Kaskus

News

bujanglapuk.v2Avatar border
TS
bujanglapuk.v2
Biografi Masa Kecil Jokowi
Biografi Masa Kecil Jokowi

Masa kecil capres Prabowo yang lebih banyak dihabiskan di luarnegeri, Eropa dan Amerika menyulitkan dirinya melakukan komunikasi dengan pendukungnya. Salah satunya, saat bersantap sate di Bandung yang disiarkan live oleh TVone. Capres Prabowo bersama Ical (Ketua Umum Partai Golkar) tampak lahap menikmati sate yang disajikan. Sementara reporter Tvone menyodorkan orang-orang yang mendukung Prabowo yang hendak menyampaikan salam atau dialog langsung, tatap muka face to face. Boleh jadi, karena dia tidak mengerti etika timur atau memang sengaja Prabowo tetap saja menikmati santap malam sate tanpa mengajak pendukungnya yang jauh-jauh datang untuk menyapa idolanya. Live Tvone itu menjadi pertanda buruk kebiasaan elit di tengah persoalan-persoalan etika dan moralitas. Jadi, pantas jika tampil tanpa protet sopan santun yang jauh dari budaya.

Ini boleh jadi terjadi karena tidak terbiasa hidup dalam kultur kebudayaan. Prabowo Subianto Djojohadikusumo dilahir di Jakarta, 17 oktober 1951 silam, kehidupannya lebih banyak dihabiskan di luarnegeri. Ia menempuh pendidikan dan jenjang karier militer selama 28 tahun sebelum berkecimpung dalam bisnis dan politik.

Masa kecilnya, lebih banyak dihabiskan di luar negeri bersama orangtuanya. Minatnya pada dunia militer dipengaruhi figur paman. Setelah tidak aktif dalam dinas militer, Prabowo menghabiskan waktu di Yordania dan beberapa negera Eropa. Ia menekuni dunia bisnis, mengikuti adiknya Hashim Djojohadikusumo pengusaha minyak.

Beda pada calon presiden nomor urut 2, Jokowi yang didukung oleh koalisi rakyat, sejak kecil sudah terbiasa bergaul dengan rakyat. Kisah Hidup Jokowi

Masa kecil Jokowi bukanlah orang yang berkecukupan, bukanlah orang kaya. Ia anak tukang kayu, nama bapaknya Noto Mihardjo, hidupnya amat prihatin, dia besar di sekitar Bantaran Sungai. Ia tau bagaimana menjadi orang miskin dalam artian yang sebenarnya.

Bapaknya penjual kayu di pinggir jalan, sering juga menggotong kayu gergajian. Ia sering ke pasar, pasar tradisional dan berdagang apa saja waktu kecil. Ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana pedagang dikejar-kejar aparat, diusir tanpa rasa kemanusiaan, pedagang ketakutan untuk berdagang. Ia prihatin, ia merasa sedih kenapa kota tak ramah pada manusia.

Sewaktu SD ia berdagang apa saja untuk dikumpulkan biaya sekolah, ia mandiri sejak kecil tak ingin menyusahkan bapaknya yang tukang kayu itu. Ia mengumpulkan uang receh demi receh dan ia celengi di tabungan ayam yang terbuat dari gerabah. Kadang ia juga mengojek payung, membantu ibu-ibu membawa belanjaan, ia jadi kuli panggul. Sejak kecil ia tau bagaimana susahnya menjadi rakyat, tapi disini ia menemukan sisi kegembiraannya, kehidupan yang nyata, hakekat kehidupan berserta wisdomnya.

Ia sekolah tidak dengan sepeda, tapi jalan kaki. Ia sering melihat suasana kota, di umur 12 tahun dia belajar menggergaji kayu, tangannya pernah terluka saat menggergaji, tapi ia senang dan ia gembira menjalani kehidupan itu, baginya “Luwih becik rengeng-rengeng dodol dawet, tinimbang numpak mercy mbrebes mili”. Keahliannya menggergaji kayu inilah yang kemudian membawanya ingin memahami ilmu tentang kayu

Kini, Jokowi yang juga Gubernur DKI Jakarta nonaktif itu tampil ke pilpres dengan mengsuung revolusi mental—pembangunan karakter yang berbasis pada nilai budaya. Permasalahan ekonomi dan budaya seperti tidak bisa dipisahkan. Keprihatinannya terhadap masalah kerakyatan membuatnya tetap bersahaja bahkan koalisi yang dibangun disebut Koalisi Rakyat.

Jokowi menyinggung program ekonomi kerakyatan capres lain, Prabowo. Kalau sekarang ada calon presiden menyatakan ekonomi kerakyatan, tapi menyalami bahkan bersentuhan dengan rakyat saja tidak pernah, bagaimana mau tahu keluhan dan aspirasi rakyat.

Sndiran itu disusul oleh penggambaran Joko Widodo tentang masa kecilnya. Jokowi biasa mengalami terkena banjir atau gusur karena tinggal di bantaran sungai. Kedua penampilan capres ini sangat bertolakbelakang. Prabowo berusaha untuk tampil merakyat, sementara Jokowi sudah terbiasa dengan bahasa rakyat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga kebiasaan blusukan sebagai bagain ari aksi management juga bagian dari kebiasaan hidup, bukan pencitraan seperti yang ditudingkan.

http://www.tempokini.com/2014/06/eti...iasaan-jokowi/
Spoiler for jokowi:


Saya selalu mendukung Pak Jokowi untuk menjadi presiden RI, semoga menjadi inspirasi bagi anak-anak dari keluarga miskin di Indonesia. emoticon-I Love Indonesia (S)

Anak menteri dan mantu presiden jadi presiden => biasa
Anak orang miskin jadi presiden => luar biasa
0
2.2K
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan