- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
[Catatan Pilpres 2014] Wiranto, Hormatilah Hak Politik Rakyat


TS
Street.Walker
[Catatan Pilpres 2014] Wiranto, Hormatilah Hak Politik Rakyat
Sekali lagi gan, mohon maaf kalo repost
, mohon ane jangan ditusbol
:
Ada postingan dari temen blogger ane yg cukup menggelitik dan menarik untuk dishare di KasKus yang notabene isinya orang2 pintar yg mengedepankan akal sehat dan hati nurani dalam berdebat (moga2 aja sih
)
Sialakan dibaca dan direnungi dgn akal sehat dan hati nurani, stop emosi, buang jauh2 fanatisme buta sesaat terhadap capres idola agan2.... :Peace
NO OFFENSE!!!
Jakarta,Jumat 20 Juni 2014 (KATAKAMI.COM) — Ada sebuah duka yang masih tersimpan di lubuk hati Jenderal TNI Purnawirawan Susilo Bambang Yudhoyono atas kandasnya sebuah cita-cita yang tinggal selangkah.
Duka itu adalah saat Wiranto justru mematahkan langkah Sby untuk bisa dipromosikan menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat, sebuah cita-cita yang sudah dipendam Sby sejak awal ia bergabung dalam dunia kemiliteran.
Wiranto mengusulkan kepada Presiden terpilih di tahun 1999 yaitu KH Abdurrahman Wahid agar Sby ditempatkan saja sebagai salah seorang menteri.
Hingga akhirnya Gus Dur memilih dan menempatkan Sby menjadi Menteri Pertambangan dan Energi dalam kabinet yang disusunnya.
Padahal Sby yang saat di tahun 1999 menjabat sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) adalah perwira tinggi yang bintangnya sedang sangat bersinar sebab Sby lah yang menjadi “arsitek” doktrin reformasi di jajaran TNI secara keseluruhan.
Sby sangat layak untuk dipromosikan sebagai KSAD tetapi dipatahkan oleh Wiranto.
Kejadian ini sekedar untuk menggambarkan ada semacam ketegaan yang tampaknya sudah menjadi tabiat khas dari Wiranto terhadap pada juniornya di militer.
Dan kemarin, Kamis (19/6/2014), Wiranto sebagai Mantan Menhankam / Panglima ABRI menyampaikan klarifikasi atas nama pribadinya mengenai betapa bersih dan suci dirinya sebagai seorang pimpinan, yang samasekali tidak terlibat dalam kasus penculikan dan kerusuhan Mei 1998.
Intinya......
Mengenai kasus penculikan, intinya Wiranto mengatakan bahwa Kopassus melakukan penculikan dari tenggat waktu Desember 1997 sampai Maret 1998 atas inisiatif pribadi.
Dan ini sudah ditanyakan Wiranto kepada mantan Panglima ABRI saat itu, Jenderal TNI Feisal Tanjung, “Apakah Bapak ada memberikan perintah penculikan?”.
Feisal Tanjung, menurut fantasi Wiranto menjawab, “Tidak ada”.
Kenapa ditulis bahwa itu adalah jawaban dari Jenderal Feisal Tanjung berdasarkan fantasi Wiranto?
Sebab Jenderal Feisal Tanjung sudah meninggal dunia dan tak ada satupun juga didunia ini yang bisa mengkonfirmasi kebenaran kata-kata Wiranto.
Kecuali yang punya kemampuan berkomunikasi dengan kekuatan gaib di dunia arwah.
Sangatlah tidak elok, membawa-bawa orang yang sudah meninggal dunia, untuk menjadi alat pembenaran sebuah kesaksian.
Bahkan di dalam ketentuan hukum di Indonesia saja, minimal dua orang saksi (yang masih hidup), yang dibutuhkan untuk mencari dan menegakkan kebenaran serta keadilan di negara ini.
Dua orang saksi yang sangat berkompeten mengklarifikasi dan dimintai konformasinya atas pengakuan Wiranto kemarin, sudah tidak ada satupun yang hidup.
Pertama Mantan Presiden Soeharto atau Pak Harto.
Kedua Mantan Menhankam / Panglima ABRI Jenderal TNI Purn. Feisal Tanjung.
Untuk kasus penculikan, yang sebenarnya dalam perintah disampaikan kepada Kopassus, tugas operasi itu bukan berbunyi penculikan tetapi mengamankan sejumlah aktivis, Wiranto mengaku tidak tahu.
Karena (menurut Wiranto) saat Kopassus melakukan tugas tersebut, jabatan Wiranto adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Menurut Wiranto, penculikan dilakukan Kopassus dari mulai bulan Desember 1997 sampai Maret 1998.
Satu hal yang diabaikan Wiranto dari upayanya melakukan jurus cuci tangan seperti ini yaitu kesalahannya justru menjadi sangat fatal dan semakin fatal, saat kemarin ia mengaku tidak tahu samasekali terhadap apa yang dilakukan Kopassus.
Barangkali karena sudah terlalu sibuk mengurusi Partai Hanura yang dalam dua kali Pilpresselalu meraih perolehan suara dengan angka satu digit saja, maka ada baiknya Wiranto diingatkan tentang tugas utama seorang KSAD.
Sesuai dengan fungsi utama TNI AD, tugas pokok KSAD adalah secara berkesinambungan melakukan pembinaan personel.
Oleh karena itu, merupakan keharusan bagi seorang KSAD menguasai seluk-beluk pembinaan satuan yang meliputi aspek doktrin, personel, materiil, perlengkapan, keuangan, dan lain-lain.
Bagi TNI AD, pembinaan personel memang merupakan tugas utama yang sangat penting dan merupakan kewajiban SUAD.
Maka sekali lagi, tugas utama KSAD adalah melakukan pembinaan personel.
Dan Kopassus dalam struktur organisasi kemiliteran, berada langsung dibawah Mabes TNI Angkatan Darat.
Kemana saja anda sebagai seorang KSAD, jika satuan pasukan elite Indonesia bernama Kopasus, melakukan operasi khusus yang ditugaskan negara selama 90 hari, tetapi KSAD mengaku tidak tahu menahu?
Jangan terlalu naif jika ingin terlihat sucidan begitu bersih di hadapan mitra koalisi dalam memperebutkan kekuasaan.
Jangankan 90 hari, jika ada satu hari saja yang diabaikan dan lolos dari pengawasan serta pembinaan KSAD terhadap satuan Kopassus, maka KSAD dan Wakasad, harus bertanggung-jawab.
Kalau KSAD dan Wakasad lalai melakukan tugas pembinaan, maka keduanya pantas dihukum, dicopot dan diadili juga.
Dalih dan alibi bahwa KSAD tidak tahu terhadap operasi 90 hari yang dilakukan satuan berkemampuan sangat tinggi semacam Kopassus, adalah sebuah kebohongan yang sangat melukai seluruh prajurit Kopassus dan keluarga mereka yang sudah mengabdikan diri (bahkan mempertaruhkan nyawa mereka) untuk melaksanakan tugas negara.
Dan dalam keterangan yang penuh dusta kemarin, terlebih karena dengan sangat percaya dirinya Wiranto membawa-bawa nama Feisal Tanjung yang sudah mati untuk jadi bagian dari kesaksiannya, Wiranto terkesan mengecilkan porsi soal kasus kerusuhan Mei 1998.
Ia tidak menjawab kepada rakyat Indonesia, mengapa ia pergi “melarikan diri” ke Malang, disaat ibukota Jakarta dalam keadaan chaos, lumpuh total dan hancur mengerikan.
Penuh luka, darah, airmata dan mayat yang bertebaran dimana-mana, tanpa ada kekuatan dan penguatan maksimal dari jajaran TNI untuk melindungi warga Jakarta.
Panglima militer mana didunia ini, yang bisa, yang boleh, dan tega melarikan diri keluar kota, disaat ibukota negaranya dalam keadaan bahaya total?
Ia juga tidak menjawab, benarkah ia mengatakan “The Show Must Go On”, sebelum ia meninggalkan Jakarta untuk pergi ke luarkota disaat warga ibukota perlu dilindungi.
Ia juga tidak menjawab, mengapa sebagai seorang Menhankam / Panglima ABRI, ia baru menggelar commander’s call guna pemulihan keamanan pada malam hari tanggal 14 Mei 1998, disaat Jakarta sudah hancur dan dihancurkan selama dua hari berturut-turut?
Dalam dua hari itu, ratusan perempuan sudah dirudapaksa, rakyat banyak yang mati sia-sia dan di banyak tempat terjadi pembakaran yang sangat sadis, dan Wiranto membiarkan rakyat ibukota menghadapi kekejaman sangat sadis itu “sendirian” tanpa TNI dan POLRI.
Jakarta sudah hancur, saat “the show memang sudah benar benar go on”, barulah pimpinan ABRI mengumpulkan jajarannya untuk merumuskan upaya dan operasi pemulihan situasi keamanan.
Cukuplah sudah semua dusta dan pembelokan sejarah.
Janganlah lagi orang yang sudah mati dibawa-bawa.
Bersikaplah kesatria sebagai seorang pemimpin dan berhenti melukai perasaan prajurit TNI serta keluarga besarnya.
Komisi Pemilihan Umum atau KPU sudah mengambil keputusan dan menetapkan bahwa Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto adalah calon presiden dengan nomor urut 1.
Hormati keputusan itu dan hormati hak dari rakyat Indonesia untuk menentukan siapa presiden yang memang dikehendaki.
Tanpa harus lagi ada pertunjukan dari barisan para purnawirawan di kubu lawan yang salingsahut menyahut melakukan penyerangan terstruktur pada calon presiden dengan nomor urut 1.
Sekali lagi, hormat keputusan KPU, dan hormati hak politik rakyat.
Untuk menutup tulisan ini, ada baiknya Wiranto diingatkan pada sebuah ejekannya kepada Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum DPP PDI Perjuangan saat pelaksaan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) tanggal 9 April lalu.
Wiranto yang saat itu berada di lantai dasar atau basement Gedung MNC, kantor Hary Tanoesoedibyo, untuk memantau hasil penghitungan cepat, menyaksikan siaran berita di layar yang sangat besar di dinding ruang VVIP Gedung MNC.
Saat itu, berita yang ditayangkan adalah momen dimana Megawati memberikan hak suaranya di TPS depan rumahnya di kawasan Kebagusan, Jakarta Selatan.
Melihat Megawati dan duduk disebelah Gubernur DKI Jakarta saat itu, Wiranto mengatakan, “Coba lihat tuh, dari bahasa tubuhnya, Bu Mega kelihatan salah tingkah” ujar Wiranto sembari menunjuk ke arah layar televisi sambil mentertawakan Megawati.
Pertanyaannya, mengapa sekarang anda mau berkoalisi, dengan seorang ketua umum partai politik yang salah tingkah saat Pemilihan Umum Legislatif yang lalu?
Semua ini mengingatkan kita pada sebuah pepatah yang mengatakan, didunia ini yang tak ada yang abadi, sebab yang abadi adalah kepentingan.
Tetapi sebesar dan sepenting apapun kepentingan itu, hormatilah hak politik rakyat.
Vox Populi Vox Dei, Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan.
Biarkan rakyat memilih dan biarkan rakyat yang menentukan.
Tanpa harus ada upaya yang sistematis untuk melakukan pembunuhan karakter dan kampanye hitam yang berkesinambungan terhadap calon presiden yang siap untuk berlaga dalam beberapa hari ke depan.
Demokrasi, sangat penting dan memang wajib dihormati pelaksanaannya.
Bukan justru untuk dicemari, dikebiri atau dibinasakan.
Jangan karena anda gagal menjadi capres maka anda ingin menggagalkan capres lainnya, walau itu bekas bawahan anda.
Sekali lagi, Vox Populi Vox Dei ….
Sumber
#StopBlackCampaign
#SalamJariManis
SILAKAN RATE & SHARE KALO BERKENAN TIMPUK ANE PAKE


Ada postingan dari temen blogger ane yg cukup menggelitik dan menarik untuk dishare di KasKus yang notabene isinya orang2 pintar yg mengedepankan akal sehat dan hati nurani dalam berdebat (moga2 aja sih

Sialakan dibaca dan direnungi dgn akal sehat dan hati nurani, stop emosi, buang jauh2 fanatisme buta sesaat terhadap capres idola agan2.... :Peace
NO OFFENSE!!!
Quote:
Jakarta,Jumat 20 Juni 2014 (KATAKAMI.COM) — Ada sebuah duka yang masih tersimpan di lubuk hati Jenderal TNI Purnawirawan Susilo Bambang Yudhoyono atas kandasnya sebuah cita-cita yang tinggal selangkah.
Duka itu adalah saat Wiranto justru mematahkan langkah Sby untuk bisa dipromosikan menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat, sebuah cita-cita yang sudah dipendam Sby sejak awal ia bergabung dalam dunia kemiliteran.
Wiranto mengusulkan kepada Presiden terpilih di tahun 1999 yaitu KH Abdurrahman Wahid agar Sby ditempatkan saja sebagai salah seorang menteri.
Hingga akhirnya Gus Dur memilih dan menempatkan Sby menjadi Menteri Pertambangan dan Energi dalam kabinet yang disusunnya.
Padahal Sby yang saat di tahun 1999 menjabat sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) adalah perwira tinggi yang bintangnya sedang sangat bersinar sebab Sby lah yang menjadi “arsitek” doktrin reformasi di jajaran TNI secara keseluruhan.
Sby sangat layak untuk dipromosikan sebagai KSAD tetapi dipatahkan oleh Wiranto.
Kejadian ini sekedar untuk menggambarkan ada semacam ketegaan yang tampaknya sudah menjadi tabiat khas dari Wiranto terhadap pada juniornya di militer.
Dan kemarin, Kamis (19/6/2014), Wiranto sebagai Mantan Menhankam / Panglima ABRI menyampaikan klarifikasi atas nama pribadinya mengenai betapa bersih dan suci dirinya sebagai seorang pimpinan, yang samasekali tidak terlibat dalam kasus penculikan dan kerusuhan Mei 1998.
Intinya......
Quote:
Mengenai kasus penculikan, intinya Wiranto mengatakan bahwa Kopassus melakukan penculikan dari tenggat waktu Desember 1997 sampai Maret 1998 atas inisiatif pribadi.
Dan ini sudah ditanyakan Wiranto kepada mantan Panglima ABRI saat itu, Jenderal TNI Feisal Tanjung, “Apakah Bapak ada memberikan perintah penculikan?”.
Feisal Tanjung, menurut fantasi Wiranto menjawab, “Tidak ada”.
Kenapa ditulis bahwa itu adalah jawaban dari Jenderal Feisal Tanjung berdasarkan fantasi Wiranto?
Sebab Jenderal Feisal Tanjung sudah meninggal dunia dan tak ada satupun juga didunia ini yang bisa mengkonfirmasi kebenaran kata-kata Wiranto.
Kecuali yang punya kemampuan berkomunikasi dengan kekuatan gaib di dunia arwah.
Sangatlah tidak elok, membawa-bawa orang yang sudah meninggal dunia, untuk menjadi alat pembenaran sebuah kesaksian.
Bahkan di dalam ketentuan hukum di Indonesia saja, minimal dua orang saksi (yang masih hidup), yang dibutuhkan untuk mencari dan menegakkan kebenaran serta keadilan di negara ini.
Dua orang saksi yang sangat berkompeten mengklarifikasi dan dimintai konformasinya atas pengakuan Wiranto kemarin, sudah tidak ada satupun yang hidup.
Pertama Mantan Presiden Soeharto atau Pak Harto.
Kedua Mantan Menhankam / Panglima ABRI Jenderal TNI Purn. Feisal Tanjung.
Untuk kasus penculikan, yang sebenarnya dalam perintah disampaikan kepada Kopassus, tugas operasi itu bukan berbunyi penculikan tetapi mengamankan sejumlah aktivis, Wiranto mengaku tidak tahu.
Karena (menurut Wiranto) saat Kopassus melakukan tugas tersebut, jabatan Wiranto adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Menurut Wiranto, penculikan dilakukan Kopassus dari mulai bulan Desember 1997 sampai Maret 1998.
Satu hal yang diabaikan Wiranto dari upayanya melakukan jurus cuci tangan seperti ini yaitu kesalahannya justru menjadi sangat fatal dan semakin fatal, saat kemarin ia mengaku tidak tahu samasekali terhadap apa yang dilakukan Kopassus.
Barangkali karena sudah terlalu sibuk mengurusi Partai Hanura yang dalam dua kali Pilpresselalu meraih perolehan suara dengan angka satu digit saja, maka ada baiknya Wiranto diingatkan tentang tugas utama seorang KSAD.
Sesuai dengan fungsi utama TNI AD, tugas pokok KSAD adalah secara berkesinambungan melakukan pembinaan personel.
Oleh karena itu, merupakan keharusan bagi seorang KSAD menguasai seluk-beluk pembinaan satuan yang meliputi aspek doktrin, personel, materiil, perlengkapan, keuangan, dan lain-lain.
Bagi TNI AD, pembinaan personel memang merupakan tugas utama yang sangat penting dan merupakan kewajiban SUAD.
Maka sekali lagi, tugas utama KSAD adalah melakukan pembinaan personel.
Dan Kopassus dalam struktur organisasi kemiliteran, berada langsung dibawah Mabes TNI Angkatan Darat.
Kemana saja anda sebagai seorang KSAD, jika satuan pasukan elite Indonesia bernama Kopasus, melakukan operasi khusus yang ditugaskan negara selama 90 hari, tetapi KSAD mengaku tidak tahu menahu?
Jangan terlalu naif jika ingin terlihat sucidan begitu bersih di hadapan mitra koalisi dalam memperebutkan kekuasaan.
Jangankan 90 hari, jika ada satu hari saja yang diabaikan dan lolos dari pengawasan serta pembinaan KSAD terhadap satuan Kopassus, maka KSAD dan Wakasad, harus bertanggung-jawab.
Kalau KSAD dan Wakasad lalai melakukan tugas pembinaan, maka keduanya pantas dihukum, dicopot dan diadili juga.
Dalih dan alibi bahwa KSAD tidak tahu terhadap operasi 90 hari yang dilakukan satuan berkemampuan sangat tinggi semacam Kopassus, adalah sebuah kebohongan yang sangat melukai seluruh prajurit Kopassus dan keluarga mereka yang sudah mengabdikan diri (bahkan mempertaruhkan nyawa mereka) untuk melaksanakan tugas negara.
Dan dalam keterangan yang penuh dusta kemarin, terlebih karena dengan sangat percaya dirinya Wiranto membawa-bawa nama Feisal Tanjung yang sudah mati untuk jadi bagian dari kesaksiannya, Wiranto terkesan mengecilkan porsi soal kasus kerusuhan Mei 1998.
Ia tidak menjawab kepada rakyat Indonesia, mengapa ia pergi “melarikan diri” ke Malang, disaat ibukota Jakarta dalam keadaan chaos, lumpuh total dan hancur mengerikan.
Penuh luka, darah, airmata dan mayat yang bertebaran dimana-mana, tanpa ada kekuatan dan penguatan maksimal dari jajaran TNI untuk melindungi warga Jakarta.
Panglima militer mana didunia ini, yang bisa, yang boleh, dan tega melarikan diri keluar kota, disaat ibukota negaranya dalam keadaan bahaya total?
Ia juga tidak menjawab, benarkah ia mengatakan “The Show Must Go On”, sebelum ia meninggalkan Jakarta untuk pergi ke luarkota disaat warga ibukota perlu dilindungi.
Ia juga tidak menjawab, mengapa sebagai seorang Menhankam / Panglima ABRI, ia baru menggelar commander’s call guna pemulihan keamanan pada malam hari tanggal 14 Mei 1998, disaat Jakarta sudah hancur dan dihancurkan selama dua hari berturut-turut?
Dalam dua hari itu, ratusan perempuan sudah dirudapaksa, rakyat banyak yang mati sia-sia dan di banyak tempat terjadi pembakaran yang sangat sadis, dan Wiranto membiarkan rakyat ibukota menghadapi kekejaman sangat sadis itu “sendirian” tanpa TNI dan POLRI.
Jakarta sudah hancur, saat “the show memang sudah benar benar go on”, barulah pimpinan ABRI mengumpulkan jajarannya untuk merumuskan upaya dan operasi pemulihan situasi keamanan.
Cukuplah sudah semua dusta dan pembelokan sejarah.
Janganlah lagi orang yang sudah mati dibawa-bawa.
Bersikaplah kesatria sebagai seorang pemimpin dan berhenti melukai perasaan prajurit TNI serta keluarga besarnya.
Komisi Pemilihan Umum atau KPU sudah mengambil keputusan dan menetapkan bahwa Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto adalah calon presiden dengan nomor urut 1.
Hormati keputusan itu dan hormati hak dari rakyat Indonesia untuk menentukan siapa presiden yang memang dikehendaki.
Tanpa harus lagi ada pertunjukan dari barisan para purnawirawan di kubu lawan yang salingsahut menyahut melakukan penyerangan terstruktur pada calon presiden dengan nomor urut 1.
Sekali lagi, hormat keputusan KPU, dan hormati hak politik rakyat.
Untuk menutup tulisan ini, ada baiknya Wiranto diingatkan pada sebuah ejekannya kepada Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum DPP PDI Perjuangan saat pelaksaan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) tanggal 9 April lalu.
Wiranto yang saat itu berada di lantai dasar atau basement Gedung MNC, kantor Hary Tanoesoedibyo, untuk memantau hasil penghitungan cepat, menyaksikan siaran berita di layar yang sangat besar di dinding ruang VVIP Gedung MNC.
Saat itu, berita yang ditayangkan adalah momen dimana Megawati memberikan hak suaranya di TPS depan rumahnya di kawasan Kebagusan, Jakarta Selatan.
Melihat Megawati dan duduk disebelah Gubernur DKI Jakarta saat itu, Wiranto mengatakan, “Coba lihat tuh, dari bahasa tubuhnya, Bu Mega kelihatan salah tingkah” ujar Wiranto sembari menunjuk ke arah layar televisi sambil mentertawakan Megawati.
Pertanyaannya, mengapa sekarang anda mau berkoalisi, dengan seorang ketua umum partai politik yang salah tingkah saat Pemilihan Umum Legislatif yang lalu?
Semua ini mengingatkan kita pada sebuah pepatah yang mengatakan, didunia ini yang tak ada yang abadi, sebab yang abadi adalah kepentingan.
Tetapi sebesar dan sepenting apapun kepentingan itu, hormatilah hak politik rakyat.
Vox Populi Vox Dei, Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan.
Biarkan rakyat memilih dan biarkan rakyat yang menentukan.
Tanpa harus ada upaya yang sistematis untuk melakukan pembunuhan karakter dan kampanye hitam yang berkesinambungan terhadap calon presiden yang siap untuk berlaga dalam beberapa hari ke depan.
Demokrasi, sangat penting dan memang wajib dihormati pelaksanaannya.
Bukan justru untuk dicemari, dikebiri atau dibinasakan.
Jangan karena anda gagal menjadi capres maka anda ingin menggagalkan capres lainnya, walau itu bekas bawahan anda.
Sekali lagi, Vox Populi Vox Dei ….
Sumber
#StopBlackCampaign
#SalamJariManis
SILAKAN RATE & SHARE KALO BERKENAN TIMPUK ANE PAKE

Diubah oleh Street.Walker 20-06-2014 09:42
0
2.1K
Kutip
10
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan