Kaskus

News

roysambojaAvatar border
TS
roysamboja
Antara Revolusi Mental Jokowi Dengan Revolusi Kebudayaan Mao Tse Tung
Antara Revolusi Mental Jokowi Dengan Revolusi Kebudayaan Mao Tse Tung

JAKARTA (voa-islam.com) - Belakangan terdengar begitu gaduh dengan pernyataan 'Revolusi Mental' Jokowi. Belum begitu jelas tentang substansi dan tujuan'Revolusi Mental' Jokowi. Tetapi, Jokowi terlanjur meneriakkan tentang 'Revolusi Mental', dan sekarang terus bergulir.

Menanggapi 'Revolusi Mental' alaJokowi itu, kemudian Fadli dalam cuitannya juga menyebut Karl Marx menggunakan istilah 'Revolusi Mental' pada tahun 1869 dalam karyanya, Eighteenth Brumaire of Louis Bonapartem, cetus Fadli.

Selanjuntnya, menurut Fadli, “Aidit PKI, hilangkan nama Achmad dr nama depannya n ganti dg Dipa Nusantara (DN) dg alasan 'Revolusi Mental' yaitu hapus yg berbau agama,” sambungnya.

Namun, menurut Frances Wood, mahasiswa Inggris, mengatakan, sejak 1966 Cina diramaikan hiruk-pikuk gerakan antikapitalisme. Tentara Merah menyerang para dosen, dokter, seniman, novelis, dan mereka yang dianggap tidak mewakili kaum proletar.

Gonjang-ganjing terus berlangsungsampai tahun 1975, meski tak lagi diwarnai kekejaman. Frances Wood, mahasiswi Inggris yang belajar di Institut Bahasa Asing dan Universitas Beijing tahun 1975 – 1976,ikut menyaksikan “The Great Proletarian Cultural Revolution”, yang pada masa Mao Zedong diteriakkan dengan penuh semangat, belakangan justru dianggap sebagai “DasawarsaPenuh Bencana”.

Ketika saya belajar sastra Cina di Universitas Cambridge, 1968 – 1971, Cina sedang berada di puncak Revolusi Kebudayaan. Dunia luar tak banyak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kecuali laporan media massa Eropa tentang mayat-mayat yang hanyut di Pearl River, dekat Hongkong dan Makao.

Selain menutup diri, negeri itu menolak segala yang berunsur Barat. Sebagai mahasiswa yang ingin belajar lebih lanjut, saya tak punya harapan untuk pergi ke Cina. Tapi dari sumber kepustakaan saya tahu, Cinasenantiasaberubah seirama dengan perubahan kebijakan para pemimpinnya. Saya hanyabisa berharap dari perubahan itu.

Pemimpin Besar Mao Zedong memainkan peran penting sejak berdirinyaRepublik Rakyat Cina pada1949. Ia menyingkirkan para pesaing dan musuhnya. Misalnya, ia menyerukan gerakan Anti-Kanan pada 1957 untuk menyingkirkan Zhou Enlai, pelopor gerakan Seratus Bunga tahun 1956.

Mao memprakarsai gerakan “Lompatan Jauh ke Depan” pada 1958 untuk memberi warna khusus bagi komunisme Cina. Berbeda dengan Soviet yang bertumpu pada industri berat, Mao menggalakkan pertanian yang ditunjang industri kecil di pedesaan. “Kalau Stalin hanya punya satu kaki, industri berat, kita punya dua kaki, yakni pertanian dan industri kecil,” ucap Mao.

Para pejabat sadar,ambisi Mao terlalu utopis. Tapi karena takut, mereka memberi laporan ABS. Angka produksi digelembungkan, data dan fotohasil panen direkayasa, sementara kenyataannyaparapetani menderita. Sepanjang 1958 – 1961 tak kurang dari 30 juta orang meninggal karena kelaparan.

Akhir 1958 Mao mundur dari jabatan sebagai pimpinan Partai Komunis. Ia sengaja mengambil jarak dari pusat kekuasaan agar bisa melihat betapa para pimpinan menjadi borjuis dan korup. Rakyat kehilangan semangat revolusioner. Bagi Mao, kenyataan itu tak bisa dibiarkan. Harus ada reformasi untuk meluruskan kembali jalan revolusi. Itulah Revolusi Kebudayaan. “Kebudayaan” tidak hanya berarti kesenian, melainkan seluruh aspek dan lembaga kemasyarakatan.

Mao mengerahkan ribuan pelajar dan mahasiswa ke Lapangan Tiananmen di pusat Kota Beijing. Mereka membawa buku kecil warna merah, The Little Red Book, berisi kutipan naskah-naskah pidato Mao.

Belakangan gerakan diperluas ke kalangan pekerja, buruh, dan petani. Merekamengecam siapa pun yang berada dalam posisi pimpinan. Sering kecaman berubah menjadi sanksi atau hukuman. Korban berjatuhan, baik karena hukuman maupun bunuh diri.

Seorang dokter ahli bedah otak, misalnya, tiba-tiba dimutasi menjadi petugas kebersihan WC. Dosen atau petinggi universitas dialihtugaskan ke peternakan babi. Birokrat dikirim ke pedalaman agar menghayati keadaan rakyat.

Revolusi Kebudayaan juga menyertakan istri Mao, mantan bintang film tak terkenal Jiang Qing, untuk menyingkirkan parapesaingnya dalam ranah kesenian. Opera, film, dan panggung teater didominasi produksi Madam Mao. Lukisan bungadan alam tak boleh dipasang, diganti gambar bendera merah, traktor di ladang, atau gambar Mao dalam ekspresi heroik.

Kaum perempuan tak boleh lagi berambut panjang dan dandan sesukanya. Jika ketahuan Tentara Merah, rambut mereka akan dipotong dan celana panjangketat mereka akan dirobek di depan umum. Banyak pengarang dipenjara, dibuang ke kamp kerja paksa, atau dibiarkan frustrasi hingga bunuhdiri. Beberapapemusik atau pianis dipotong jarinya oleh Tentara Merah.

Sejak 1971 keadaan menjadi normal dalam versi Mao. Sekolah dan universitas dibuka kembali dengan syarat hanya buruh dan petani yang boleh belajar. Mahasiswa asing dan turis boleh datang, meski dalam wilayah terbatas. Para turis hanyadisuguhi traktor dan sistem irigasi disertai pidato propaganda.

Saya beruntung tahun itu bisa ikut dalam rombongan pertamamahasiswa asing yang mengunjungi Cina setelah tertutup sejak 1966. Sayasenang bukan karena bisa berkomunikasi dengan rakyat Cina dalam bahasamereka, tetapi karenasetiap kali bisa berbagi makan dengan mereka yang ternyata memang kelaparan.

Mungkinkah yang dimaksudkan 'Revolusi Mental' ala Jokowi itu, juga 'Revolusi Kebudayaan' alaMao Tse Tung? Revolusi yang dijalankan oleh Mao di daratan Cina, dan mengubah rakyatnya secara radikal dengan dasar ideologi komunis. (jj/FW/voa-islam.com)
0
3.1K
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan