Kaskus

News

KhitemAvatar border
TS
Khitem
PKS : Boleh Korupsi Asal Santun

http://dmcd6hvaqrxz0.cloudfront.net/...2be5dc148e.jpg
Ada benarnya juga kacamata dan penglihatan Baequni Mohammad Haririe sang penulis puisi, cerpen dan juga novel yang satu ini. Seperti yang dilansir dari kompasiana, soal kesia-siaan anggaran di salah satu kementerian yang akan disampaikannya ini mungkin akan terkesan tendensius, diskriminatif dan provokatif.
Meski begitu, ia mencoba untuk melihat situasi yang ada di depan mata yang kasat mata dan jelas jelas (sebagai rakyat awam) tidak juga dapat merasionalkannya.
Apakah ini terbilang prioritas program Kementerian untuk masyarakat yang mendesak, efektif atau malah memang sengaja hendak mengalihkan alokasi anggaran pemerintah untuk memenuhi kebutuhan yang lain dan bukan untuk masyarakat terkait kebutuhan.
Di Kementerian ini, barangkali masyarakat tidak terlalu memperhatikan; entah lantaran banyak program pemerintah yang tidak disosialisasikan ke publik secara intens-khusus atau entah lantaran masyarakat menganggap; di Kementerian ini terjamin bersih dari laten korupsi.
Masyarakat terlalu khusyuk memperhatikan program-program Kementerian yang sering diblow-up media elektronik maupun cetak. Lantaran di beberapa Kementerian lain, secara kebetulan pula ditemukan penyelewengan anggaran negara oleh oknum pejabat yang “bermain mata” mengambil keuntungan materi (terlibat kasus korupsi) untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Seandainya kita mau jujur, hampir semua Kementerian di Indonesia itu rentan laten korupsi; suap untuk pemenangan tender, manipulasi data sebagai kamuflase antisipasi endusan Auditor BPK serta Investigator KPK, Mark Up anggaran dan lain sebagainya. Dan itu tidak menutup kemungkinan sudah menjadi semacam “Ghost Culture”.
Artinya, kebiasaan yang tidak kasat-mata menjadi bagian dari sebuah kebudayaan masyarakat secara umum. Dikatakan bukan sebuah kebudayaan, nyatanya korupsi berjalan seperti biasa bahkan terus menerus mengalami akulturasi.
Banyak kasus yang terungkap dan ditindak namun tak kunjung membuat jera pelakunya (sudah pasti, ini lantaran penegakkan hukum di Indonesia masih tebang-pilih serta masih diskriminasi pada wilayah eksekusi).
Terbukti, hukum berulang kali menyambangi oknum-oknum pejabat atau politisi yang terbukti melakukan praktek korupsi. Lagi-lagi, kebiasaan buruk itu tidak pernah punah bahkan kian menggurita; lebih sistematis, lebih dinamis, lebih elegan, lebih sopan, lebih unik dari tradisi Tasyakuran, Sekatenan atau Nujuh-Bulanan dan lain sebagainya.
Nah, di Kementerian ini, ia ingin menggambarkan sesederhana; bagaimana cikal-bakal lahirnya species predator yang kita kenal jalur nasabnya akan sampai ke koruptor.
Bermula dari pembiaran dan atau kesengajaannya lembaga Auditor, lembaga KPK serta instansi terkait Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan beberapa Kementerian dalam hal pemantauan embrio koruptor.
Di Kementerian komunikasi dan informatika (Kemenkominfo), di antaranya terdapat anggaran program nasional untuk pengadaan unit Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (M-PLIK).
Sebagai realisasinya, sudah pasti program ini digulirkan dengan menggunakan uang negara, jumlah nominalnya mungkin lebih dari ratusan Miliar bahkan bisa sampai Triliunan rupiah. Bayangkan saja, satu unit mobil jenis Elf (Mobil yang digunakan pada program M-PLIK) itu harganya berapa, belum perangkat pendukung lainnya?
Saya sendiri masih belum begitu mengerti, bagaimana program M-PLIK di Kemenkominfo ini diorientasikan sebagai program yang bersifat urgent untuk memenuhi sisi kebutuhan masyarakat.
Okelah, bila kebutuhan masyarakat akan teknologi dan informasi (internet), sampai hari ini memang tak terbendung, sudah merambah –bukan hanya menyentuh teritorial Kecamatan—sampai ke pelosok-pelosok Desa. Penggunanya pun tidak saja usia dewasa, namun sudah menyentuh anak-anak seusia Sekolah Dasar (konsumsi anak-anak biasanya lebih sering seputarGame Online).
Akan tetapi perlu diingat, tidak semua pengguna internet menggunakan PC Komputer (tidak bergerak). Laptop, netbook, Hp berfasilitas yang memudahkan akses Browsingdengan jenis dan merk tertentu, begitu familiar dan bukan barang mewah lagi di Indonesia.
Sejalan dengan itu, untuk mengakses internet, tidak perlu lagi repot-repot harus pulang ke rumah terlebih dahulu hanya untuk aktivasi, misal; facebookan, twitteran, searching web, baca berita Online atau lain sebagainya.
Atau, lebih-lebih –bila di perjalanan kita mendadak membutuhkan penggunakan teknologi itu—warung internet sebagai penyedia jasa tersedia di mana-mana, untuk menarik konsumen dengan ragam promosi pula; Browsing tercepat, Harga termurah, Tempat ternyamandan banyak lagi rayuan maut lainnya.
Asumsinya, program M-PLIK ini merupakan program unggulan Kemenkominfo. Saya pribadi apresiatif dengan program Kemenkominfo ini, meskipun, entah seberapa dahsyat yang sudah dirasakan manis-buahnya.
Dengan begitu, masyarakat diharapkan melek informasi dan teknologi. Konsekuensinya, Output dan Input dari program tersebut harus bisa diimbangi dan diantisipasi oleh Kemenkominfo.
Kebetulan, saya pernah memergoki sekitar 5 unit Mobil Layanan Internet Kecamatan di kawasan daerah Tegal, Jalur Pantura Jawa Tengah.
Sedang nongkrong nganggur malam hari (semua unit mobil waktu itu terlihat dalam keadaan tidak beraktivitas) di pinggir jalan nasional (mungkin usai tugas keliling Desa atau Kecamatan sekitarnya).
Pertanyaan awam saya langsung merangsek menuju efesiensi perangkat M-PLIK di Desa atau Kecamatan tersebut untuk masyarakat di sana. Apakah kendaraan unit M-PLIK itu saban hari berada di sana?
Sampai kapan masyarakat dapat menikmati fasilitas internet gratis dengan M-PLIK? Kriteria lokasi maupun targetnya apa saja sehingga M-PLIK memang dibutuhkan oleh masyarakat dan bagaimana prosedur menghadirkan mobil-mobil itu?
Semua pertanyaan itu, saya simpan, berharap suatu saat terjawab Dinas kominfo Kabupaten atau pihak-pihak yang bersangkutan. Dan semula, tidak begitu tertarik lantaran di Desa tepat tempat tinggal saya tidak pernah menemui sekalipun kehadiran mobil-mobil itu (sangkaan awal, di Desa saya sudah ada beberapa Warnet hak milik usaha personal sehingga tidak perlu lagi ada M-PLIK).
Nah, apakah program M-PLIK ini efektif dan tepat sasaran? Melihat kenyataan di lapangan, M-PLIK tidak diapresiasi oleh hampir mayoritas masyarakat desa (atau lantaran M-PLIK ini bukan kebutuhan masyarakat desa?).
Bukan berarti pula, kebutuhan masyarakat akan teknologi dan informasi apatis. Lagi-lagi, saya melihat dengan mata kepala sendiri, sekitar pukul 22.00-an WIB, satu mobil unit M-PLIK nongkrong di sekitar desa Dukupuntang Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon.
Waktu itu saya hanya melihat 2 orang anak muda yang sedang asyik beraktivitas ngenet, dengan 2 buah laptop (perangkat yang disediakan M-PLIK).
Hampir tidak terlihat animo warga terhadap internet gratisan tersebut (mungkin yang lain sudah tertidur pulas, lelah setelah beraktivitas kerja dan istirahat di rumah dari rutinitas mencari nafkah).
Saya semakin merasa, program M-PLIK ini sia-sia, mubadzir dan hanya menghabiskan anggaran negara serta menguntungkan segelintir orang saja.
Rasionalitas yang paling mudah ditangkap dari kesia-siaan program M-PLIK adalah; mobil unit internet gratisan ini tidak stand by saban hari di satu tempat, tidak tuntas “mendampingi” masyarakat untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi, lantaran; segelintir orang desa saja yang kebetulan memiliki laptop (salah-satu perangkat penunjang untuk bisa menikmati akses internet gratis).
Bila sekedar ingin tahu soal dunia maya dan kegunaannya yang bisa dimanfaatkan, mayoritas orang desa lebih familiar mendatangi jasa internet komersial (Warnet) yang ada di dekat sekitar tempat tinggal, meskipun mereka harus rela membayar (lihat; berapa banyak orang yang rela mengantri di warnet ketimbang berkerumun di mobil internet gratisan ini? Kalaupun berkerumun, itu barangkali lantaran kekaguman modifikasi otomotifnya).
Unit mobil internet gratisan itu keliling Kecamatan dan Desa, yang pasti dalam seminggu ke lokasi yang berbeda-beda. Menghabiskan solar (BBM) tanpa target yang jelas (padahal, saat ini pemerintah sedang mencanangkan penghematan anggaran serta energi nasional), mayoritas masyarakat pun kurang memperhatikan fungsinongkrongnya mobil jenis van (Elf) itu dan sedang apa mobil itu berada di desa mereka. Masyarakat desa lebih memilih konsentrasi mencari nafkah untuk menjaga agar dapur mereka tetep ngebul di tengah jurang kesenjangan ekonomi.
Atau, pemuda-pemudi, Ibu-ibu yang di desa-desa sebagian lebih memilih pergi ke luar negeri menjadi TKI atau TKW serta merantau ke kota besar, desa terlihat “hidup” hanya waktu-waktu tertentu, ini soal survive kelangsungan hidup.
Para petani desa lebih memikirkan “kesejahteraan” sawah mereka agar terus menyambungi nyawa keluarga. Apalagi yang di daerah terpencil dan terisolir, apa yang ada di benak mereka; nasi atau layanan internet?
Silahkan cek TKP, berapa banyak warga desa yang mengetahui fungsi dan manfaat keberadaan program M-PLIK tersebut. Bukannya egois, mereka lebih memperjuangkan urusan perut ketimbang nongkrong di depan mobil layanan internet itu meskipun gratis. Bukan berarti mereka tidak menyukai gratisan; bukankah orang-orang Desa lebih semangat ngantri pembagian raskin atau Bantuan Langsung Tunai dari pemerintah?
Sebaliknya, berapa uang negara yang keluar untuk menghonor sopir berikut operator Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan itu? Berapa liter solar yang dihabiskan untuk keliling dari kecamatan ke kecamatan dari desa ke desa? Berapa anggaran yang dikeluarkan negara untuk biaya perawatan kendaraan M-PLIK? Bila unit-unit kendaraan M-PLIK itu sudah dianggap tidak layak beroperasi, kemana unit-unit mobil itu menuju?
Berapa biaya yang dikeluarkan negara untuk membeli mobil-mobil itu sebagai penunjang sarana pemberdayaan teknologi dan informasi kepada masyarakat kalangan ekonomi desa (Konon, satu Unit kendaraan ini berisi; VSAT [Very Small Aperture Terminal], Notebook, 1 server, Switch, UPS, DVD Player, Tivi LCD, Kursi dan Meja serta “Genset” untuk menyediakan listrik)? ____VSAT merupakan teknologi komunikasi satelit yang memungkinkan seluruh tempat untuk mendapatkan akses internet tanpa kecuali.
VSAT ini adalah menyediakan bit rate 256 Kbps. Itu akan dibagi oleh server menjadi CPU. Sekitar CPU masing-masing mendapatkan 51 Kbps. Hal ini mungkin tampak kecepatan lambat bagi penduduk kota, tapi ini sudah lumayan untuk pedesaan. Harapannya; M-PLIK dapat melayani seluruh kabupaten dengan mobilitas terbatas. Memungkinkan layanan ini dapat digunakan oleh sekolah atau instansi pemerintah di kabupaten (?).
Apalagi, program ini ditargetkan rampung tahun 2012 dengan jumlah 5.748 unit. Sementara pembagian sarana tersebut (menurut pengakuan pihak Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Media Massa Kementerian Komunikasi dan Informatika, Henry Subiakto) baru mencapai 70 persen.
Nah, tidak menutup kemungkinan, pada program M-PLIK ini terdapat penyelewengan bahkan Mark Up anggaran, ada “keuntungan” yang hanya dinikmati kalangan tertentu (tidak merata). Modus serta praktek korupsi sudah pasti terjadi.
Hanya saja, bersediakah pejabat-pejabat dan orang-orang Kemenkominfo ini mengakui; program M-PLIK tidak tepat sasaran dan mubadzir alias sia-sia sebagai kebutuhan dasar masyarakat desa akan informasi dan teknologi?
0
1.5K
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan