- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kami Hanya Ingin Clear ! Korban Kasus Bioremediasi PT CHEVRON PACIFIC


TS
jusjbaw
Kami Hanya Ingin Clear ! Korban Kasus Bioremediasi PT CHEVRON PACIFIC
Quote:
Korban Kasus Bioremediasi Berharap PK Jadi Solusi

Jakarta - Proses hukum yang berjalan penuh kejanggalan membuat keluarga dua terdakwa kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), yakni Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo, bersikeras mencari keadilan. Putusan hakim selama ini dinilai justru menciderai keadilan terdakwa.
“Yang pasti, pascaputusan kasasi Mahkamah Agung, saya akan terus berjuang. Apakah akan dilakukan PK (Peninjauan Kembali) atau langkah lainnya. Sebab, anak-anak kami sudah sangat menderita,” demikian dituturkan Ratna Indiastuti, istri Ricksy, kemarin petang, di Jakarta.
Pernyataan senada disampaikan Sumiyati, istri terdakwa Herland bin Ompo. Bahkan, Sumiyati mengatakan, akibat kasus ini bisnis yang dirintis suaminya kini berada dalam kondisi hancur lebur. “Sekarang semua ini hancur. Sebanyak 1.000 karyawan terpaksa kami PHK. Lebih dari itu, kami masih harus membayar ganti rugi sebesar US$6 juta sesuai putusan hakim,” katanya.
Sumiyati pun menaruh asa pada peluang langkah hukum lanjutan, termasuk Peninjauan Kembali (PK). Hanya saja, dia berharap, hakim di tingkat PK kelak mampu menggunakan ilmu dan nuraninya dalam membuat keputusan kelak.
Diketahui, pada awal Februari lalu, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dan memperberat hukuman terdakwa Ricksy. MA membatalkan putusan PT dan menyatakan kembali kepada putusan Pengadilan Tipikor dengan menjatuhkan pidana 5 tahun penjara. Putusan itu sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang meringankan hukuman terdakwa menjadi tiga tahun.
Di Pengadilan Tipikor, Ricksy yang merupakan Direktur PT Green Planet Indonesia, salah satu perusahaan kontraktor bioremediasi, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun dalam kasus yang dinilai merugikan negara Rp100 miliar. Chevron sendiri mengaku proyek ini masih sepenuhnya dibiayai Chevron dan tak menggunakan sepeserpun uang negara.
Kasasi Herlan Diputus
Selain Ricksy, MA juga telah memutus sidang kasasi atas terdakwa Herland bin Ompo, Direktur PT Sumigita Jaya, pada April 2014. Herland dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, denda ratusan juta rupiah, dan diwajibkan membayar yang pengganti kerugian negara sebesar US$6,9 juta.
PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) merupakan perusahaan eksplorasi minyak bumi yang terikat production sharing contract (PSC) dengan BP Migas yang saat ini berubah menjadi SKK Migas. PT CPI, selaku perusahaan PSC, mempunyai salah satu kewajibanya itu memulihkan lahan-lahan yang tercemar akibat operasi dan eksplorasi.
Sejak 1994 teknologi bioremediasi diuji dan terbukti ampuh untuk memulihkan tanah dan izin pun diterima PT CPI pada 2002 dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk penerapan bioremediasi di lahan operasi PT CPI di Riau yang dimulai pada 2003.
Dalam pelaksanaan bioremediasi ini, CPI menggelar tender di sejumlah lokasi yang menjadi wilayah kerja operasinya.Sepanjang 2006 sampai 2012, ada puluhan tender yang digelar PT CPI. PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya memenangkan sejumlah tender yang dilakukan dengan seleksi yang ketat dan transparan.
Corporate Communication Manager Chevron Indonesia Dony Indrawan menjelaskan, proses tender yang dijalankan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dikonfirmasi oleh pihak berwenang yang menerbitkan peraturan tersebut.
“Karyawan kami dan kontraktor yang telah bekerja sesuai dengan tugasnya dalam proyek yang telah disetujui, diawasi oleh instansi pemerintah yang berwenang dengan hasil nyata semestinya memperoleh perlindungan dan jaminan hukum,” ujarnya.
Menurut Dony, kasus yang berlabel korupsi, padahal tidak ada satupun bukti yang hadir dipersidangan soal kerugian negara ataupun tindakan pidananya, telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi para terdakwa dan keluarganya. [*]
“Yang pasti, pascaputusan kasasi Mahkamah Agung, saya akan terus berjuang. Apakah akan dilakukan PK (Peninjauan Kembali) atau langkah lainnya. Sebab, anak-anak kami sudah sangat menderita,” demikian dituturkan Ratna Indiastuti, istri Ricksy, kemarin petang, di Jakarta.
Pernyataan senada disampaikan Sumiyati, istri terdakwa Herland bin Ompo. Bahkan, Sumiyati mengatakan, akibat kasus ini bisnis yang dirintis suaminya kini berada dalam kondisi hancur lebur. “Sekarang semua ini hancur. Sebanyak 1.000 karyawan terpaksa kami PHK. Lebih dari itu, kami masih harus membayar ganti rugi sebesar US$6 juta sesuai putusan hakim,” katanya.
Sumiyati pun menaruh asa pada peluang langkah hukum lanjutan, termasuk Peninjauan Kembali (PK). Hanya saja, dia berharap, hakim di tingkat PK kelak mampu menggunakan ilmu dan nuraninya dalam membuat keputusan kelak.
Diketahui, pada awal Februari lalu, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dan memperberat hukuman terdakwa Ricksy. MA membatalkan putusan PT dan menyatakan kembali kepada putusan Pengadilan Tipikor dengan menjatuhkan pidana 5 tahun penjara. Putusan itu sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang meringankan hukuman terdakwa menjadi tiga tahun.
Di Pengadilan Tipikor, Ricksy yang merupakan Direktur PT Green Planet Indonesia, salah satu perusahaan kontraktor bioremediasi, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun dalam kasus yang dinilai merugikan negara Rp100 miliar. Chevron sendiri mengaku proyek ini masih sepenuhnya dibiayai Chevron dan tak menggunakan sepeserpun uang negara.
Kasasi Herlan Diputus
Selain Ricksy, MA juga telah memutus sidang kasasi atas terdakwa Herland bin Ompo, Direktur PT Sumigita Jaya, pada April 2014. Herland dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, denda ratusan juta rupiah, dan diwajibkan membayar yang pengganti kerugian negara sebesar US$6,9 juta.
PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) merupakan perusahaan eksplorasi minyak bumi yang terikat production sharing contract (PSC) dengan BP Migas yang saat ini berubah menjadi SKK Migas. PT CPI, selaku perusahaan PSC, mempunyai salah satu kewajibanya itu memulihkan lahan-lahan yang tercemar akibat operasi dan eksplorasi.
Sejak 1994 teknologi bioremediasi diuji dan terbukti ampuh untuk memulihkan tanah dan izin pun diterima PT CPI pada 2002 dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk penerapan bioremediasi di lahan operasi PT CPI di Riau yang dimulai pada 2003.
Dalam pelaksanaan bioremediasi ini, CPI menggelar tender di sejumlah lokasi yang menjadi wilayah kerja operasinya.Sepanjang 2006 sampai 2012, ada puluhan tender yang digelar PT CPI. PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya memenangkan sejumlah tender yang dilakukan dengan seleksi yang ketat dan transparan.
Corporate Communication Manager Chevron Indonesia Dony Indrawan menjelaskan, proses tender yang dijalankan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dikonfirmasi oleh pihak berwenang yang menerbitkan peraturan tersebut.
“Karyawan kami dan kontraktor yang telah bekerja sesuai dengan tugasnya dalam proyek yang telah disetujui, diawasi oleh instansi pemerintah yang berwenang dengan hasil nyata semestinya memperoleh perlindungan dan jaminan hukum,” ujarnya.
Menurut Dony, kasus yang berlabel korupsi, padahal tidak ada satupun bukti yang hadir dipersidangan soal kerugian negara ataupun tindakan pidananya, telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi para terdakwa dan keluarganya. [*]
Quote:
Quote:
semoga korban dan semua yang di harakan terjadi PK smga mnjadi solusi ,,, namun semua tidak salah PT CHEVRON 

UPDATE
Quote:
Kriminalisasi Chevron Hambat Pemulihan Lingkungan

akarta - Dugaan kriminalisasi dalam penanganan kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) berdampak pada jalannya proses pemulihan lahan tercemar. Bukan hanya itu, proses hukum atas kasus tersebut pun dikhawatirkan memberi pengaruh negatif pada iklim investasi migas.
Sebagaimana diungkapkan Manager Corporate Chevron Indonesia Dony Indrawan, Senin (16/6) petang, jatuhnya vonis pengadilan dan dilanjutkan dengan lahirnya putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap dua kontraktor proyek bioremediasi PT CPI, yakni Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT Sumigita Jaya Herland bin Ompo, dalam kasus dugaan korupsi proyek tersebut, membawa pengaruh signifikan bagi perusahaan migas nomor wahid itu.
Utamanya, Dony menegaskan, terkait proses pemulihan lahan ataupun normalisasi tanah yang tercemar limbah. Sebab, menurut dia, kontraktor menjadi enggan mengambil peran dalam proyek-proyek sejenis.
“Putusan mulai pengadilan Tipikor hingga tingkat MA jelas sangat menakutkan bagi para kontraktor potensial dalam mengambil kontrak-kontrak berkenaan dengan pengelolaan limbah. Padahal, pengelolaan limbah itu diwajibkan oleh aturan perundangan yang berlaku di negeri ini,” tandasnya, kepada wartawan.
Bukan tidak mungkin, Dony mencemaskan, cepat atau lambat situasi pelik serupa bakal menimpa pelaku industri di bidang migas lainnya yang beroperasi di Tanah Air. “Dampaknya akan dirasakan oleh semua pelaku industri bidang migas. Bukan hanya Chevron,” tegasnya.
Putusan MA, lanjut Dony, memiliki kekuatan mengikat sehingga bisa menimbulkan kecemasan yang luar biasa di antara karyawan yang bekerja di sektor migas dan industri lainnya. “Sederhana saja, karyawan yang sudah melakukan pekerjaan sesuai tanggung jawab pada proyek yang telah disetujui dan diawasi pemerintah, tapi tetap bisa dipidana dalam kasus korupsi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Indonesia Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfud menuturkan, kriminalisasi PSI akan berdampak serius terhadap iklim investasi, eksplorasi, dan produksi migas. “Dan itu bukanlah keinginan bangsa ini,” bebernya.
Chevron merupakan perusahaan eksplorasi minyak bumi yang terikat production sharing contract (PSC) dengan BP Migas yang saat ini berubah menjadi SKK Migas. CPI, selaku perusahaan PSC, mempunyai salah satu kewajibanya itu memulihkan lahan-lahan yang tercemar akibat operasi dan eksplorasi.
Sejak 1994 teknologi bioremediasi diuji dan terbukti ampuh untuk memulihkan tanah dan izin pun diterima CPI pada 2002 dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk penerapan bioremediasi di lahan operasi CPI di Riau yang dimulai pada 2003.
Dalam pelaksanaan bioremediasi ini, CPI menggelar tender di sejumlah lokasi yang menjadi wilayah kerja operasinya.Sepanjang 2006 sampai 2012, ada puluhan tender yang digelar CPI. PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya memenangkan sejumlah tender yang dilakukan dengan seleksi yang ketat dan transparan ini.
Dalam putusan Kasasi MA pada 10 Februari lalu, diketahui bahwa Ricksy kembali menuai hukuman badan sebagaimana diputuskan Pengadilan Tipikor, yakni 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Hal senada juga dialami Herland yang kembali dijatuhi hukuman badan melalui putusan kasasi MA seberat hukuman yang dijatuhkan padanya di Pengadilan Tipikor, yakni hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Padahal, dalam sidang empat karyawan CPI di pengadilan Tipikor, dua orang hakim menyatakan dissenting opinion. Kedua hakim ini menilai semua terdakwa harus dibebaskan dari semua tuntutan. Keduanya melihat bahwa tidak ada persoalan izin yang dimiliki CPI sebagaimana disampaikan juga oleh KLH dan menganggap keterangan Edison Effendi, ahli yang dihadirkan jaksa, tidak dapat dipakai karena tidak valid, memiliki konflik kepentingan, dan menyalahi aturan yang berlaku. [*]
Sebagaimana diungkapkan Manager Corporate Chevron Indonesia Dony Indrawan, Senin (16/6) petang, jatuhnya vonis pengadilan dan dilanjutkan dengan lahirnya putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap dua kontraktor proyek bioremediasi PT CPI, yakni Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT Sumigita Jaya Herland bin Ompo, dalam kasus dugaan korupsi proyek tersebut, membawa pengaruh signifikan bagi perusahaan migas nomor wahid itu.
Utamanya, Dony menegaskan, terkait proses pemulihan lahan ataupun normalisasi tanah yang tercemar limbah. Sebab, menurut dia, kontraktor menjadi enggan mengambil peran dalam proyek-proyek sejenis.
“Putusan mulai pengadilan Tipikor hingga tingkat MA jelas sangat menakutkan bagi para kontraktor potensial dalam mengambil kontrak-kontrak berkenaan dengan pengelolaan limbah. Padahal, pengelolaan limbah itu diwajibkan oleh aturan perundangan yang berlaku di negeri ini,” tandasnya, kepada wartawan.
Bukan tidak mungkin, Dony mencemaskan, cepat atau lambat situasi pelik serupa bakal menimpa pelaku industri di bidang migas lainnya yang beroperasi di Tanah Air. “Dampaknya akan dirasakan oleh semua pelaku industri bidang migas. Bukan hanya Chevron,” tegasnya.
Putusan MA, lanjut Dony, memiliki kekuatan mengikat sehingga bisa menimbulkan kecemasan yang luar biasa di antara karyawan yang bekerja di sektor migas dan industri lainnya. “Sederhana saja, karyawan yang sudah melakukan pekerjaan sesuai tanggung jawab pada proyek yang telah disetujui dan diawasi pemerintah, tapi tetap bisa dipidana dalam kasus korupsi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Indonesia Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfud menuturkan, kriminalisasi PSI akan berdampak serius terhadap iklim investasi, eksplorasi, dan produksi migas. “Dan itu bukanlah keinginan bangsa ini,” bebernya.
Chevron merupakan perusahaan eksplorasi minyak bumi yang terikat production sharing contract (PSC) dengan BP Migas yang saat ini berubah menjadi SKK Migas. CPI, selaku perusahaan PSC, mempunyai salah satu kewajibanya itu memulihkan lahan-lahan yang tercemar akibat operasi dan eksplorasi.
Sejak 1994 teknologi bioremediasi diuji dan terbukti ampuh untuk memulihkan tanah dan izin pun diterima CPI pada 2002 dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk penerapan bioremediasi di lahan operasi CPI di Riau yang dimulai pada 2003.
Dalam pelaksanaan bioremediasi ini, CPI menggelar tender di sejumlah lokasi yang menjadi wilayah kerja operasinya.Sepanjang 2006 sampai 2012, ada puluhan tender yang digelar CPI. PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya memenangkan sejumlah tender yang dilakukan dengan seleksi yang ketat dan transparan ini.
Dalam putusan Kasasi MA pada 10 Februari lalu, diketahui bahwa Ricksy kembali menuai hukuman badan sebagaimana diputuskan Pengadilan Tipikor, yakni 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Hal senada juga dialami Herland yang kembali dijatuhi hukuman badan melalui putusan kasasi MA seberat hukuman yang dijatuhkan padanya di Pengadilan Tipikor, yakni hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Padahal, dalam sidang empat karyawan CPI di pengadilan Tipikor, dua orang hakim menyatakan dissenting opinion. Kedua hakim ini menilai semua terdakwa harus dibebaskan dari semua tuntutan. Keduanya melihat bahwa tidak ada persoalan izin yang dimiliki CPI sebagaimana disampaikan juga oleh KLH dan menganggap keterangan Edison Effendi, ahli yang dihadirkan jaksa, tidak dapat dipakai karena tidak valid, memiliki konflik kepentingan, dan menyalahi aturan yang berlaku. [*]
Quote:
Quote:
semua sudah menuruti aturan yang berlaku smoga berita ini meluruskan segala hal yang berkaitan dengan korban dan pt chevron sendiri 



eatingsugar memberi reputasi
1
1.8K
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan