1. Dalam Situasi peperangan

Jabir bin Abdullah ra menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Siapakah yang mau membunuh Ka'b bin al Syraf? Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan RasulNya." Berdirilah Muhammad bin Salamah ra dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin aku membunuhnya?" Rasulullah saw bersabda, "Ya." Ia berkata, "Jika demikian, izinkan aku mengucapkan beberapa kata (yakni berkata bohong untuk mengelabui Ka'b)." Beliau menjawab, "Katakan saja." (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadist lain disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Perang itu adalah tipu muslihat." (HR Bukhari dan Muslim)

2. Mendamaikan manusia

Apabila engkau ingin mendamaikan pertengkaran dan pertikaian yang terjadi di antara dua orang atau dua golongan, kemudian engkau pergi ke salah satu dari mereka, maka engkau boleh berkata bohong demi melunakkan hati mereka yang dipenuhi rasa permusuhan .

Misalnya engkau berkata, "Sesungguhnya si Fulan merasa sangat menyesal atas perbuatan yang telah ia lakukan padamu, dan ia telah bertekad akan mendatangimu bersamaku untuk meminta maaf, namun sayangnya saat ini ia sedang ada tamu-tamu yang mengunjunginya."

Perkataan bohong seperti ini atau perkataan-perkataan bohong lainnya dalam kondisi ini diperbolehkan sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Bukan termasuk pendusta orang yang mendamaikan antara para manusia, lalu ia menyampaikan berita yang baik atau mengatakan sesuatu yang baik." (HR Bukhari dan Muslim)

3. Perkataan Suami kepada Istri



Berbohong kepada istri atau berbohong kepada suami maksudnya adalah kebohongan yang tidak menggugurkan hak-hak di antara mereka berdua. Para ulama telah bersepakat, diperbolehkan berbohong dalam kondisi darurat, sebagaimana menyembunyikan seseorang dari kejaran orang zalim yang ingin membunuhnya. Maka pada saat itu tidaklah mengapa baginya untuk berbohong, bahkan bersumpah dengan nama Allah atas kebohongan yang ia lakukan, karena waktu itu adalah darurat dan tidak ada dosa atasnya. Wallahu a'lam .