Ramai' dibandingkan beberapa tahun lalu. Beberapa tokoh kita banyak yang melontarkan isu2 tentang keterlibatan intelejen. Saya pun berfikir, GAWAT jika kondisi ini dimanfaatkan oleh asing yang ingin menggoyahkan keutuhan dan kestabilan negara kita tercinta. Sudah banyak korban dari kegiatan intelejen asing yang mengobrak-ngabrik keutuhan suatu negara atas nama 'DEMOKRASI' seperti IRAQ, LIBYA, MESIR, SURIAH dan yang terakhir Ukraina.
Demokrasi akan memperkuat sebuah negara apabila sbagian besar penduduk negara tersebut memiliki rasa nasionalisme tinggi dan berfikir untuk kemajuan bangsa, akan tetapi Demokrasi bisa menjadi Celah bagi asing untuk memecah belah apabila separuh rakyat kita sudah terhasut oleh isu perpecahan, isu SARA, isu Ketimpangan sosial yang bisa saja disusupi kepentingan asing, seperti kata Dr. Mahatir Mohammad kemarin ketika berkunjung ke indonesia menjelang pemilu.
Sekarang ane mau menunjukan BagaimanaUpaya Sang Negara Adidaya dalam menembus barikade Suatu negara kecil tetangganya yang telah lama dianggap menjadi 'Duri' karena Ideologinya yang sangat kental dan terkenal susah sekali disusupi mereka, tempat dimana lahir beberapa tokoh revolusi seperti 'che Guevara'.
Mudah-mudahan dengan informasi ini kita menjadi lebih WASPADA......WASPADA...WASPADA.
Quote:
Bagi Saimi Reyes Carmona, ZunZuneo seperti dermawan yang sangat murah hati. Pada mulanya, dia terpesona oleh layanan baru dan harganya. Dalam iklannya, ZunZuneo menulis “pesan gratis”. Tak banyak pertimbangan lagi, Saimi mendaftar dengan nama “Saimita”.
Awalnya, layanan dan jaringan ZunZuneo sangat terbatas. Namun, dengan cepat sekali, jejaring sosial berbasis pesan pendek (SMS) itu tumbuh besar. “Aku mulai mengirim satu pesan per hari,” kata Saimi dua pekan lalu. Dari semula tak punya follower, pengikut Saimi terus bertambah. Hanya dalam beberapa bulan, sungguh ajaib, pengikut Saimita di ZunZuneo sudah melampaui 2.000 orang.
Mahasiswi jurusan jurnalistik di Universitas Havana, Kuba, itu senang luar biasa, tapi sekaligus juga bingung. “Aku tak tahu siapa mereka, tidak tahu pula dari mana mereka berasal,” Saimi menuturkan pengalamannya dengan ZunZuneo. Tak sabar dia menceritakan kehebatan jejaring sosial itu kepada pacarnya, Ernesto Guerra Valdes, sesama mahasiswa di Universitas Havana. “Ini satu hal paling keren yang pernah aku lihat.” Keduanya penasaran, siapa yang ada di balik jejaring sosial yang “keren” ini. “Kami selalu merasa heran terhadap kemurahan dan kebaikannya.... ZunZuneo bak nenek sihir di ponsel,” kata Ernesto. Tapi penelusuran mereka siasia belaka.
Di Kuba, negara komunis yang tertutup di wilayah selatan Amerika ini, jaringan telekomunikasi dan Internet dikontrol sangat ketat oleh pemerintah. Pemerintah di Havana hanya memberikan akses Internet kepada kalangan sangat terbatas. Selain itu, ongkos Internet di negeri tersebut sangat mahal dengan kecepatan koneksi yang “biar lambat asal selamat”.
Penyusupan
Quote:
Menurut penelusuran Associated Press (AP), proyek ZunZuneo bermula pada pertengahan 2009. Proyek itu digarap bersama oleh US Agency for International Development (USAID) dan Creative Associates International, organisasi sosial di Washington, DC. Suatu hari pada 2009, Noy Villalobos, manajer di Creative, menghubungi adik laki-lakinya, Mario Bernheim, yang berada di Nikaragua.
Mario jago teknologi informasi. “Ini sangat rahasia,” kata Noy kepada adiknya. “Bisakah kamu mengirimkan pesan dalam jumlah besar tanpa bisa diendus pemerintah?” Noy berniat mengirimkan ribuan, bahkan mungkin jutaan, pesan sekaligus kepada sekitar 2 juta pemilik ponsel di Kuba. Tapi dia tak mau jejaknya—dari mana pesan itu dikirim, siapa pengirimnya, dan siapa yang membayar operasi itu—diketahui pemerintah Kuba.
“Apakah mungkin sumber pesan itu diputar di beberapa negara? Misalnya satu dari Nikaragua, satu dari Spanyol, dan satu dari Meksiko,” Noy bertanya kepada adiknya. Bagi adiknya yang pintar, tak ada persoalan selama ada duit untuk membuat jaringannya di pelbagai tempat di dunia. “No hay problema,” katanya. Beres.
Jejaring sosial Proyecto ZZ ini membidik kalangan muda Kuba. Sebab, merekalah yang lebih terbuka terhadap perubahan politik di negara yang dipimpin Castro bersaudara itu—Fidel Castro, dan belakangan digantikan Raul Castro. Tujuan jangka panjangnya adalah mendorong transisi menuju demokrasi di negeri komunis tersebut. Untuk menyembunyikan jejak, mereka membuat sejumlah perusahaan samaran. Perusahaan yang menjalankan ZunZuneo berbasis di Spanyol, sementara uang untuk membayar operasi tersebut disalurkan lewat MovilChat, perusahaan yang terdaftar di Kepulauan Cayman.
Segala transaksi dibayar melalui rekening perusahaan ini di Bank of N.T. Butterfield & Son Ltd.
Sumber Daya Berharga
Quote:
Dua tahun beroperasi, ZunZuneo memiliki sekitar 40 ribu pengguna. Walaupun hanya secuil dibanding pemilik akun Facebook, data pemakai ZunZuneo sangat berharga. USAID mengontrak MobileAccord untuk menganalisis dan memetakan persepsi politik pengguna ZunZuneo di Kuba berdasarkan lalu lintas pesan di jejaring sosial itu.
Tapi belum juga terjadi transisi demokrasi di Kuba, ZunZuneo sudah tutup buku pada 2012. Seperti juga munculnya, ZunZuneo hilang begitu saja secara misterius. Reyner Aguiro, mahasiswa ilmu komputer di Universitas Havana, yang berusaha menelusuri jejak jejaring sosial itu, malah berakhir di DNS Blocking milik pemerintah. Seorang petugas intelijen mengatakan ZunZuneo masuk “daftar hitam” di Kuba.
Jejak ZunZuneo baru tersingkap oleh AP beberapa pekan lalu. Kantor berita AP berhasil mengumpulkan lebih dari 1.000 halaman dokumen berkaitan dengan “proyek misterius” tersebut. Tersingkapnya operasi ZunZuneo membuat Patrick Leahy, Ketua Komite Kehakiman Senat Amerika, berang.
“Apa yang kalian di atas langit sana pikirkan? Ini benar-benar tolol, tolol, tolol,” kata Senator Leahy. “Jika kalian hendak membuat proyek rahasia di suatu rezim, mestinya tidak menggunakan lembaga seperti USAID. Dia telah melakukan banyak hal hebat di seluruh dunia.” Namun, menurut Marie Harf, ZunZuneo bukanlah operasi intelijen atau operasi rahasia.
“Operasi yang hati-hati, tertutup, tak sama dengan operasi rahasia,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ini. Di negara seperti Kuba, cara seperti ini harus dilakukan supaya ZunZuneo tak ditutup pemerintah.
Tujuan operasi itu, menurut dia, adalah mempromosikan demokrasi dan memberikan ruang kepada warga Kuba untuk berbicara dengan bebas. “Kami tak memasok konten politik, juga tak mengatur konten politik di dalamnya.” Rajiv Shah, Kepala USAID. Dia menambahkan, mereinternasional ka tak punya niat menumbangkan pemerintah di Havana lewat ZunZuneo.
Agenda Sang Adidaya
Quote:
Walaupun tak seberapa jauh dari Amerika— jarak Havana dengan Key West, Florida, kuranglebih sama dengan Jakarta-Bandung—negara komunis kecil di selatan ini seperti berjarak beberapa tahun dari “seteru”-nya di utara itu.
Bagi penguasa di Washington, DC, Kuba tak ubahnya kerikil di depan mata. Entah sudah berapa kali dinas intelijen Amerika menggelar operasi untuk menumbangkan Kamerad Fidel di Havana.
Koran milik Persatuan Pemuda Komunis Kuba, Juventud Rebelde, menulis “operasi” ala ZunZuneo ini bukanlah yang pertama dilakukan “agen” Negeri Abang Sam dari utara. Dengan rupa-rupa cara, Juventud menulis, mereka terus berusaha membanjiri sekitar 2 juta pemilik ponsel di Kuba dengan informasi-informasi yang “subversif”.
“Terkuaknya proyek rahasia USAID untuk membuat Twitter ala Kuba hanyalah pucuk gunung es raksasa dari kampanye subversif melawan Kuba,” Juventud menulis. Office of Cuba Broadcasting (OCB), yang didanai anggaran pemerintah Amerika, mengoperasikan stasiun televisi dan radio Marti—mengambil nama Jose Marti, pahlawan Kuba—memancarkan siaran radio dan televisi ke wilayah Kuba dari Miami. Pemerintah Havana terus menghadang siaran itu dengan memblokade frekuensinya.